BJ Habibie Meninggal
MENGENAL BJ Habibie, Satu-satunya Presiden Indonesia yang Dari Luar Jawa, Ini Profilnya!
Tapi tahukan kamu kalau Habibie ternyata merupakan Presiden Indonesia yang satu-satunya berasal dari luar Jawa?
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
TRIBUNMANADO.CO.ID - MENGENAL BJ Habibie, Satu-satunya Presiden Indonesia yang Dari Luar Jawa.
Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie), FREng meninggal dunia pada Rabu (11/09/2019) sekitar pukul 18.05 WIB.
Berbicara soal Habibie, pasti ada diantara kita ada yang langsung membahas kisah cintanya.
Ya BJ Habibie memang dikenal dengan sosok pria yang memiliki kisah cinta yang inspiratif.
Presiden ke-3 RI itu juga dikenal dengan dengan sebutan Bapak Teknologi Indonesia.
Baca: BJ Habibie Masuk Daftar 1 dari 5 Tokoh Jenius di Dunia, IQ Albert Einstein 160, Kalau Habibie?
Ada banyak prestasi yang BJ Habibie raih semasa hidupnya.
Tapi tahukan kamu kalau Habibie ternyata merupakan Presiden Indonesia yang satu-satunya berasal dari luar Jawa?
Untuk mengetahui lebih jelas berikut profil atau biodata lengkap BJ Habibie yang Tribunmanado.co.id kutip dari WikipediA dan berbagai sumber.
Habibie atau FREng aalah pria dengan nama asli Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie.
Baca: 53 Kata Mutiara dan Kutipan Bijak Milik BJ Habibie serta Tokoh Dunia: Sasa Depan Adalah Milik Kita
Habibie adalah laki-laki kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan.
BJ Habibie lahir pada 25 Juni 1936.
BJ Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga.
Sebelumnya, BJ Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ke-7, menggantikan Try Sutrisno.
BJ Habibie menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999.
BERITA POPULER:
Baca: Potret Raymond Hartanto, Adik Boy William yang Meninggal Dunia: Aku Selamanya Menjadi Kakakmu
Baca: VIRAL Pria Mirip Pemain Film Yesus Datang ke Minahasa, Berdoa di Watu Pinawetengan: Kita Diberkati
Baca: Kisah Cinta BJ Habibie dan Ainun, Ngaku Tak Pernah Naksir: Kalau Pun Saya Naksir Belum Tentu Dia Mau
Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), BJ Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
Dari sekian banyak presiden Indonesia, BJ Habibie pun merupakan satu-satunya Presiden yang berasal dari etnis Gorontalo, Sulawesi dan bukan berasal dari etnis Jawa.
Diketahui memang Presiden pertama Indonesia Dr. Ir. H. Soekarno adalah presiden berdarah Surabaya, Jawa Timur.
Sedangkan Presiden ke-2 Indonesia Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto adalah putra kelahiran Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul.
Kalau Habibie adalah laki-laki kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan.
Sementara Dr. K. H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur Presiden Indonesia yang keempat.
Gusdur adalah pria kelahiran Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Sementara Dr. Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau umumnya lebih dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri atau biasa disapa dengan panggilan "Mbak Mega" adalah Presiden Indonesia yang kelima.
Megawati juga lahir di Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya ada Jenderal TNI Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A., GCB., AC yang merupakan Presiden ke-6 Indonesia.
SBY sendiri lahir Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Selanjutnya Ir. H. Joko Widodo atau Jokowi adalah Presiden ke-7 Indonesia yang mulai menjabat sejak 20 Oktober 2014 ini adalah pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah.
Sehingga jika dilihat memang BJ Habibie bisa dikatakan sebagai satu-satunya Presiden Indonesia yang memang berasal dari luar etnis Jawa.
BJ Habibie pun merupakan satu-satunya Presiden yang berasal dari etnis Gorontalo, Sulawesi dan bukan berasal dari etnis Jawa.
Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menginisiasi dibangunnya Monumen BJ Habibie di depan pintu gerbang utama Bandar Udara Djalaluddin, di Kabupaten Gorontalo.
Selain itu, masyarakat Provinsi Gorontalo pun sempat mengusulkan nama BJ Habibie digunakan sebagai nama universitas negeri setempat, menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo yang masih digunakan.
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo
Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo sedangkan ibunya dari etnis Jawa.
