Adik Mantan Mendagri Mangkir dari Panggilan KPK
Direktur PT Gajendra Adhi Sakti sekaligus adik mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Azmin Aulia
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Direktur PT Gajendra Adhi Sakti sekaligus adik mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Azmin Aulia, mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) pada Senin (19/8).
Sedianya Azmin diperiksa KPK sebagai saksi kasus korupsi penganggaran dan pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri Tahun Anggaran 2011-2013, untuk tersangka Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Baca: Jokowi Perlu Bentuk Menteri Adat
"Tiga saksi PLS tindak pidana korupsi KTP Elektronik tidak hadir. Tidak ada informasi terkait alasan ketidakhadirannya," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Senin (19/8/2019).
Senin kemarin, penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh orang untuk diperiksa sebagai saksi kasus korupsi penganggaran dan pengadaan e-KTP di Kemendagri TA 2011-2012 dengan tersangka Paulus Tannos.
Selain adik Gamawan Fauzi yakni Azmin Aulia, lima saksi lainnya adalah Vice President Internal Affairs PT Biomorf Lone Indonesia, Amilia Kusumawardani Adya Ratman; pensiunan PNS Ditjen Dukcapil Kemendagri, Ekworo Boedianto dan mantan pegawai PT Murakabi Sejahtera, Tri Anugerah Ipung F.
Dua orang pihak swasta masing-masing Deniarto Suhartono dan Muhammad Nur. Kemudian, KPK juga memanggil tersangka Dirut Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus Ketua Konsorsium Perum Percetakan Negera Republik Indonesia (PNRI), Isnu Edhi Wijaya.
Selain Azmin Aulia, saksi Ekworo Boedianto dan Amilia Kusumawardani Adya Ratman pun juga dari jadwal pemeriksaan KPK.
Azmin Aulia dan kakaknya, Gamawan Fauzi telah beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam proses penyidikan maupun persidangan kasus korupsi e-KTP untuk sejumlah terdakwa. Bahkan, dalam putusan terhadap mantan Ketua DPR sekaligus mantan Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Gamawan disebut sebagai salah satu pihak yang turut diperkaya dari proyek bancakan ini.
Baca: Pemerintah Ganti Rugi Rp 3,9 T untuk Korban Kerusuhan Maluku
Gamawan disebut menerima Rp 50 juta, satu unit Ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah di Brawijaya III melalui adiknya, Azmin Aulia. Pengusaha Andi Narogong dalam kesaksiannya menyebut Paulus Tanno menyerahkan ruko miliknya itu lantaran PT Sandipala masuk sebagai pelaksana e-KTP dalam konsorsium PNRI.
Gamawan Fauzi diduga menerima fee 5 persen dari PT Sandipala Artha Putra melalui adiknya Asmin Aulia dalam rangka memenangkan Konsorsium PNRI.
Pemberian fee kepada Gamawan merupakan hasil pertemuan dari Anang Sugiana, Dirut PT Quadra Solution, Andi Agustinus, Paulus Tannos selaku Direktur PT Sandipala Arthaputra, Johannes Marliem, Direktur Biomorf Lone LLC serta Isnu Edhi Wijaya Dirut PNRI.
Pemeriksaan terhadap para saksi ini dilakukan pihak KPK untuk melengkapi berkas perkara empat orang yang baru ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 13 Agustus 2019.
Keempat tersangka baru e-KTP itu adalah anggota DPR Fraksi Hanura periode 2014-2019, Miryam S Hariyani; Dirut Perum PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi; dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Keempatnya disangkakan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dari penganggaran dan pengadaan e-KTP di Kemendagri 2011-2013. Akibat korupsi proyek secara bersama-sama itu, negara dirugikan Rp 2,3 triliun.
Baca: iPhone 11 Lolos dari Tarif Impor: Begini Kata Presiden Trump
Keempat tersangka mempunyai peran berbeda dalam korupsi proyek e-KTP.
Miryam diduga memperkaya diri dengan menerima 1,2 juta Dollar AS sepanjang 2011-2012 terkait proyek ini. Sejumlah uang itu diberikan oleh Direktur Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman, dan Sugiharto selaku Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Kemendagri. Kedua mantan pejabat itu telah telah divonis 7 tahun dan 5 tahun dalam perkara E-KTP.
Tersangka Isnu disangkakan bersama pengusaha Andi Narogong (telah divonis 13 tahun) melobi Irman dan Sugiharto agar konsorsiumnya dimenangkan dalam lelang proyek e-KTP.
Selain itu, diduga mengalir fee untuk pihak DPR, Kemendagri dan pihak lain. Manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp 137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp 107,71 miliar terkait proyek e-KTP ini.
Tersangka Husni Fahmi selaku ketua tim teknis dan panitia lelang diduga berperan mengawal konsorsium PNRI untuk dimenangkan dalam proyek ini. Ia juga diduga menerima 20 ribu Dolar AS dan Rp 10 juta dari proyek ini.
Adapun peran tersangka Paulus Tannos dilakukan bersama pengusaha Andi Narogong dan pihak lainnya dalam mengatur pemenang proyek ini sejak awal. Ia juga diduga mengatur fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kemendagri.
Penetapan keempat tersangka ini merupakan pengembangan dari fakta-fakta yang muncul di persidangan para terdakwa kasus korupsi e-KTP sebelumnya.
Sebelumnya, ada delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK. Mereka adalah mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman; mantan pejabat Kemendagri Sugiharto; mantan Ketua DPR, Setya Novanto; dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Selanjutnya, mantan Dirut PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo; keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo; dan pengusaha Made Oka Masagung.
Empat orang lainnya menjadi tersangka lantaran melakukan upaya menghalang-halangi penanganan kasus e-KTP dan memberikan kesaksian palsu di persidangan.
Keempatnya adalah pengacara dari Setya Novanto, Fredrich Yunadi; dokter yang menangani kecelakaan Setya Novanto, Bimanesh Sutarjo; mantan anggota DPR dari Hanura, Miryam S Haryani dan anggota DPR Fraksi Golkar, Markus Nari. (tribun network/ilh/coz)