Wawancara Eksklusif Teten Masduki: Dari Aktivis Antikorupsi hinga Urus UKM
Tugas berat harus diemban Teten Masduki (56) ketika mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Koperasi dan UKM
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Iya, saya juga menjadi anggota beberapa grup Whatsapp lah. Saya nangkep juga aspirasi mereka.
Sekarang ini Anda masih diminta masukan?
Istilahnya, saya kan sekarang sudah badui luar. Saya diminta fokus ngurusin ini (Kementerian Koperasi-UKM).
Bagaimana pendapat Anda mengenai desakan agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang (Perppu) mengenai KPK?
Kalau menerbitkanPerppu saat ini kan pasti ditolak DPR. Jadi mungkin Presiden merasa menjadi tidak perlu menerbitkan Perppu.
Opsinya Pak Presiden menunggu hasil judial review (uji materiil Undang-undang KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK). Beliau tampaknya memilih menunggu putusan MK.
Tampaknya agak berat memenangkan permohonan judicial review di MK?
Harus dilihat ketika Presiden tidak mau menandatangani Undang-undang KPK, itu kan sikap Presiden juga. Ya kalau hanya pura-pura membuat (menerbitkan Perppu) terus DPR menolak, kan namanya sami mawon (sama saja)
Beliau kan orang yang berorientasi pada hasil. Ini kan realiatas politik begitu. KPK tidak bisa dipisahkan dari realitas politik. Mengapa? Karena Undang-undang KPK dibentuk DPR, para komisionernya juga dipilih DPR.
Jadi memang sejak awal saya selalu wanti-wanti kepada teman-teman (aktivis antikorupsi), jangan sampai terlalu bersemangat tapi tidak melihat realitas. KPK dibenturkan dengan institusi lain, sehingga mengorbankan KPK sebagai institusi. Ternyata kejadian.
Spirit Pak Jokowi adalah deregulasi di bidang ekonomi, deregulasi kebijakan. Itu sudah termasuk upaya pencegahan terhadap korupsi.
Sebetulnya deregulasi itu memangkas perizinan. Rantai panjang perizinan membuka peluang korupsi dan abuse of power (penyalahgunaan wewenang). Itu harus dilihat sebagai upaya pencegahan.
Apa maksud lain dari penyederhaan birokrasi?
Agar APBN jangan dihambur-dihamburkan tetapi tidak membawa manfaat kepada orang banyak. APBN kan disusun berdasarkan fungsi, disusun dari bawah. Bukan dari rakyat. Dari pejabat eselon IV naik hingga ke tingkat ke menteri.
Akibatnya apa? Anggaran habis membiayai mesin birokrasi. Seperti ini dari tahun ke tahun. Ganti presiden tidak ada gunanya. Presiden sulit untuk mewujudkan janji politiknya karena APBN habis untuk biaya pegawai.