Alwi Abdul Jalil Habibie (Ayah dari B. J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam Pohala'a Suwawa yang dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
Sementara itu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo (Ibu dari B. J. Habibie) merupakan anak seorang spesialis mata di Jogjakarta, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.
Pernikahan
Pada awalnya, kisah cinta antara Habibie dan Ainun bermula sejak masih remaja, ketika keduanya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Namun, keduanya baru saling memperhatikan ketika sama-sama bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa Barat.
Namun, komunikasi mereka akhirnya terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman, sementara Ainun tetap di Indonesia dan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962.
Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Setelah berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun akhirnya memilih opsi yang kedua.
Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Kisah Cinta
Kisah cinta Habibie dan Ainun dibuatkan film yang menguras air mata.
Habibie yang cerdas ternyata sangat penyayang dan romantis.
Namun, romantis dan kasih yang diberikan cara Habibie cukup sederhana.
Padahal, dia sangat lama tinggal di Eropa dengan budaya yang berbeda jauh dari Indonesia.
Habibie menemani Ainun di rumah sakit sampai akhir hayat.
Setelah Ainun meninggal, Habibie setiap Minggu berziarah ke makam istrinya.
Bunga sedap malam, kesukaan istrinya selalu dibawa ke makam Ainun.
Dia menyebutkan Ainun selalu hadir bersama dirinya.
Habibie dapat merasakah hal itu.
Bahkan, saat masih hidup, kesetiaan Ainun tak diragukan lagi.
Suatu waktu, Habibie mengenang ketika dirinya tak memiliki uang.
Ainun di rumah menanak nasi dan membuat Abon.
Kemudian, Ainun menunggu dirinya sampai larut malam.
Dari balik jendela, Ainun menanti Habibie pulang.
Padahal, saat itu tak makan.
"Saya kedinginan, lapar. Sampai di rumah, pintu dibuka. Dia senyum, hai gimana hari ini, apa kabar. Sudah makan, saya tunggu kamu. Lalu dia bilang hanya ada ini, tapi kita makan bersama. Itu melekat di segala sistem, bagaimana saya mau lupakan dia," ungkap Habibie dikutip dari @makassar_iinfo.
Pendidikan
BJ Habibie pernah menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas Kristen Dago.
Habibie kemudian belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954.
Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Pekerjaan dan Karie
Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman.
Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Soeharto.
Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan BJ Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk mengimplementasikan "Visi Indonesia".
Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam "Visi Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL.
Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara Industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990.
Puncak karir Habibie terjadi pada tahun 1998, dimana saat itu ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.
Riwayat Pekerjaan
- Direktur Utama PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad)
- Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
- Ketua Dewan Pembina Industri Strategis (BPIS)
- Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS)
- Ketua Dewan Riset Nasional (1999)
- Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
- Anggota Dewan Komisaris Pertamina
- Asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Kontruksi Ringan Rheinsich Westfaelische Technische Hochshule, Aachen, Jerman Barat (1960-1965)
- Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisa Struktur, Hamburg, Jerman Barat (1966-1969)
- Kepala Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Komersil/Pesawat Militer Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB) Gmbh, Hamburg, Jerman Barat (1969-1973)
- Wakil Presiden/Direktur Teknologi Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB), Hamburg, Jerman Barat (1974-1978)
- Penasihat Direktur Utama (Dirut) Pertamina (1974-1978)
- Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), Bandung (1976)
- Direktur Utama PT Pelayaran Armada Laut (PAL), Surabaya (1978)
- Profesor Kehormatan/Guru Besar dalam bidang Konstruksi Pesawat Terbang Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung (1997)
- Riwayat Karir Pemerintahan[sunting | sunting sumber]
- Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan V (1983-1988)
- Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VI (1988-1993)
- Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VII (1993-1998)
- Ketua Tim Keputusan Presiden (Keppres) 35
- Wakil Presiden RI ke-7 (1998-1998)
- Presiden RI ke-3 (1998-1999)
- Riwayat Karir Legislatif[sunting | sunting sumber]
- Anggota MPR dari Karya Pembangunan (Golkar) (1992-1997)

Masa Kepresidenan
Pelantikan Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998
Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia.
Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi.
Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kukuh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah.
Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan BJ Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional
Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya".
Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan BJ Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR"(Tribunmanado.co.id/Indri Fransiska Panigoro/WikipediA)
Tonton: