Prihatin Rusuh Manokwari: Ini Tanggapan Mahasiswa Papua di Sulut
Mahasiswa dan warga Papua nyaman tinggal di Sulawesi Utara. Mereka terhindari dari persekusi dan rasisme
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Mahasiswa dan warga Papua nyaman tinggal di Sulawesi Utara. Mereka terhindari dari persekusi dan rasisme seperti yang terjadi di beberapa daerah di Tanah Air. Asal tahu saja, rasisme terhadap mahasiswa Papua telah berujung pada aksi unjuk rasa di Manokwari, Papua Barat. Demonstrasi itu membuat sistem perekonomian kota itu sempat lumpuh.
Baca: Adik Mantan Mendagri Mangkir dari Panggilan KPK
Sejumlah mahasiswa baru dari Papua nampak mengikuti kegiatan kampus seperti inagurasi dengan santai di Universitas Negeri Manado (Unima). Kampus Unima terlihat seperti hari biasa, tidak ada demo. Lem (20), mahasiswa Papua mengaku mengetahui berita soal kejadian di Jawa Timur.
"Hanya lihat di media sosial dan pantau kondisi teman-teman dari sini," kata mahasiswa semester 3 ini, Senin (19/8/2019).
Mahasiswa Papua yang sudah kurang lebih dua tahun merantau ini mengaku tidak pernah mendapat perlakukan yang menunjukan perbedaan dari segi ras di lingkungan kampus.
Koordinator Media Center Unima Irwani Maki mengaku dalam sistem akademik Unima, pihak kampus sangat tidak suka jika ada oknum yang melakukan tidak diskriminasi ras. "Unima ini sangat terbuka bagi semua kalangan, jika ada yang ketahuan melakukan tindakan rasisme pasti akan kami berikan konsekuensi," katanya.
Kabag Ops Polres Minahasa Yuriko Fernanda mengatakan bahwa saat ini kondisi di seputaran Kampus Unima masih dalam keadaan kondusif. "Kami belum menerima laporan aksi demo dari Unima dan hingga saat ini pengamanan masih bersifat normal," tandasnya.
Asrama mahasiswa Papua di Kota Tomohon, Senin (19/8/2019) terpantau aman. Bagian luar asrama tampak tenang. Tribunmanado.coi.id harus masuk ke dalam asrama karena tidak adanya piket di luar. Awalnya hanya satu dua orang yang terlihat di depan kamar.
Baca: Jokowi Perlu Bentuk Menteri Adat
Semakin lama semakin banyak orang yang berkumpul ketika tribunmanado.co.id memperkenalkan diri. Pace Black (25), mengaku situasi asrama aman. "Sulut aman. Itu sampai sekarang," katanya. Ia mengaku sadar tinggal di perantauan. Sebagai mahasiswa, mereka sudah berpikir dewasa. "Kami tenang-tenang saja. Kami aman di sini," katanya. Keadaan sepi juga terlihat di asrama putri. Hampir tidak ada penghuni asrama yang kelihatan.
Aksi masa di Manokwari membuat sejumlah warga Papua di Kotamobagu berharap agar persoalan segera selesai. "Sudah lama saya di Kotamobagu, tapi sering pulang juga. Tapi selama saya di sini, warga di sini sangat baik sama saya," kata Siti Mashita Naraha Levandias, Senin (19/8/2019).
Warga Kotamobagu juga, menurutnya, tidak pernah membicarakan yang tidak pantas dibicarakan terhadap dirinya. "Malah mereka sayang sekali sama saya, tidak membedakan suku, ras dan agama," jelasnya. Ia bahkan sudah memiliki suami warga Kotamobagu dan memiliki dua anak.
Terkait kejadian di Papua, ia sangat menyesalkan kenapa harus terjadi seperti itu. "Saya menyesalkan, kenapa sampai ada oknum yang tega bicara begitu hal yang tidak bagus," jelas dia. Ia sempat khawatir terhadap keluarganya di sana. "Sempat khawatir, tapi karena sudah berhubungan di handphone, mereka bilang aman," jelasnya.
Ia berharap para oknum tersebut tidak lagi berbuat rasis. "Sebab kita semua sama Indonesia," jelasnya. Ia berharap juga agar keadaan di sana semua baik-baik saja. "Jangan lagi membedakan suku, ras, agama terutama, saya mohon," jelas dia.
Baca: Pemerintah Ganti Rugi Rp 3,9 T untuk Korban Kerusuhan Maluku
Randy Kotirisa, Sekretaris Ikatan Mahasiswa Papua di Sulut menanggapi demo di Pupua. "Kami di sini tetap dalam kondisi yang aman tidak terprovokasi dengan hal-hal yang datang," ujarnya saat ditemui di Kantor Pusat Universitas Sam Ratulangi Manado, Senin (19/8/2019).
Kata dia, situasi di Manokwari sempat memanas. Semua ormas Papua menanggapi insiden di sana. Ia prihatin dengan melihat tindakan yang dilakukan. "Begitulah wujud daripada rasa memiliki orang Papua tentang bagaimana menjaga harga dan martabat warga Papua yang ada di Papua maupun yang ada di luar Papua," katanya.
Tambahnya, mereka melakukan hal seperti itu dengan tujuan untuk bagaimana membela harga diri agar tidak dihina. "Pada intinya kita semua manusia sama diciptakan Tuhan, kita harus saling menghargai saling mengasihi dengan yang lain," ujarnya.
Dia mengimbau, warga Papua di Sulut tetap saling toleransi. "Tidak usah terprovokasi dengan isu-isu yang dapat menyusahkan diri kita sendiri," harapnya.
Aksi blokade jalan oleh masyarakat Papua di Manokwari akibat kasus diamankannya 43 mahasiswa di Surabaya, mendapat tanggapan dari Tonaas Wangko, Pendeta Hanny Pantouw. Ketua Laskar Manguni Indonesia (LMI) itu mengatakan, kasus diamankannya 43 mahasiswa di Surabaya tidak mewakili semua masyarakat.
"Ya itu semua, jangan sampai nantinya jadi bias seperti keributan yang berujung blokade jalan hingga pembakaran di Manokwari, terlebih dalam waktu dekat di Papua akan menggelar kegiatan Pekan Olahraga Nasional (PON)," ucapnya. Ia berpesan supaya tidak ada yang terprovokasi. "Harapan saya saudara-saudari di Papua harus menahan emosinya. Saya mengerti mereka tersinggung, akibat dari kejadian itu,” ujarnya.
Ia minta pemerintah memberikan perlindungan pada teman-teman Papua terlebih khusus yang ada di Sulut. "Kita LMI akan bersinergi menjaga agar jangan sampai terjadi hal intimidasi atau apapun yang bisa merusak kerukunan kita di sini," ujarnya.
Vengky Osok, warga Manokwari kepada tribunmanado.co.id, Senin sore, mengatakan, situasi di Manokwari mulai kondusif. Ada pertemuan kapolda, pangdam, wakil gubernur dengan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda. "Pertemuan dapat berjalan dengan baik," katanya.
Kerusuhan, menurutnya, menimbulkan kerusakan. Ada pembakaran gedung pertemuan DPRD Provinsi Papua Barat. "Warung gerobak dan warung pedagang kaki lima banyak yang dirusak," katanya. Ia belum tahu ada kerusuhan di Sorong dan beberapa daerah lain. "Manokwari sudah. Daerah lain belum tahu," katanya.
Di Sulut situasi tetap aman. Demikian disampaikan Kepala Badan Kesbagpol Meiki Onibala. Ia meminta masyarakat yang punya sanak di Papua Barat agar tetap tenang, situasi sudah berangsur aman dengan pendekatan aparat. Pemerintah sudah mengamati situasi ini. Di Sulut pun situasi tetap kondusif, termasuk warga Papua Barat yang kebanyakan kuliah. "Kami rasa kejadian di Papua Barat tak memengaruhi situasi di Sulut. Sulut tetap aman, termasuk mahasiswa asal Papua tetap berkuliah seperti biasa, " ujarnya.
Ia berharap masyarakat tak terpengaruh apalagi terpancing situasi. "Mari kita jaga kedamaian negeri kita Indonesia tercinta," ungkap dia.

Penyalahgunaan Medsos
Taufik Tumbelaka, pengamat sosial mengatakan, kerusuhan di Papua Barat yang dipicu media sosial adalah bukti bahwa penyalahgunaan medsos adalah kasus serius. Ini bukti bahwa penyalahgunaan medsos sangat bahaya seperti halnya narkoba atau medsos.
Medsos yang sebenarnya punya nilai positif untuk memudahkan komunikasi sudah jadi monster. Hal ini memang jadi masalah di negara manapun karena ada celah di sisi hukum maupun lainnya.
Ini jadi PR untuk menutupi celah itu, saya kira perlu sosialisaasi tentang hukuman bagi penyebar hoaks dan sanksi hukum yang tegas, agar kejadian tersebut tak berulang lagi.
Menyikapi masalah di Papua, aparat musti tegas dengan menghukum pelaku penyebar hoaks di medsos itu. Seluruh elemen politik dan masyarakat perlu menanggalkan perbedaan dan bersatu mengutuk keras ulah orang yang tidak bertanggung jawab ini. Perlu bersatu semua elemen masyarakat.

Jokowi Ajak Pace Mace Memaafkan
Presiden Joko Widodo meminta masyarakat saling memaafkan terkait demonstrasi berujung rusuh di Manokwari dan Sorong, Papua Barat. Kerusuhan terjadi buntut insiden pengamanan mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jatim.
"Saudara-saudaraku, Pace, Mace, Mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air yang paling baik adalah memaafkan. Emosi itu boleh tetapi memaafkan lebih baik. Sabar itu lebih baik," kata Jokowi di kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Pemerintah ditegaskan Jokowi tetap menjaga kehormatan warga Indonesia, termasuk di wilayah Papua dan Papua Barat. "Yakinlah pemerintah terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan Pace, Mace, Mama-mama yang ada di Papua dan Papua Barat," tuturnya.
Kondisi Manokwari dan Sorong, Papua Barat, kondusif pascarusuh. Tim gabungan TNI-Polri berpatroli mengantisipasi rusuh susulan. "Dari aparat juga melaksanakan patroli gabungan TNI, Polri di titik-titik konsentrasi massa," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (19/8).
Tim gabungan bersama tokoh masyarakat berhasil mengendalikan situasi di Manokwari. Sedangkan di Sorong masih terdapat kerumunan massa di sejumlah titik.
"Komunikasi terus dijalin bersama tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda untuk mengantisipasi terjadinya keributan lanjutan. Kami juga bersama tokoh-tokoh menyerukan agar masyarakat tidak terprovokasi isu tidak benar," imbuhnya.
Terkait kerusuhan di Manokwari, tiga personel Polri terluka terkena lemparan batu. Peristiwa itu terjadi saat upaya negosiasi dengan massa yang mulanya berunjuk rasa sambil memblokade jalan.
"Korban luka-luka dari masyarakat belum ada, hanya dari Polri saja," imbuh Dedi. Di Manokwari, massa membakar gedung DPRD Papua Barat. Banyak jalan raya yang diblokade saat massa turun ke jalan.
Sedangkan di Sorong, massa merangsek ke Bandara Domine Eduard Osok. Massa memecahkan kaca-kaca di terminal bandara. Mobil di area parkir ikut dirusak.
Polri menegaskan bahwa pihaknya tidak menangkap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Polri menyebut puluhan mahasiswa itu dievakuasi untuk menghindari bentrok dengan warga.
"Misalnya 43 mahasiswa Papua yang diamankan, itu sudah kami kembalikan ke asramanya. (Mahasiswa Papua di Surabaya) itu kami mengevakuasi untuk menghindari bentrok fisik antara masyarakat setempat dengan teman-teman mahasiswa Papua," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (19/8/2019).
Gubernur Papua Lukas Enembe menerima massa yang mendatangi kantornya. Kepada massa, Lukas menceritakan telah menerima telepon dari Gubernur Jawa Timur Khofifah indar Parawansa.
Lukas mengatakan, dalam kesempatan itu, Khofifah menyampaikan permohonan maaf atas insiden yang terjadi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada Jumat (16/8/2019).
Lukas bicara setelah perwakilan massa menyampaikan protes terkait penangkapan 43 mahasiswa Papua di Surabaya. Setelah itu, massa mendengarkan arahan Lukas dengan tertib.
"Saya sampaikan orang Papua mencintai Gus Dur (Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid). Ibu gubernur (Khofifah) tuh kadernya Gus Dur, kenapa mahasiswa saya dianiaya seperti itu hanya karena masalah bendera, tidak dibenarkan," kata Lukas di halaman kantor Gubernur Papua, Jl Soa Siu Dok 2, Jayapura, Senin (19/8).
Lukas mengatakan, saat bertelepon dengan Khofifah, dia sempat bertanya soal Banser yang tidak diterjunkan untuk membantu pengamanan terhadap mahasiswa Papua. "Saya sampaikan kepada ibu gubernur, 'Ibu, minta maaf bukan mewakili Jawa Timur, ini kelompok tertentu'," katanya.
Mengenai aksi diskriminasi dan rasis yang diterima mahasiswa Papua, Lukas menyayangkan hal tersebut karena saat ini sudah banyak orang Papua yang bisa membuktikan diri di dunia internasional.
"Saya sudah sampaikan ke pemerintah, orang Papua punya martabat yang tinggi, harga diri yang tinggi, terbukti anak-anak saya sekarang di seluruh dunia, 1.500 orang saya kirim dan mereka berhasil mencapai nilai yang bagus. Kenapa sudah 74 tahun Indonesia merdeka masih ada orang yang berpikiran seperti jaman penjajahan," tuturnya.
Lukas Enembe sebagai perwakilan pemerintah pusat di Papua, berjanji menyampaikan aspirasi para pendemo ke Jakarta. Dalam kesempatan ini, Lukas juga memuji massa yang tetap menjaga keamanan dalam aksi long march.
"Saya berterima kasih kepada mahasiswa tidak melakukan anarkisme, beda dengan Manokwari, tidak boleh terprovokasi. Kita manusia bermartabat," kata Enembe. Setelah menerima Lukas memberikan arahan, massa membubarkan diri dengan aman dan damai. (Tribun/dtc/amg/juf/eas/ana/dma/ryo/art)