Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Lifestyle

Lebih Murah Mana, Kesehatan atau Liburan?

Kita belum sampai pada kebiasaan ‘sedia payung sebelum hujan’ untuk urusan kesehatan

Editor: Finneke Wolajan
StyleCraze
Kesehatan atau liburan, lebih murah mana? 

Padahal, makan siang yang dihidangkan sehabis seminar saja masih jauh dari kata sehat.

Petinggi korporasi mengandaikan dengan membuat satu kali seminar, lalu tuntaslah tanggung jawab perusahaan untuk urusan promotif dan preventif penyakit seram-seram mulai dari stroke, kanker, gagal ginjal, dan serangan jantung.

Lebih konyol lagi, pengandaian ditambah dengan pertimbangan agar peserta tidak mengantuk dan bosan, maka selain narasumber kesehatan dihadirkan pula artis top – yang bukan hanya bikin gaduh, tapi justru membuyarkan fokus bahasan.

Di atas itu semua, yang lebih menyakitkan hati, honor si artis bisa lima hingga sepuluh kali lipat lebih besar dari uang jasa yang dikeluarkan untuk narasumber utamanya.

Kembali ke level rumah tangga, fenomena serupa terjadi.

Uang yang dihabiskan untuk rekreasi dan hiburan (termasuk rokok – karena hanya untuk pemuasan kecanduan individual) jauh lebih besar ketimbang biaya membuat tubuh tetap sehat.

Biaya makan dan minum tidak bisa dikategorikan untuk memelihara tubuh, jika yang dimakan dan diminum justru akhirnya akan menjerumuskan diri ke dalam cengkraman penyakit yang tidak langsung muncul.

Belakangan ini saya lebih sering melihat orang makan dan minum sebagai sarana ‘rekreasi’.

Ada kepuasan dan kebanggaan sekaligus saat orang bisa membeli makanan dan minuman yang sedang tren dan ‘hits’ – seakan-akan ia masuk dalam ‘kelompok itu’.

Remaja dan golongan milenial kebetulan mempunyai dahaga dan keharusan untuk bisa diterima eksistensinya – di mana eksistensi itu muncul dengan berbagai jenis barang konsumsi sebagai simbol.

Dan barang konsumsi yang paling murah sekaligus mudah didapat, tentunya adalah makanan dan minuman.

Jika dihitung-hitung, berbagai cara untuk merekreasikan diri apabila dijumlah dalam satu kurun waktu, mungkin bisa dijadikan uang muka rumah masa depan.

Sayangnya, sudah habis terkonsumsi yang ujung-ujungnya bahkan membuat konsumennya harus bayar dobel: karena rekreasi yang salah berakibat masalah kesehatan.

Belum lagi jika rekreasi yang salah itu memberi dampak adiksi. Yang mana adiksi tidak bisa dihabisi hanya lewat ceramah dan seminar.

Adiksi tidak selalu berupa narkoba, tapi kebiasaan baru yang menagih – setiap pulang kantor harus mampir beli minuman yang di zaman orang tuanya saja tidak dikenal.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved