Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Bahasa Totemboan

Djony Porajow Merajut Asa Lestarikan Bahasa Totemboan di Minsel

Suku Minahasa miliki tujuh bahasa lokal yang menurut penelitian sudah dituturkan sejak ratusan tahun sebelumnya

Penulis: Andrew_Pattymahu | Editor: Maickel Karundeng
andrew pattimahu/tribun manado
Djony Porajow Merajut Asa Lestarikan Bahasa Totemboan di Minsel 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Suku Minahasa miliki tujuh bahasa lokal yang menurut penelitian sudah dituturkan sejak ratusan tahun sebelumnya.

Bahasa daerah ini tersebar pads sembilan sub Suku Minahasa termasuk di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan yang dikenal dengan Bahasa Tontemboan.

Bila kita berkunjung ke Minsel seperti di Kecamatan Motoling Timur, Motoling, Tompasobaru, Maesaan, Modoinding dan wilayah sekitarnya bahasa daerah masih digunakan sebagai percakapan sehari-hari. Tapi, bahasa daerah ini kebanyakan diucapkan oleh kaum tua.

Bisa dikatakan kaum muda apalagi anak milenial sudah jarang bahkan tak lagi berkomunikasi satu sama lain dengan Bahasa Tontemboan. Kebanyakan mereka menggunakan Bahasa Melayu Manado.

Melihat fenomena bahasa daerah yang mulai hilang ditelan arus zaman moderen, Djony Porajow pemerhati budaya dan Bahasa Tontemboan kembali merajut asa melestarikan warisan para leluhur Suku Minahasa.

Ditemui di Desa Karimbow Talikuran, Kecamatan Motoling Timur, Minsel Djony langsung menyapa wartawan dengan kata 'bea', Jumat (2/8/2019).

"Itu artinya siang," katanya yang langsung meluruskan arti 'bea'.

Baca: Gauli Gadis 17 Tahun Hingga Hamil 4 Bulan, RK Diringkus Polisi di Sebuah Villa

Baca: Sambut HUT RI, Bupati Minsel Imbau Warga Pasang Bendera dan Umbul-umbul

Baca: Berpeluang Maju Lewat Golkar di Minsel, Michaela: Saya Seorang Dokter Tidak Mau Meramal-Ramal

Kata Porajow jangankan bahasa daerah yang panjang-panjang untuk diucapkan, ucapan 'bea' atau 'bae' (malam) sudah jarang dituturkan oleh kaum muda. Padahal ini bisa dikata, kalimat atau bahasa dasar untuk menyapa satu sama lain ketika bertemu di jalan atau mau masuk rumah.

Bahasa daerah menurutnya adalah bahasa penyejuk. Djony mencontohkan jika ada kakak-beradik berantem, dalam Bahasa Tontemboan akan disampaikan 'kamun due catoro mapetokol satu pusera' (kalian berdua jangan berkelahi karena kakak adik).

"Beda kalau disampaikan dalam bahasa Melayu Manado 'eh ngoni dua jangan bakalae lantaran basudara'. Maknanya mungkin sama tapi itu ada perbedaan," kata dia.

Saat mendengar kata satu pusera, kakak-adik yang berkelahi akan teringat bahwa mereka bersaudara. 'Kata satu pusera itu dampaknya luar biasa bagi yang sedang berkelahi atau konflik," tambah dia.

Untuk terus melestarikan Bahasa Tontemboan di Desa Karimbow Talikuran, pihak desa akan menggelar lomba pidato bahasa daerah. Setiap pengumuman kegiatan desa di pengeras suara akan digunakan dua bahasa.

"Diumumkan pakai Bahasa Tontemboan dan diartikan dalam Bahasa Indonesia atau Melayu Manado," kata Porajow.

Bukan hanya bahasa saja yang coba dilestarikan, musik kalelon atau makaruyen juga sudah mulai dilombakan pihak desa. "Kami juga melombakan tarian maengket," ujar Hukumtua Desa Karimbow Talikuran ini.

Dia berharap agar generasi muda jangan melupakan budaya daerah karena itu adalah perekat persaudaraan sesama suku bangsa Minahasa.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved