Fintech Atasi Gap Kredit Rp 1.000 Triliun: Begini Penjelasan AFPI
Keamanan data pribadi pengguna jasa soal paling menarik dibahas di tengah melesatnya financial technology (fintech).
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Ini yang paling penting mungkin. Di tengah kemudahan, kecepatan yang ditawarkan fintech, berseliweran informasi fintech tak aman, ada teror jika pinjaman tak kunjung dikembalikan dan lain-lain. Bisa dijelaskan?
Ini memang tantangan kita. Fakta itu ada, bahwa ada pihak-pihak yang melakukan cara-cara tidak etis dalam upaya mengembalikan pinjaman. Tapi, kalau dia fintech yang terdaftar atau berizin OJK, tidak akan seperti itu. Sebab, kita di AFPI punya code of conduct yang mengatur.
Bisa lebih spesifik mungkin, terkait keamanan data borrower. Cara penagihan dan terkait itu?
Aturan dari OJK selaku regulator, fintech itu hanya bisa mengakses lokasi, kamera dan mikrophone si pengguna. Ada aturan bahwa data yang diberikan borrower tidak boleh disalahgunakan. Nah, yang melanggar itu, biasanya adalah fintech ilegal.
Maksudnya fintech ilegal?
Iya, ada ratusan fintech di Indonesia yang tak terdaftar dan mereka ini yang memang merugikan fintech yang legal. Yang terdaftar dirugikan. Kemarin, Satgas Waspada Investasi sudah membekukan ratusan fintech ilegal, total sudah seribuan yang ilegal ditutup. Kalau fintech legal dan praktiknya tidak beretika, membeber data nasabah, intimidasi dan lain-lain, bisa dicabut izinnya. Kita punya Komite Etik yang mengurus itu.
Baca: Mengintip Latihan Atlet Kick Boxing, Tari Karouw Genjot Persiapan Jelang Porprov di Bitung
Berarti masih banyak pekerjaan rumah (PR) bagi AFPI untuk menciptakan iklim fintech yang sehat?
Benar. Kita punya PR soal tata cara penagihan, menyempurnakan sistem yang sudah ada. Pembatasan akses (data pribadi pengguna) yang penting.
Mungkin ini (pertanyaan) yang terakhir. Apa harapan Anda ke depan?
Kita berharap kehadiran fintech bisa jadi solusi bagi masyarakat sekaligus berkontribusi pada pembangunan. Kita ingin ciptakan iklim, ekosistem dan sistem yang baik dulu. Di satu sisi kita ingin ini maju pesat tapi kita tak ingin model usaha masih seumur bayi ini langsung layu karena terburu-buru. Kita maunya normal dan tetap dalam kendali. (ndo)