Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Anggota DPR Hitungan Menit di Depan Pagar: Gagal Temui Mahasiswa Papua

Rombongan anggota Dewan Perwakilan Rakyat gagal menemui mahasiswa-mahasiswa Papua di asrama mahasiswa

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
kompas.com
Anggota DPR RI gagal menemui mahasiswa di asrama Papua Surabaya, Rabu (21/8/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Rombongan anggota Dewan Perwakilan Rakyat gagal menemui mahasiswa-mahasiswa Papua di asrama mahasiswa Papua di Tambaksari, Surabaya, Rabu (21/8). Mereka hanya hitungan menit di depan asrama mahasiswa Papua lalu pergi ke tempat lain.

Mereka tiba menumpang mobil Toyota Alphard warna hitam pukul 11.33 WIB. Mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di seberang jalan asrama.

Baca: Pengolahan Baterai Jadi Kunci Kendaraan Listrik

Beberapa saat kemudian dua pria berjalan keluar dari mobil berjalan ke depan pagar asrama. Mereka adalah dua anggota DPR dari Papua.

Pagar asrama dalam kondisi tertutup rapat. Di pagar terpasang spanduk bertuliskan 'Siapapun yang datang kami tolak!'.

Seorang di antara mereka kemudian mengangkat telepon seperti menghubungi seseorang. Seorang lainnya memanggil mahasiswa dari luar pagar. Panggilan tersebut tidak mendapatkan respons.

Seperti dikutip dari Surya Online (grup Tribun Network), tak sampai lima menit berselang dua anggota DPR tersebut beranjak kembali ke arah mobil. Di dalam mobil ada Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon. Turut dalam rombongan itu adalah anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDI-P Jimmy Demianus Ijie S dan anggota DPR RI Komisi VI Fraksi Partai Gerindra Steven Abraham.

Jimmy Demianus Ijie mengakui rencana kunjungannya ke asrama tersebut gagal. "Hari ini kami ingin kita bertemu dengan mereka bukan berarti gagal. Ini kesempatan yang tertunda saja," katanya, Rabu (21/8).

Baca: Cak Imin Empat Periode Pimpin PKB

Lagi pula ia mengakui kedatangan rombongannya terbilang dadakan. Sehingga besar kemungkinan itu menjadi sebab bagi para penghuni asrama enggan membukakan pintu.

"Karena kami pun datang tiba-tiba mungkin kami akan kembali dan mempersiapkan lagi," jelasnya.

Dia akan berusaha menemui mereka dengan berbagai cara, termasuk menggunakan pendekatan adat. "Kami tetap akan mengupayakan dengan cara-cara pendekatan adat untuk bertemu dengan mereka," jelasnya.

Jimmy paham betul tipikal orang Papua yang lazim menyelesaikan berbagai masalah menggunakan pendekatan adat. "Karena kalau di Papua, orang merasa malu itu, harus ditebus, harus dibayar gitu dan bayarannya mahal," tukasnya.

Rencananya Jimmy bersama rombongan akan kembali lagi ke Jakarta untuk merembukkan hal ini. "Jadi mohon maaf ya kami kembali dulu, kami bicarakan dengan internal kami di Jakarta, lalu kembali lagi di Surabaya," pungkasnya.

Kecewa Gagal Bertemu

Willem Wandik, anggota DPR RI yang juga anggota Tim Pemantau Otonomi Khusus, mengaku kecewa karena rombongannya ditolak masuk ke Asrama Mahasiwa Papua di Jl Kalasan, Surabaya, Rabu (21/8). Politikus Partai Demokrat itu menyebutkan sikap seperti itu tidak ia temukan dulu saat ia masih menghuni asrama di Jalan Kalasan. Willem mengaku pernah menghuni asrama tersebut selama lima tahun saat masih menempuh studi di Surabaya.

"Menurut pengalaman saya, dulu kami sebelumnya welcome dan terbuka pada masyarakat. Kami bersosialisasi dengan warga sekitar, aktivitas lancar biasa. Tentu saya pikir selama ini juga mahasiswa di sana juga seperti itu, tidak membatasi diri mereka," kata Willem usai bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Grahadi.

Baca: Kejagung Serahkan Jaksa Buronan KPK

Ia berharap tidak terbukanya mahasiswa Papua di asrama Kalasan hanya terkait dengan peristiwa insiden yang belum lama ini terjadi. Willem berharap ketidakterbukaan ini tidak dilanjutkan ke depannya.

