Gerindra dan Prabowo Bikin NasDem tak Nyaman di Koalisi Jokowi, Surya Paloh Merasa Punya Jasa Besar
Masuknya Partai Gerindra dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto ke koalisi pemerintahan Joko Widodo dinilai mengganggu
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Masuknya Partai Gerindra dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto ke koalisi pemerintahan Joko Widodo dinilai mengganggu kenyamanan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh yang selama ini menjadi sentral setelah Ketua Umum Megawati Soekarno Putri di koalisi pemerintah.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (SP) dinilai merasa kecewa karena merasa memiliki jasa besar menjadikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden untuk periode kedua, namun merasa tak mendapat kompensasi memadai.
Hal itu yang diduga menjadi penyebab berbagai manuver politik sebagai wujud kekecewaan sekaligus upaya bargaining baru terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan koalisi pemerintahan yang didominasi PDI Perjuangan (PDIP).
Menurut Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati, manuver Nasdem belakangan ini menunjukkan adanya konstelasi di internal parpol pendukung pemerintahan.
• Peringati Hari Pahlawan, Ketua DPRD Sulut Ziarah ke TMP Kairagi
• Viral di Medsos, Cerita Seorang Gadis Melamar Kerja dan Mendapat Syarat Harus Rela Dipegang Bos
• Dua Bulan Sejak Diluncurkan, Penjualan Honda Genio Tembus 1.044 di Sulutgomalut
Nasdem tak puas dan mengambil narasi berbeda, cenderung apatis untuk bisa mewarnai periode kedua pemerintahan Jokowi.
Baca: Nasdem Sebut Hubungannya dengan PKS Masih Taaruf
Dan manuver pun melakukan semua sumber daya yang ada. Karena bermasalah dengan internal koalisi, maka Nasdem menggunakan yang di luar koalisi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Surya Paloh tampaknya merasa punya andil besar terhadap Jokowi dan merasa tak mendapat kompensasi memadai sehingga muncul ketidakpuasan dan bermanuver seperti ini," kata Mada Sukmajati, Minggu (10/11/2019).
Menurut dia, manuver itu sekaligus berupaya membangun upaya bargaining baru terhadap Jokowi dan koalisi.
"Jadi ini sekaligus Surya Paloh ingin menunjukkan bahwa dia punya ruang yang besar untuk bermanuver sehingga dia mengajak Anies, mengajak PKS, ingin lebih menunjukkan imej ke Jokowi dan publik, bahwa dia masih punya kekuatan," beber Mada.
Lebih lanjut, jika ditanya apakah manuver itu efektif bagi pemerintahan atau tidak, Mada menilai sangat tergantung kepada sikap Jokowi serta parpol pendukung.

Bila manuver Nasdem ini dianggap mengganggu jalannya pemerintahan Jokowi periode kedua, maka pasti akan muncul respons positif.
"Misalnya apakah Surya Paloh didekatkan ke Jokowi, semisal sebagai penasehat presiden. Atau alokasi lainnya seperti tambahan wakil menteri untuk Nasdem," kata Mada.
Namun bisa juga Jokowi dan parpol pendukung melihat manuver Nasdem sebagai sesuatu yang tak ada manfaatnya. Sehingga responsnya juga berbeda.
"Bisa jadi justru Nasdem dieksklusi dari Jokowi dan parpol pendukungnya," imbuh Mada.