Penembakan Pejabat di Indonesia
Ini Kemiripan Jenderal Wiranto dan Presiden Soekarno, Jadi Sasaran Penembakan, Ini yang Bikin Lolos
Ternyata rencana pembunuhan yang menimpa Menkopolhukam, Jenderal (Purn) Wiranto sudah sering dialami pejabat, termasuk sejak masih jaman Presiden S
TRIBUNMANADO.CO.ID, MATARAM - Ternyata rencana pembunuhan yang menimpa Menkopolhukam, Jenderal (Purn) Wiranto sudah sering dialami pejabat, termasuk sejak masih jaman Presiden Soekarno.

Percobaan pembunuhan pada pejabat negara ternyata tak hanya dialami oleh Menkopolhukam Wiranto.
Soekarno bahkan hampir mengalami percobaan pembunuhan ketika tengah melaksanakan sholat Ied.
Kala itu, nyawa Soekarno hampir melayang di tangan penembak jitu.
Pada Rabu (10/10/2019), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto ditusuk orang tak dikenal.
Baca: Pakai Baju Adat Minahasa, Kepala BPS RI Resmikan Mako Sensus Penduduk 2020 BPS Sulut
Baca: BROWNIS TTV Kena Sanksi KPI, Bahas Kasus Nikita Mirzani Jadi Salah Satu Penyebab
Baca: Dibekali Snapdragon 730G dan Kamera 64 Megapiksel, Oppo K5 Meluncur
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo.
Saat kejadian terjadi, Wiranto baru saja beranjak keluar dari mobil usai menghadiri acara peresmian di Universitas Mathla'ul Anwar di Pandeglang, Banten.
Kemudian seorang pria langsung mendekat dengan membawa senjata tajam, masih didalami apakah senjata tersebut berupa gunting atau pisau.
Dikutip dari Kompas TV via Kompas.com, Brigjen Dedi Prasetyo mengungkap Kapolsek yang berada di dekat Wiranto terluka akibat upaya penyerangan terhadap Wiranto.
Sementara penyerang telah diamankan aparat keamanan dan diperiksa, belum diketahui motif penusukan tersebut.
Melihat kembali puluhan tahun silam, upaya penyerangan terhadap tokoh-tokoh pemerintahan kerap terjadi.
Bahkan Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno berkali-kali menjadi target pembunuhan.
Namun penyerangan terhadap Sang Putra Fajar berkali-kali pula gagal.

Salah satu upaya pembunuhan itu saat Soekarno melaksanakan sholat Idul Adha.
Dalam buku Soekarno Poenja Tjerita terbitan Bentang tahun 2016, penyerangan itu terjadi pada 14 Mei 1962.
Kala itu Sanusi diperintah Kartosoewiryo yang merupakan pimpinan Negara Islam Indonesia (NII) untuk membunuh Soekarno.
Kartosoewiryo sendiri sebenarnya adalah teman Soekarno saat masih kos di Gang Peneleh, Surabaya.
Mendapat perintah, Sanusi menunggu momen yang tepat untuk melaksanakannya.
Dia memilih momen Idul Adha karena diketahui penjagaan Istana tidak begitu ketat.
Sehari sebelum upaya pembunuhan Soekarno.

Dalam autobiografi Mangil berjudul Kesaksian tentang Bung Karno, 1945-1967, Minggu pagi 13 Mei 1962 Mangil Martowidjojo, Komandan Kawal Pribadi Soekarno kedatangan Komandan Pengawal Istana Presiden, Kapten CPM Dachlan.
Kapten Dachlan menyampaikan ada upaya pembunuhan dari kelompok Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) terhadap Presiden Soekarno di Hari Raya Idul Adha.
Pasalnya pada 14 Mei 1962 Soekarno akan melaksanakan sholat Ied di halaman Istana dengan beberapa tokoh agama, dan terbuka bagi siapa saja.
14 Mei 1962
Pagi buta, Mangil sudah datang ke tempat Soekarno akan melaksanakan sholat berjamaah, semua sudut diperiksa Mangil dan anak buahnya.
Mangil merencanakan enam pos dengan masing-masing ditempati dua pengawal demi mengantisipasi serangan bersenjata dari luar.
Peserta sholat Ied mulai berdatangan dan baris atau saf diatur.
Disebutkan Mangil mendapat informasi dari Kepala Rumah Tangga Istana Soehardjo Hardjowardojo siapa saja yang ada di barisan pertama hingga keempat.
Baris pertama diisi oleh Soekarno dan personel Angkatan Darat. Begitu pula baris kedua hingga keempat diisi personel militer dan kepolisian.
Sementara anak-anak buah Mangil tersebar berselang-seling di belakang Soekarno.
Mangil dan Sudiyo menempatkan diri di depan presiden menghadap orang-orang yang sholat demi keamanan.
Bayangan Soekarno bergeser-geser
Soekarno menjadi sasaran pembunuhan saat sholat Idul Adha
Pada rakaat kedua sholat Ied yang awalnya tenang berubah jadi kacau.
Saat rukuk, terdengar teriakan takbir disusul suara tembakan. Sanusi menembakkan pistol ke arah Soekarno.
Beruntung, peluru tersebut gagal meluncur ke arah Soekarno.
Kendati demikian, sejumlah jamaah salat Idul Adha mengalami luka akibat tertembak di bahu dan punggung.
"Penembakan yang dilakukan dari jarak sekitar 7 meter (penembak berada di saf ketujuh), meleset," begitu penjelasan dalam buku itu.
Hal ini terlihat mustahil lantaran Sanusi merupakan penembak jitu alias sniper andalan DI/NII.
"Jalan kematian memang bukan kuasa manusia," tulis buku itu.
Namun, berdasarkan pengakuan Sanusi, pandangannya mendadak kabur saat akan menembak.
Yang dilihatnya adalah bayang-bayang sosok Soekarno yang bergeser-geser, dari satu posisi ke posisi lain.
"Karena itulah, tembakannya pun menjadi ngawur," tambah buku tersebut.
Dalam sidang, Sanusi Firkat alias Usfik, Kamil alias Harun, Djajapermana alias Hidajat, Napdi alias Hamdan, Abudin alias Hambali, dan Mardjuk bin Ahmad Dijatuhi hukuman mati.
Selain menangkap mereka, pemerintah saat itu juga berhasil menangkap Kartosoewiryo.
Kartosoewiryo ditangkap tentara Siliwangi saat bersembunyi di dalam gubuk yang ada di Gunung Rakutak, Jawa Barat,4 Juni 1962.
Vonis mati dijatuhkan kepada Kartosoewiryo.
Soekarno menolak grasi mantan sahabatnya itu, sehingga Kartosoewiryo pun tetap dieksekusi mati.
Meski begitu, Soekarno bertanya kepada regu tembak pasca eksekusi itu dilakukan.
"Bagaimana sorot matanya? Bagaimana sorot mata Kartosoewiryo? Bagaimana sorot matanya?" tanya Soekarno.
Mendapatkan pertanyaan itu mereka pun menjadi bingung.
Meski demikian, seorang ajudan spontan menjawabnya.
"Sorot mata Kartosoewiryo tajam. Setajam tatapan harimau pak," jawabnya.
Mendapatkan jawaban seperti itu, Soekarno lantas bernafas lega, dan melempar tubuh ke sandaran kursi,
Tak lama setelah itu, Soekarno pun mendoakan keselamatan arwah Kartosoewiryo. (Sosok.id/ Seto Ajinugroho)