Polemik RKUHP
Respon PSI Terhadap Putusan Jokowi Tunda RKUHP, Terima Kasih Sudah Mendengar Suara Rakyat
Langkah Jokowi ini mengindikasikan pemerintah tak berjalan sendiri, melainkan tetap mendengar aspirasi masyarakat.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Jubir Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dini Purnomo menyambangi redaksi terhadap keputusan Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
“Terima kasih Pak Jokowi, yang telah memerintahkan penundaan pengesahan.
Pasal-pasal di RKUHP memang banyak yang bermasalah,” kata Juru Bicara PSI, Dini Purwono, Jumat (20/9/2019).
Langkah Jokowi ini mengindikasikan pemerintah tak berjalan sendiri, melainkan tetap mendengar aspirasi masyarakat.
“Aspirasi itu termasuk dari PSI, yang sejak awal menolak dan memberikan catatan kritis terkait RUKHP kepada presiden.
RKUHP ini lebih buruk dari KUHP yang sekarang ada.
Baca: Identitas Pemeran Video Panas Berseragam PNS Pemprov, Terungkap Motif Sebarkan Rekaman 2,20 Menit
Baca: Nagita Slavina Pede Tampil Nyentrik Saat Hadiri Acara Awards, Jadi Selebriti Wanita Terfavorit
Baca: VIRAL, Pria Alami Stroke Jelang Pernikahan, Mempelai Wanita Tetap Mencintai: Saya Bersyukur
FOLLOW FACEBOOK TRIBUN MANADO
Karena tidak ada satu pun pasal dari KUHP lama yang dihapus.
Cuma menambah pasal-pasal baru yang blunder dan malah menghidupkan kembali pasal-pasal lama yang bersifat kolonial dan sudah dicabut MK,” kata Dini.
PSI juga mengapresiasi semua elemen yang telah bersama-sama menolak RUKHP.
Inilah wujud ideal dalam demokrasi bahwa ada mekanisme check and balances.
Di Istana Bogor, Jumat siang, Presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RKUHP.
"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini.
Agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," ujar Jokowi.
Baca: VIRAL Foto dan Video Durasi 2 Menit Adegan Tak Senonoh Wanita yang Diduga ASN, Ini Tanggapan Pemprov
Baca: Begini Isi Rumah Dinas Menpora Imam Nahrawi, Miliki Ruang Tamu Unik hingga Lapangan & Kolam Pribadi
Baca: Peringatan Dini BMKG Gelombang Tinggi Mencapai 4 Meter Besok Sabtu 21/9/2019 di Wilayah-wilayah Ini
FOLLOW INSTAGRAM TRIBUN MANADO
Ia menyebut permintaan ini karena mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RKUHP.
Sejak awal, PSI menolak RKUHP karena tiga alasan utama. Pertama, pengadopsian secara serampangan living law atau hukum yang hidup di masyarakat dengan memasukkan pasal-pasal terkait pidana adat.
“Penjelasan Pasal 2 ayat (1) RKUHP menjelaskan bahwa yang “hukum yang hidup di masyarakat” akan diatur dalam perda.
Hal ini akan berdampak pada munculnya perda-perda diskriminatif dan intoleran di seluruh Indonesia,” kata Dini.
Kedua, lanjut Dini, RKUHP sangat berpotensi memicu efek negatif terhadap sektor usaha.
Terutama, terkait Pasal 48 dan pasal 50.
Pasal 48 berbunyi: “Tindak pidana korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tapi dapat mengendalikan korporasi.”
Sementara, Pasal 50 berbunyi: “Pertanggungjawaban atas tindak pidana oleh korporasi dikenakan terhadap korporasi,
pengurus yang punya kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat korporasi.”
Baca: Keanehan Setelah Mbah Pani Akhiri Tapa Pendem, Fenomena Liang Kubur Terus Keluarkan Air
Baca: Kisah Rumah yang Dikepung Kompleks Apartemen, Lies Sampai Harus Bayar Karcis Masuk ke Pengelola
Baca: PKS Ngotot Sahkan Revisi KUHP: Jokowi Tunda Pengesahan
“Dua pasal itu tidak kondusif untuk dunia usaha karena menciptakan ketidakpastian hukum.
Pengusaha atau pengurus korporasi akan takut melakukan tindakan apa pun karena bila business judgment mereka salah maka rentan dipidana,” kata Dini.
Terakhir, menurut Dini, RKUHP terlalu banyak masuk ke dalam ranah privat warga negara.
Hukum pidana seharusnya fokus kepada apa yang dimaksud dengan “kejahatan”, apa elemen-elemennya.
Konsep kejahatan dalam hal ini harus obyektif dan universal, tidak bisa hanya berpatokan kepada adat kebiasaan atau agama tertentu.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Baca: VIRAL, Bocah Papua Tenggelam Diselamatkan Prajurit TNI, Berikan Nafas Buatan hingga Sadar
Baca: Ular Berkaki Mirip King Kobra Ditemukan Mati Kebakaran Hutan di Riau, Penjelasan Ahli Reptil LIPI
Baca: Garuda Muda Indonesia U-16 Pesta Gol ke Gawang Brunei Darussalam 8-0
SUBSCIBE YOUTUBE CHANNEL TRIBUN MANADO OFFICIAL