Fintech Atasi Gap Kredit Rp 1.000 Triliun: Begini Penjelasan AFPI
Keamanan data pribadi pengguna jasa soal paling menarik dibahas di tengah melesatnya financial technology (fintech).
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Keamanan data pribadi pengguna jasa soal paling menarik dibahas di tengah melesatnya financial technology (fintech). Tribunmanado.co.id pada Kamis (1/8/2019), berkesempatan mewawancarai dua pimpinan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Mereka berada di Manado menghadiri kerja sama fintech dan bank-bank daerah di era digitalisasi ekonomi.
Baca: Ini Gejala Kanker Glioblastoma yang Diderita Agung Hercules, Penyebarannya Cepat
Berikut kutipan wawancara khusus bersama Kepala Eksekutif Pembiayaan Multiguna AFPI Dino Martin dan Kepala Eksekutif Bidang Edukasi Riset dan Literasi AFPI Entjik Djafar.
Saat ini fintech begitu fenomenal, bisa jelaskan peran AFPI dan korelasinya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
AFPI adalah organisasi yang menaungi perusahaan-perusahaan yang disebut peer to peer (P2P) fintech lending. AFPI adalah mitra dari OJK selaku regulator sektor jasa keuangan.
Ada berapa anggota AFPI saat ini?
Sejauh ini, yang terdaftar di OJK 113 perusahaan. Di mana 6 telah mengantongi izin dan sisanya masih berstatus terdaftar.
Fintech begitu fenomenal saat ini. Apa sebenarnya yang membuat fintech sukses di samping karena majunya teknologi digital?
Kebutuhan dana masyarakat tak bisa dicukupi oleh perbankan dan pelaku usaha jasa keuangan lain seperti asuransi, multifinance dan lain-lain. Gap kredit kebutuhan masyarakat itu di Indonesia, sekitar Rp 1.000 triliun. Nah, fintech, mencoba memenuhinya dengan menjadi matchmaker antara mereka yang butuh dana dan yang punya kelebihan dana untuk diinvestasikan.
Apakah fintech bisa jadi saingannya perbankan?
Tidak bisa disebut seperti itu. Fintech bisa eksis karena ada ekosistem bank. Justru kami mendorong adanya kolaborasi antara fintech dengan bank dan pelaku usaha jasa keuangan lainnya. Kita siapkan platform, bank bisa sediakan dananya.
Sejauh ini, kinerja fintech seperti apa jika dilihat dari kinerja penempatan dananya?
Per Mei 2019, total dana kelolaan atau yang sudah disalurkan itu mencapai Rp 41 triliun. Jumlahnya naik 81 persen secara year to date (YtD).
Baca: Kawula Muda Sulut Makin Banyak yang Menekuni Olahraga Kateda
Bagaimana perkembangan pemberi dana dan peminjamnya?
Rekening lender (pemberi pinjaman) itu per Mei 2019, 480.262 entitas. Naik 131 persen. Sementara jumlah borrower atau peminjam 8,7 juta sekian entitas. Meningkat 100, 72 persen.
Fintech ini lahir karena teknologi yang saat ini dikuasai milenial. Adakah korelasi fakta tadi dengan kinerja fintech.
Jelas. Lender dan borrower di fintech itu, 69 persen milenial yang usaianya 19-34 tahun. Luar biasa memang.
Ini yang paling penting mungkin. Di tengah kemudahan, kecepatan yang ditawarkan fintech, berseliweran informasi fintech tak aman, ada teror jika pinjaman tak kunjung dikembalikan dan lain-lain. Bisa dijelaskan?
Ini memang tantangan kita. Fakta itu ada, bahwa ada pihak-pihak yang melakukan cara-cara tidak etis dalam upaya mengembalikan pinjaman. Tapi, kalau dia fintech yang terdaftar atau berizin OJK, tidak akan seperti itu. Sebab, kita di AFPI punya code of conduct yang mengatur.
Bisa lebih spesifik mungkin, terkait keamanan data borrower. Cara penagihan dan terkait itu?
Aturan dari OJK selaku regulator, fintech itu hanya bisa mengakses lokasi, kamera dan mikrophone si pengguna. Ada aturan bahwa data yang diberikan borrower tidak boleh disalahgunakan. Nah, yang melanggar itu, biasanya adalah fintech ilegal.
Maksudnya fintech ilegal?
Iya, ada ratusan fintech di Indonesia yang tak terdaftar dan mereka ini yang memang merugikan fintech yang legal. Yang terdaftar dirugikan. Kemarin, Satgas Waspada Investasi sudah membekukan ratusan fintech ilegal, total sudah seribuan yang ilegal ditutup. Kalau fintech legal dan praktiknya tidak beretika, membeber data nasabah, intimidasi dan lain-lain, bisa dicabut izinnya. Kita punya Komite Etik yang mengurus itu.
Baca: Mengintip Latihan Atlet Kick Boxing, Tari Karouw Genjot Persiapan Jelang Porprov di Bitung
Berarti masih banyak pekerjaan rumah (PR) bagi AFPI untuk menciptakan iklim fintech yang sehat?
Benar. Kita punya PR soal tata cara penagihan, menyempurnakan sistem yang sudah ada. Pembatasan akses (data pribadi pengguna) yang penting.
Mungkin ini (pertanyaan) yang terakhir. Apa harapan Anda ke depan?
Kita berharap kehadiran fintech bisa jadi solusi bagi masyarakat sekaligus berkontribusi pada pembangunan. Kita ingin ciptakan iklim, ekosistem dan sistem yang baik dulu. Di satu sisi kita ingin ini maju pesat tapi kita tak ingin model usaha masih seumur bayi ini langsung layu karena terburu-buru. Kita maunya normal dan tetap dalam kendali. (ndo)