Berita Terkini
Sosok Frans Kaisiepo Pahlawan Nasional Berdarah Papua yang Memperjuangkan Indonesia Raya
Frans Kaisiepo sendiri diketahui lahir di Wardo, Biak, Papua, 10 Oktober 1921 dan meninggal di Jayapura, Papua, 10 April 1979 pada umur 57 tahun
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
TRIBUNMANADO.CO.ID - Papua memiliki pahlawan nasional bernama Frans Kaisepo.
Frans Kaisiepo sendiri diketahui lahir di Wardo, Biak, Papua, 10 Oktober 1921 dan meninggal di Jayapura, Papua, 10 April 1979 pada umur 57 tahun.
Frans Kaisiepo lahir dari pasangan Albert Kaisiepo dan Alberthina Maker.
Meski berasal dari pedalaman Biak, Kaisiepo dibesarkan dalam pendidikan kolonial.
Hal ini dimungkinkan mengingat garis klan ayahnya yang seorang kepala suku Biak Numfor dan pandai besi.
Dia mengusulkan nama Irian, kata dalam bahasa Biak yang berarti tempat yang panas.
BERITA TERPOPULER: Wanita Ini Syok saat Beli Gorengan, Lihat Bungkusan yang Dipakai Ternyata Dokumen Dijual Ibunya
BERITA TERPOPULER: Aulia Kesuma Bongkar Tabiat Buruk Sang Suami yang Buatnya Tak Tahan
BERITA TERPOPULER: Ajudan Prabowo Subianto Bocorkan Keseharian Prabowo, Ada Ritual Unik dan Buku Matematika & Kimia
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Papua antara tahun 1964-1973.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih, Jayapura.
Untuk mengenang jasanya, namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak Selain itu namanya juga di abadikan di salah satu KRI yaitu KRI Frans Kaisiepo.
Kisah perjuangan Frans Kaisiepo bermula pada 1945, ketika ia berkenalan dengan Sugoro Atmoprasojo saat mengikuti kursus kilat pamong praja di Kota Nica Holandia (Kampung Harapan Jayapura).
“Sugoro Atmoprasojo merupakan mantan guru Taman Siswa dan pejuang Indonesia yang diasingkan ke Boven Digul. Dari perkenalan itu, mulai tumbuh rasa kebangsaan Indonesia pada diri Frans Kaisiepo,” terang Guru Besar Sejarah FIB UI Prof Dr Susanto Zuhdi MHum.
Pada Juli 1946, Frans menggagas berdirinya Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Biak.
Saat Belanda mengadakan Konferensi Malino di Sulawesi Selatan yang membahas rencana pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT), Frans Kaisiepo menjadi anggota delegasi Irian Barat.
Frans Kaisiepo menentang rencana Belanda untuk membentuk NIT.
Saat Konferensi Meja Bundar (KMB), Frans menolak diangkat sebagai anggota Delegasi Belanda.
Akibatnya, ia dihukum dan diasingkan ke daerah terpencil. KMB menghasilkan keputusan pengakuan kedaulatan terhadap Republik Indonesia.
Berita Populer: Detik-detik Mahasiswa S2 ITB Gantung Diri, Pesan Terakhir dan Lagu Diputar Bikin Merinding
Berita Populer: IDENTITAS 3 Siswa SMK Dijual ke Perusahaan Kapal, Awalnya Berangkat PKL hingga Sudah 9 Tahun Hilang
Berita Populer: KRONOLOGI 3 Siswa Magang SMK Tak Pulang 9 Tahun, Kapal Hilang hingga Minta Bantuan 2 Presiden
Namun, Belanda bersikeras bahwa Irian termasuk ke dalam wilayahnya.
Hingga pada 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) sebagai upaya membebaskan Irian yang dilanjutkan dengan operasi militer.
Frans Kaisiepo turut aktif membantu kelancaran TNI untuk mendarat di Irian Barat.
Ketika Trikora berakhir, perjuangan dilanjutkan melalui jalur diplomasi.
Akhirnya, pada 1 Mei 1963, secara resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerahkan Irian Barat kepada Pemerintah RI.
“Dalam diri Frans Kaisiepo dapat dilihat pribadi yang mempertahankan dengan teguh persatuan bangsa dan dari sini dapat diketahui bahwa banyak pihak dari Sabang – Merauke yang berupaya memperjuangkan Indonesia raya,” papar Susanto.
Karir Kaisepo sebagai aktivis dan politikus melesat ketika dirinya menjabat sebagai gubernur Irian Jaya (tahun 1964 hingga 1973) dan ikut dalam Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969.
PEPERA akan menentukan apakah rakyat Papua pemilih tetap dalam wilayah Republik Indonesia atau berpisah meski hasil PEPERA masih dianggap kontroversi.
Setelah bergabungnya tanah Papua ke wilayah NKRI, Kaisepo ditugaskan ke Jakarta sebagai anggota MPR RI perwakilan daerah Papua pada tahun 1972.
Terakhir dirinya menjabat sebagai Dewan Pertimbangan agung sampai tahun 1979.
Kaisiepo sendiri terus berjuang menyatukaan Irian dengan RI sesuai impiannya sejak awal dan pada 1969 impian ini terbayar dengan masuknya Irian sebagai propinsi paling muda di Indonesia saat itu.
Ia kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional menurut Keputusan Presiden nomor 077/TK/1993, bertepatan dengan 30 tahun Papua kembali ke Indonesia.

Dia juga dikenang sebagai satu dari penerima penghargaan Bintang Maha Putera Adi Pradana Kelas Dua.
Desember 2016 Bank Indonesia bersama Presiden Joko Widodo meresmikan peluncuran uang Rupiah kertas dan Logam tahun emisi 2016.
Untuk pertama kalinya, Frans Kaisiepo, pahlawan nasional asal Papua ini menjadi tokoh utama dalam pecahan uang Rp10.000.
Putri Frans Kaisiepo, Suzanah Kaisiepo, berharap sikap dan jiwa kepahlawanan ayahnya bisa diteladani oleh para generasi muda Papua dalam mengisi pembangunan mengingat kuatnya keyakinan sang ayah pada semboyan 'Bersatu kita teguh; bercerai kita runtuh'. (*)
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO TV: