Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Terkini

Jokowi Pertimbangkan Terbitkan Perppu KPK, Ketua DPR: Kami Dukung Sepenuhnya

Presiden Joko Widodo menyatakan akan mempertimbangkan penerbitan peraturan perundang-undang komisi pemberantasan korupsi

Editor: Rhendi Umar
Tribunnews
Jokowi dan Bambang Soesatyo 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden Joko Widodo menyatakan akan mempertimbangkan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Keputusan tersebut diambil Jokowi setelah mendapatkan masukan dari para tokoh yang ia temui.

"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan juga yang diberikan pada kita. Utamanya memang masukan itu berupa penerbitan perppu," ungkap Jokowi

Jokowi pun, masih mengkalkulasi soal Perppu KPK baru selanjutnya akan diputuskan.

"Tentu saja ini akan segera kita hitung, kita kalkulasi. Nanti setelah kita putuskan, akan juga kita sampaikan pada senior dan guru-guru saya yang hadir hari ini," lanjutnya.

Sementara itu terkait penerbitan Perppu KPK, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), mendukung langkah Presiden.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dalam keterangannya menjelaskan apapun yang akan dilakukan oleh Presiden, prinsipnya DPR mendukung sepenuhnya.

"Kami mendukung, karena semua sekarang berpulang sekarang kepada pemerintah,"jelasnya.

Disinggung jik Perppu benar dikeluarkan Presiden, Bambang lantas menjawab  hal tersebut merupakan wewenang pemimpin DPR selanjutnya.

"Nanti tanya, DPR baru in, kan saya sudah berakhir. Kalau sudah diputuskan maka DPR yang kemudian akan membahasnya," jelasnya

Hari Ini Bertemu Mahasiswa

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan bertemu dengan mahasiswa, Jumat (27/9/2019).

Jokowi mengapresiasi aksi demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa pada Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019).

Di hadapan awak media setelah menggelar pertemuan bersama sejumlah tokoh, Jokowi menyatakan masukan-masukan yang disampaikan para mahasiswa akan menjadi catatan besar.

Tak hanya itu, Jokowi juga mengatakan pemerintah akan bertemu dengan para mahasiswa besok.

"Saya menyampaikan mengenai penghargaan saya atau apresiasi saya terhadap demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa. Yang ini saya kira sebuah bentuk demokrasi di negara kita."

"Masukan-masukan yang disampaikan kepada saya, menjadi catatan besar dalam rangka memperbaiki yang kurang dari negara kita," ungkap Jokowi di hadapan awak media di Istana Merdeka, Kamis (26/9/2019).

"Besok kami akan bertemu para mahasiswa, terutama BEM," tambah dia.

Saat ditanya mengenai aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian pada demonstran, Jokowi menyebutkan akan berbicara langsung pada Kapolri.

"Nanti saya akan laporan langsung pada Kapolri agar menangani setiap demonstrasi itu dilakukan dengan cara-cara yang tidak represif," terang Jokowi.

"Tapi kalau sudah anarkis, seperti tadi malam, ya memang harus tindakan represif," tandasnya.

Revisi UU KPK Hilangkan OTT

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengkritik persetujuan pemerintah terkait revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).

Kritikan keras Refly Harun, disampaikannya saat menjadi narasumber acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (25/9/2019).

Refly menyebut kesalahan fatal pemerintah adalah ketika UU KPK itu disetujui.

Menurutnya dalam UU KPK ada dua soal yang bermasalah yaitu prosedur dan substansinya.

Refly menerangkan, prosedur dalam UU KPK yang sudah disetujui pemerintah, membuat operasi tangkap tangan dari KPK tidak akan lagi terlaksana.

"Kalau kita mengikuti prosedur maka tidak adalagi operasi tangkap tangan, dan itu kecerobohan yang luar biasa," tegasnya di depan pembawa acara Aiman Witjaksono.

Refly kemudian mengungkap sisi lain kelemahan dari UU KPK dalam pasal 12 B.

Isi pasal tersebut menjelaskan soal penyadapan yang harus ada izin dari dewan pengawas.

Refly menyebut pengertian pasal tersebut jangan hanya di mengerti sampai disitu saja.

"Coba baca penjelasannya, izin penyadapan diberikan setelah dilakukan gelar perkara di depan dewan pengawasan," ungkapnya

"Bagaimana mungkin kita mengott seseorang, kalau sebelum OTT kita harus melaksanakan gelar perkara. Karena kalau kita mengott orang tanpa sadapan, kita kan nda tau konteksnya seperti apa," jelasnya

Refly pun memberikan satu contoh kasus.

"Misalnya saya memberikan satu tas uang kepada seseorang, kan tidak mungkin ditangkap KPK kalau tidak ada konteks percakapan yang disadap," jelasnya

Mendengar hal tersebut pembawa cara Aiman pun ikut berpikir, semestinya permasalahan ini sudah bisa dibayangkan oleh pembuat Undang-undang dan Pemerintah

"Artinya kalo itu diloloskan ada kesengajaan untuk menghilangkan OTT KPK, ujar Aiman,"

Refly pun kembali menjabarkan soal area pelemahan dalam UU KPK.

Area tersebut yaitu meletakan KPK dibawa eksekutif, dimana KPK tidak lagi menjadi badan indepedent.

"Ini bisa memberikan legitimasi bagi eksekutif untuk membuat peraturan pemerintah, karena itu lembaga dirana eksekutif, demi menjalankan undang-undang sebagaiaman semestinya" jelas Refly.

Selain itu pelemahan lainnya yang dinilainya, saat pegawai KPK dijadikan ASN yang bertugas sebagai penyidik dan penyelidik.

"Kalau mereka membalelo paling tinggal dipindakan saja, beda dengan lembaga independent, hanya pegawai lingkup internal KPK," jelasnya.

Kemudian soal dewan pengawas KPK yang memiliki tiga fungsi.

Pertama, fungsi pengawasan yang dinilainya seperti bawaslu di pemilu.

Kedua, fungsi instansi pemberian izin menyadap, menggeledah dan menyita.

Ketiga dewan pengawas seperti (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI
(DKPPP) yang menyidangkan pelanggaran kode etik pimpinan KPK dan pegawai KPK.

"Kalau kita bicara adminitrasi pemerintahan, dimana-mana pegawai cukup ditindak oleh pimpinannya dalam hal ini pimpinan KPK atau Sekjen KPK. Yang jadi persoalan pimpinan dan pegawai disamakan yang bisa disidang kode etik oleh dewan pengawas KPK," jelasnya

"Jadi ini skenario besar melumpuhkan KPK,"tandasnya (*)

SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO TV:

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved