Anggota DPR: Pimpinan KPK Tak Paham Tata Negara, Istana Hormati 3 Pimpinan KPK
Anggota DPR RI menilai tindakan 3 pimpinan KPK melakukan judicial review terhadap UU KPK merupakan pertanda tak paham tata negara.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Gugatan uji materi UU KPK 19/2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh tiga pimpinan lembaga antirasuah dikecam wakil rakyat.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan, Masinton Pasaribu menilai pengajuan gugatan itu sebagai pertanda bahwa para komisioner KPK tak paham soal tata negara.
Tidak lazim, kata Masinton, pimpinan lembaga negara melakukan uji materi judicial review ke MK.
"Atau, mungkin seakan-akan ingin dikenang di akhir masa jabatan, sebagai yang konsisten terhadap pemberantasan korupsi, sehingga mengajukan Judicial Review," kata Masinton, Kamis(21/11).
"Mereka tak paham kalau masih menjabat, bukan sebagai warga negara. Dan gugatan itu terkait dengan jabatan mereka langsung," tambah mantan aktivis '98 ini.
Namun, ia menyerahkan sepenuhnya kepada MK untuk menyikapi gugatan tiga pimpinan KPK itu.
"Itu independensi hakim-hakim MK. Tidak ada yang bisa mengintervensinya," ujarnya.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai tidak ada larangan komisioner KPK mengajukan uji materi UU 19/2019 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hanya saja, menurut Arsul, keterlibatan komisioner KPK dalam gugatan itu menimbulkan ketidaktertiban pemerintahan.
Menurut Arsul memang tidak ada aturan yang melarang pimpinan KPK atau pun pimpinan lembaga negara untuk mengajukan gugatan ke MK.
Namun, paparnya, kalau yang mengajukan mengajukan judicial review itu orang yang masih duduk di sebuah pimpinan lembaga negara, maka akan ada potensi ketidaktertiban dalam pemerintahan.
Pimpinan lembaga, menurut Arsul, merupakan pelaksana UU.
Ia khawatir ke depannya bila pemerintah dan DPR merevisi UU yang mengurangi kewenangan sebuah lembaga, maka akan digugat oleh pelaksana UU itu sendiri.
"Ya kan lucu jadinya, maka ada potensi ketidaktertiban dalam etika pemerintahan, tapi ya sudah kita hormati ya," kata Arsul.
Meskipun demikian, Arsul mengatakan, pihaknya akan menjawab dalil gugatan yang diajukan pimpinan KPK sebagai pemohon gugatan.
Termasuk juga mengenai tudingan bahwa revisi UU KPK cacat formil.
"Pemerintah pasti akan memberikan jawaban dan DPR juga akan beri keterangan," ujar Arsul.
Politikus PPP ini mengatakan bahwa pihaknya sebagai pembuat UU akan menjawab dalil gugatan pimpinan KPK terhadap UU 19/2019 tentang KPK.
Mulai dari tudingan revisi UU KPK tersebut cacat formil, hingga tidak ada kesesuaian antara UU dengan UUD.
"Termasuk apakah KPK tidak diajak bicara kan begitu klaimnya," kata Arsul.
Arsul mengatakan, DPR akan mengeluarkan sejumlah dokumen terkait revisi UU KPK.
Termasuk jawaban Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki yang menginginkan adanya revisi UU KPK.
"Kan pernah saya sampaikan ketika KPK dipimpin oleh Plt ketua KPK pak Ruki. Dia menjawab pertanyaan Komisi III , apakah dukungan yang dibutuhkan KPK, salah satunya revisi UU KPK, kok," katanya.
Arsul mengatakan bahwa pihaknya menghormati permohonan uji materi yang dilakukan tiga pimpinan KPK terhadap UU KPK, meskipun hal ini berpotensi menimbulkan ketidaktertiban pemerintahan.
Sebagai pembuat undang-undang, DPR akan menjawab dan memaparkan alasan merevisi UU KPK.
"Jadi, kita akan sampaikan. Tapi, sekali lagi sebagai hak konstitusional, hak hukum, ya dari warga negara. Karena mereka mengajukan sebagai pribadi-pribadi kan itu kita hormati lah," pungkasnya.
Istana Hormati 3 Pimpinan KPK
Sementara itu, pihak istana menghormati langkah tiga pimpinan KPK mengajukan gugatan uji materi UU KPK ke MK.
"Indonesia adalah negara hukum, kami hormati sepenuhnya apa yang dilakukan oleh siapapun untuk uji materi terhadap UU KPK," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Menurut Pramono Anung, posisi pemerintah saat ini menghormati dan menunggu apa yang nanti diputuskan oleh hakim MK terhadap UU KPK.
"Sekarang sudah masuk wilayah hukum di MK. Kami hormati dan menunggu apapun yang sudah diputuskan oleh MK nanti," kata Pramono.
Negarawan
Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi tiga pimpinan KPK, yakni Agus Raharjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif, bersama 10 tokoh antikorupsi yang mengajukan judicial review (JR) terhadap UU 19/2019 tentang KPK.
WP KPK melihat hal itu merupakan tindakan yang mewakili aspirasi masyarakat dalam melawan pelemahan KPK.
Aspirasi tersebut merupakan tindakan negarawan atas upaya pelemahan KPK.
"Pegawai KPK mengapresiasi langkah impinan KPK dan tokoh nasional yang melakukan judicial review terhadap UU KPK.
Itu merupakan tindakan negarawan yang mewakili aspirasi rakyat Indonesia yang khawatir nasib pemberantasan korupsi ketika KPK dilemahkan," ujar Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap.
Langkah JR yang diambil itu, kata Yudi, merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh sembari menunggu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perppu KPK.
"Apalagi Bapak Presiden juga sudah mengungkapkan bahwa Perppu menunggu hasil dari persidangan MK.
Sehingga saat ini JR revisi UU KPK merupakan satu-satunya cara agar pemberantasan korupsi tetap berjalan," kata Yudi.
Yudi berharap, MK dapat mempertimbangkan langkah hukum yang ditempuh koalisi masyarakat dengan pimpinan KPK.
"Semoga putusan MK nantinya sesuai dengan harapan rakyat Indonesia," pungkasnya.
Tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendaftarkan permohonan uji formil terhadap UU KPK 19/2019, Rabu (20/11) 14.57 WIB.
Tiga pimpinan KPK tersebut antara lain Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Tidak hanya itu, tampak juga mantan Wakil Ketua KPK periode 2007 sampai 2017 Mochammad Jasin yang juga merupakan bagian dari pemohon gugatan.
Selain itu hadir pula mendampingi sejumlah kuasa hukum dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadana, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, dan advokat Alghifari Aqsa.
(Tribun Network/fik/ham/sen/wly)