Erdogan Kukuh Hancurkan Suriah: Embargo Senjata Tak Mempan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa ancaman sanksi maupun embargo senjata tidak akan mampu menghentikan operasi militer
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, ANKARA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa ancaman sanksi maupun embargo senjata tidak akan mampu menghentikan operasi militer Turki terhadap Kurdi di Suriah.
Pernyataan itu disampaikan Erdogan menanggapi keputusan sejumlah negara yang mengatakan menangguhkan pengiriman senjata mereka ke Turki karena operasi militer yang dilancarkan Ankara.
• Mantan Penyerang Liverpool Emile Heskey Sebut Firmino Sebagai Jembatan Sempurna
"Setelah kami meluncurkan operasi (militer) kami, kami menghadapi berbagai ancaman seperti sanksi ekonomi hingga embargo penjualan senjata." "Mereka yang berpikir bahwa mereka dapat membuat Turki membatalkan serangan militer dengan ancaman seperti itu sangat keliru," ujar Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi.
Sebelumnya diberitakan, Prancis dan Jerman pada Sabtu (12/10/2019) telah memutuskan untuk menangguhkan ekspor senjata mereka ke Turki atas serangan yang dilancarkan militer negara itu terhadap Kurdi di Suriah.
Turki melancarkan serangan lintas perbatasan terhadap pejuang Kurdi yang menjadi bagian dari Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), yang dipandang oleh Ankara sebagai teroris.
YPG telah menjadi tulang punggung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi dan menjadi sekutu utama dalam operasi yang dipimpin AS melawan kelompok ISIS di Suriah.
Meski demikian, Ankara menganggap YPG sebagai perpanjangan dari teroris pemberontak Kurdi yang telah berperang melawan Turki selama tiga dekade.
• Dearly dan Anneth Bintangi Film Kurindu Natal Keluarga (KNK) Sinterklas dari Jakarta
Serangan militer mematikan oleh Turki terhadap Kurdi di Suriah timur laut disebut telah memaksa hingga 130.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Disampaikan PBB, jumlah pengungsi dan orang-orang yang terdampak operasi militer Turki di Suriah masih dapat bertambah hingga menjadi tiga kali lipat.
"Kami telah bergerak untuk skenario perencanaan di mana hingga 400.000 orang dapat telantar, baik di dalam maupun di sekitar daerah terdampak serangan," kata Jens Laerke, juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), Minggu (13/10/2019).
Ditambahkannya bahwa ratusan ribu orang tersebut akan membutuhkan "bantuan dan perlindungan". PBB sebelumnya telah mengatakan, Jumat (11/10/2019), sekitar 100.000 orang telah dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka sejak awal serangan militer Turki pada hari Rabu (9/10/2019).
Ankara melancarkan Operasi Peace Spring, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memerintahkan kepada seluruh pasukan AS untuk mundur dari perbatasan.
Pada Minggu, PBB kembali memperingatkan jumlah pengungsi yang terus bertambah dari daerah pedesaan di sekitar Tell Abyad dan Ras al-Ain dengan perkiraan terkini telah lebih dari 130.000 orang.
• Humas PB Gabsi : Merugikan Induk-induk Organisasi Cabor
"Jumlah lebih rinci belum dapat dipastikan," kata badan PBB dalam dokumen penilaian yang telah diperbarui. Sebagian besar warga yang mengungsi memilih tinggal di tempat kerabat atau pun di tempat penampungan komunitas.
Namun tidak sedikit pula yang sudah tiba di tempat penampungan kolektif seperti di gedung-gedung sekolah. PBB memperingatkan dampak eskalasi serangan Turki atau perubahan mendadak dalam kendali atas wilayah.
"Kekhawatiran serius muncul terhadap risiko yang dihadapi ribuan orang telantar yang rentan, termasuk wanita dan anak-anak di berbagai kamp pengungsian," lanjut pernyataan PBB, yang merujuk pada Al-Hol, sebuah kamp yang menampung anggota keluarga tersangka ISIS yang ada di luar area yang ditargetkan Turki.