Terlebih masalah mahasiswa Papua di Kalasan itu yang turut memengaruhi persoalan kehidupan berbangsa di Indonesia. Bahkan hingga menimbulkan gejolak di Manokwari, Sorong dan di Fakfak.

"Sehingga hari ini kami dari parlemen pusat, pimpinan dan anggota DPR RI dari Dapil Papua dan Papua Barat, kami ada di sini di Surabaya dalam rangka meninjau dan menyikapi persoalan ini dengan langsung melihat dan mendengar dari anak kita mahasiswa yang ada di sana. Tapi begitu kami sampai di sana itu masih dipalang masih ditutup, mereka tidak mau menyambut kedatangan kami," kata Willem.

Lantaran penolakan itu, mereka bergeser ke Grahadi dan bertemu dengan gubernur Jawa Timur dan Kapolda Jawa Timur. Ada sejumlah hal yang dibahas di forum pertemuan tadi. Willem mengatakan anggota DPR RI mendorong polisi segera mengusut tuntas masalah insiden di Malang maupun Surabaya yang dianggap pemicu kerusuhan di Papua Barat.

Menurut Wille, penyelesaian itu harus diserahkan pada tim kepolisian. Mereka juga menggali informasi yang benar untuk nantinya bisa disuarakan kepada masyarakat di tanah Papua supaya tetap menahan diri.

"Tetap mengedepankan semangat silaturahmi dialog yang santun, damai karena kita semua adalah bersaudara, kita sama-sama bersaudara, kita sama-sama warga Nusantara," katanya.

Selain itu mereka mengimbau untuk selalu saling menjaga kedamaian. Jangan biarkan ini berlanjut dan terus merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Dan dari diskusi kami dengan gubernur dan kapolda, kita akan membawanya sebagai bentuk penting rekomendasi. Yang terpenting yaitu soal human right atau hak manusia," pungkasnya.

Bus Polisi Dirusak di Mimika

Selain kerusuhan di Fak Fak, wilayah lain di Papua Barat juga bergejolak yakni Mimika. Ribuan demonstran yang berunjuk rasa di halaman gedung DPRD Mimika merusak berbagai fasilitas umum.

Fasilitas umum tersebut antara lain gedung DPRD Mimika, bangunan di sekitar gedung DPRD hingga mobil dan bus polisi yang berada di jalan. Selain itu, massa juga memblokade jalan Cenderawasih.

Kerusuhan bermula saat massa menggelar unjuk rasa memprotes dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur. Awalnya, aksi berlangsung tertib.

Namun, beberapa saat kemudian, massa menjadi beringas. Massa mulai melempari aparat polisi dan TNI yang mengawal aksi. Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto di Timika, mengatakan 20 orang diamankan usai melempar Hotel Grand Mozza di Jalan Cenderawasih, dengan batu. Beberapa lainnya diamankan usai melakukan aksi pelemparan batu ke fasilitas Kantor DPRD Mimika dan aparat keamanan.

"Totalnya ada 45 orang yang kami amankan untuk dilakukan proses penegakan hukum, sebab tidak dibenarkan melakukan kegiatan unjuk rasa anarkis dengan cara melakukan perusakan seperti tadi," kata AKBP Agung.

AKBP Agung menyesalkan unjuk rasa damai warga di Timika berujung kericuhan. Massa pada pagi tadi awalnya bergerak menuju Tugu Perdamaian Timika Indah. Massa kemudian diarahkan menyampaikan aspirasi terkait insiden mahasiwa Papua di Jawa Timur di kantor DPRD Mimika. Massa kemudian berjalan kaki ke kantor DPRD Mimika dengan pengawalan ketat aparat.

"Esensi aspirasi yang hendak mereka sampaikan yaitu berkutat pada isu rasisme yang dialami oleh mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang. Kita semua tidak membenarkan itu.

Namun kemudian orasi mereka berubah ke arah yang sejak awal kita khawatirkan ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu yaitu permintaan soal merdeka, referendum. Ini jelas-jelas tidak dibenarkan," ujar Agung.

Saat ini situasi Kota Timika dalam kondisi aman dan relatif kondusif.  Total 600 personel gabungan TNI dan Polri yang terdiri dari 300 personel TNI dan 300 personel Polri dilibatkan dalam pengamanan unjuk rasa tersebut.

“Untuk Polri ada 200 Brimob BKO dari Polda Kalimantan Tengah dan Brimob Yon B, sedangkan 100 personel sisanya anggota Polres Mimika,” ujar Agung. (Tribun Network/kps/wly/surya)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved