Jujun Belajar Buat Helikopter dari Internet, Pakai Mesin Genset Habis Rp 30 Juta
Lulusan STM yang sehari-hari buruh bengkel di Sukabumi mendadak populer karena merakit helikopter sendiri.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Jujun Junaedi (42), warga Desa Darmareja, Kecamatan Nagrak,Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, ini mendadak tenar.
Lulusan STM (Sekolah Teknik Menengah) yang juga buruh di bengkel hidrolik di kawasan Sukabumi ini diam diam merakit helikopter.
Helikopter rakitan Jujun bermesin genset dan berbahan bakar bensin (premium) ini sudah hampir jadi.
Tinggal menyelesaikan baling-baling dan serangkaian penyempurnaan engine serta bodi, sebelum uji terbang.
Tim dari Pustekbang (Pusat Teknologi Penerbangan) Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) mengapresiasi apa yang dilakukan Jujun ini.
Karenanya, mereka datang langsung ke rumah buruh bengkel ini untuk memberi masukan mengenai berbagai hal agar heli bikinan Jujun bisa terbang.
"Saya akan meneruskan pembuatan helikopter ini," ungkap Jujun kepada wartawan seusai menerima kunjungan tim Lapan di rumahnya, Selasa (19/11/2019).
Jujun mengaku semakin bersemangat setelah didatangi Teuku M Ichwanul Hakim dari Pustekbang Lapan. Ia mengaku banyak mendapatkan saran dan masukan.
Ichwanul menilai, sebagian besar komponen sebagai persyaratan untuk terbang sudah lengkap.
Namun, secara teknis, uji terbang belum dapat dilaksanakan.
Ini karena saat helikopter terbang, banyak kondisi yang harus dipenuhi, antara lain terkait keamanan, kekuatan struktur utama, termasuk struktur baling-baling.
Selain itu, kinerja baling-baling utama dan baling-baling ekor untuk menstabilkan posisi helikopter juga perlu terukur.
"Jadi, tahapannya harus uji darat dulu. Kalau sudah yakin semuanya kuat dan terpenuhi keamanannya, baru uji terbang bisa dilakukan," ujar dia.
Ichwanul mengatakan, semuanya itu demi keamanan. Ini karena jika jatuh, minimal yang ada di dalam helikopter dan di sekitarnya bisa terdampak.
Jujun sendiri sangat berterima kasih atas semua saran dan masukan dari Lapan.
Ia akan melakukan semua yang sudah disampaikan oleh Tim Lapan.
Rencananya, akhir 2019 atau awal 2020 ini, helikopter yang diberi nama Gardes JN 77 GM itu akan menjalani uji terbang.
Terinspirasi Kemacetan
Jujun mengaku membuat helikopter karena setiap hari melihat ada kemacetan lalu lintas di jalan raya di Sukabumi.
Ia menatap ke langit yang masih kosong.
Alangkah baiknya, kalau orang bisa naik helikopter menunju ke tempat kerja, sehingga terbebas dari kemacetan di jalan raya.
Nah, berbekal angan-angan itulah ia memeras otak hingga lahir ide spektakuler, yakni membuat helikopter sebagai pengganti motor atau mobil.
Jujun yang hobi utak atik mesin ini akhirnya mulai searching di Google dan YouTube untuk mendalami proses pembuatan helikopter.
"Saya hanya lulus STM, tak mungkin bisa bikin helikopter.
Tapi, saya ingin membuktikan bahwa saya bisa," ungkap Jujun saat ditemui di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (20/11).
Tak semudah membalik telapak tangan memang.
Apalagi, sumber dana untuk proyek besar ini hanya dari gaji sendiri sebagai buruh harian.
Jujun harus mencukupkan diri, mana yang buat memenuhi kebutuhan dapur dan mana yang untuk beli bahan untuk heli.
Selain dana, ia juga harus pandai membagi waktu, antara untuk kerja, keluarga, dan untuk melanjutkan merakit heli.
Sampai saat ini, untuk heli rakitannya itu, Jujun sudah mengeluarkan dana sedikitnya Rp 30 juta.
Banyak suku cadang yang terpaksa harus dibuatnya sendiri, karena faktor dana, termasuk hidrolik.
"Kalau sudah jadi, mungkin heli ini akan jauh lebih hemat BBM ketimbang heli lainnya," ungkapnya.
Untuk terbang selama satu jam, heli buatan Jujun hanya butuh 4 liter BBM, jauh lebih hemat dibanding heli konvensional yang harga bensolnya di kisaran Rp 90 ribu/liter.
Suami Yang Gigih
Ny Yeti (37), istri Jujun Juanedi, sedang duduk di lantai teras rumahnya, saat ditemui Tribun.
Perempuan ini menceritakan kegigihan sang suami dalam mewujudkan ide besarnya.
Mengenakan kaus putih dipadu celana warna senada, Ny Yeti berulang kali bersyukur memiliki suami yang inovatif.
"Bapak mengerjakan ini tidak setiap hari. Biasanya sepulang kerja sore sampai malam. Kalau pas Minggu atau hari libur, bisa sehari penuh," tuturnya.
Meski demikian, lanjutnya, sang suami lebih mengutamakan kepentingan masyarakat ketimbang pribadinya.
"Ketika Minggu ada kerja bakti, ya kerja bakti dulu," tuturnya.
Akses menuju rumah Jujun hanya berupa jalan setapak yang hanya cukup untuk dilewati satu sepeda motor.
Tak mudah membawa bahan-bahan untuk merakit heli ke rumahnya.
"Bahan-bahannya itu semua dibeli sendiri. Terkadang menyewa mesin (untuk membantu merakit) dari tempat kerjanya," ujar Yeti.
Jujun jarang meminta bantuan orang lain untuk mengangkut suku cadang. Hanya sekali saja minta tolong orang, yakni saat membawa pipa besar.
Biasanya, kata Yeti, sang suami mengikatkan bahan yang dibelinya di sepeda motor secara bertahap.
"Setiap hari dibawa pakai motor saja, ditaruh di pinggir, diikat. Kan nanti dirangkai dan di las di sini," kata dia.
(Tribun Network/dit/nik/wly)