Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Awal Mula

Ternyata Ada Sejarahnya Frasa 1x24 Jam Harap Lapor, Belanda dan Jepang Menggunakannya

Pernah melihat ada tulisan atau mendengar sebutan "1x24 Jam Harap Lapor".Ya hal itu sudah menjadi umum

(TRIBRATA SUMEDANG)
Spanduk 1x24 jam wajib lapor terpampang di sebuah jalan. Ini Awal Mula Istilah 1X24 Jam Harap Lapor: Ternyata Ini Warisan 2 Penjajah Kontrol Warga. 

Kedua, seseorang yang pindah ke sebuah kampung tapi tidak memberitahukan nama, pekerjaan, dan tempat asal kepada kepala kampung dalam waktu 24 jam setelah tiba di kampung tersebut.

Ketiga, seorang yang menerima tamu tapi tidak melaporkan nama, pekerjaan dan tempat asal orang tersebut kepada kepala kampung dalam 24 jam.

Dan dia tidak memberitahukan kepala kampung atas kepergian orang tersebut.

Aturan 1 x 24 jam dibuat “karena dalam setiap daerah (negri) ada yang memimpin, atau orang yang bertanggung jawab untuk mempertahankan keamanan publik (kaslametannja orang banjak), yang harus diberitahu ketika ada orang yang datang dan pergi … sehingga tidak seorang pun yang akan ceroboh untuk meninggalkan tempat itu atau membawa orang lain ke tempat itu tanpa memberitahukan kepada pemimpin setempat atau polisi. Hal ini juga untuk mencari pelaku, atau orang lain lebih mudah,” tulis L. Th. Mayer sebagaimana dikutip Barker.

Aturan 1 x 24 jam diterapkan dengan efektif pada masa Orde Baru dengan “RT/RW sebagai pihak yang mendapat ‘kehormatan’ untuk menerima laporan 1 x 24 jam dari warga yang nyelonong ke kampungnya melebihi batas waktu tersebut,” tulis tajuk Sinar Harapan, 1 November 2004.

Di pinggiran kota Bandung yang miskin, ketika Barker melakukan penelitian dan tinggal dengan kepala RW, pemantauan kedatangan dan kepergian orang-orang menjadi sebagian besar pekerjaan ketua RW dalam 1 x 24 jam.

Tapi sistem pelaporannya dapat bervariasi dengan aturan yang berbeda.

Di wilayah perkotaan hal penting tentang laporan ini adalah bahwa identitas pengunjung dicatat dalam sebuah buku.

“Pertanyaan umum yang biasa ditanyakan kepada pengunjung seperti dari mana berasal, bagaimana datangnya, dan akan tinggal bersama keluarga siapa,” kata Barker.

Dipakai Juga Jepang Lalu Diadopsi Orde Baru

Peranan RT/RW melakukan kontrol keamanan di lingkungannya dengan menerapkan aturan 1 x 24 jam wajib lapor diadopsi oleh Orde Baru dari sistem tonarigumi saat pendudukan Jepang di Indonesia.

Menurut Pramoedya Ananta Toer dalam Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer sejak pendaratannya di Jawa pada 1942, Jepang menghidupkan kembali surat jalan dan bertempat tinggal (Wijk en Passenstelsel) yang diperkenalkan dan dikenakan oleh VOC kepada penduduk Tionghoa.

Jepang mengenakannya kepada seluruh penduduk Jawa.

“Orang harus memiliki keterangan penduduk. Untuk bepergian ke luar daerahnya harus ada surat keterangan khusus. Menginap di luar domisili harus melapor ke pejabat setempat. Semua ini diawasi oleh tonarigumi yang ada di setiap kampung,” tulis Pram.

Aiko Kurasawa dalam Mobilisasi dan Kontrol menulis bahwa tonarigumi resmi dikenalkan di Jawa pada Januari 1944.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved