Adat Daerah
Tarian Pengobatan Motayok, Penarinya Wanita, Penyakit Bisa Disembuhkan Dengan Perantaraan Leluhur
Dua perempuan tua itu menari dengan menggerakkan tangan dan kaki, mengikuti alunan gendang, giring - giring serta gong. video tarian Motayok
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Handhika Dawangi
TRIBUNMANADO.CO.ID - Dua perempuan tua itu menari dengan menggerakkan tangan dan kaki, mengikuti alunan gendang, giring - giring serta gong.
Kain merah di tangan keduanya berkibar - kibar.
Keduanya memakai kebaya.
Dua perempuan ini bisa menari dari malam hingga pagi.
Bahkan bisa hingga tujuh hari, tanpa merasa letih ataupun ngantuk.
Baca: Ada Superhero Pada Open Ceremony Manado Fiesta 2019, Cosplay Manado Siap Ramaikan Agenda Akbar
Baca: Hotman Suka Video Ceramah Ustaz Abdul Somad Tentang Salat Subuh, Unggah ke Instagram Pada Dini Hari
Baca: PERINGATAN Dini Cuaca dari BMKG Untuk 24 Juli 2019, Ada Gelombang Enam Meter di Berbagai Wilayah
Baca: Jambret Ini Hanya Incar Tas Wanita Yang Naik Motor Dini Hari, Habiskan Uangnya Untuk Karaoke
Baca: Sungguh Mulia, Tujuh Anak Ini Menabung Untuk Beli Kurban Sapi Seharga Rp 19.5 Juta
Hal itu dikarenakan keduanya dalam keadaan trans.
Dirasuki roh leluhur Bolmong yang disebut Bogani.
Inilah cuplikan video tarian Motayok yang ditunjukkan pegiat budaya Chairun Mokoginta kepada Tribun Manado.
Tarian ini merupakan tarian tertua di Bolaang Mongondow.
Baca: Kronologi Penangkapan Jefri Nichol, Hasil Tes Urin Positif Narkoba dan Tangis Sang Ibunda
Baca: MENGENAL Brigjen Polisi Roycke Langie, Jenderal Asli Manado yang 18 Kali Pegang Jabatan Strategis
Baca: Festival Pulo Dua Luwuk Sulawesi Tengah: Menteri Susi akan Stay 3 Malam, Menpar Boyong Artis
Fungsinya sebagai ritual pengobatan.
Beragam penyakit disembuhkan dengan perantaraan roh leluhur atau Bogani.
Para penari tadi menjadi mediatornya.
Adapun upacara ini konon berawal dari raja pertama Bolaang Mongondow yakni Punu Mokodoludut yang jatuh sakit di usia belum genap lima tahun.
Para Bogani kemudian berkumpul dan menyembuhkan Mokodoludut dengan mengadakan upacara Motayok.
Menurut Chairun, tarian ini nyaris punah.
Penarinya tersisa enam orang. Semuanya berusia tua.
"Di Bolmong tarian ini hanya bisa ditemui di desa Bilalang Bersatu dan Tudu Aog," kata dia.
Ungkap Chairun, para penari adalah perempuan, memakai kebaya putih atau bermotif bunga.
Mereka disebut Bolian.
Jumlahnya bisa satu orang atau lebih.
"Mereka dikuasai roh leluhur hingga bisa menari tanpa lelah," kata dia.
Dalam keadaan trans, beber dia, bolian jadi sakti.
Mereka bisa menghadirkan benda secara gaib sesuai permintaan.
"Misalnya kita minta cengkih, bolian bisa hadirkan, dia kibaskan sapu tangan dan keluar cengkih dari sapu tangan tersebut masih dengan daunnya, namun kadang ia memberi apa yang tidak kita minta," kata dia.
Dikatakannya, cengkih tersebut jadi obat bagi si sakit. Selain cengkih, pasien kerap diberikan jahe.
"Kadang bolian memberi minum air kelapa muda atau memandikan pasien," kata dia.
Bebernya, banyak hal di luar nalar saat menonton tarian ini.
Ia bercerita, ada Bolian yang dapat mengambil barang antik dalam tanah hanya dengan tangan telanjang.
"Tapi ini merupakan tontonan yang menarik bagi turis," kata dia.
Chairun menyatakan, tak sembarangan mengadakan Motayok.
Sebelumnya harus diadakan Mobondit.
"Dalam Mobondit akan dideteksi jenis penyakit dan akan diketahui ritual apa dalam Motayok," beber dia.
Dikatakannya sesaji yang disiapkan dalam Motayok adalah ayam, beras, ketan, sagu hutan.
Beras dan sagu dimasak di dalam bambu dengan ukuran bervariasi.
"Semua masakan harus dimasak dalam bulu, setelah sesaji beres, barulah ritual dimulai," kata dia.
Menurut dia, waktu ritual biasanya sore hari.
Selain bolian, ada pemain musik.
Mereka bergantian mengiringi.
Di sekitar tempat ritual, dibangun pondok kecil dari anyaman bambu yang disebut Sibi.
Disana sesajen diletakkan.
"Itu diyakini sebagai tempat bersemayamnya roh leluhur, seseorang yang menguasai Motayok meletakkan sesajen sambil merapal mantra, lalu meminta roh leluhur agar setelah selesai menyantap
sesajen segera kembali ke tempat asalnya," beber dia.
Sebut dia, semua penyakit, baik fisik maupun gaib bisa disembuhkan.
Semua bergantung kepercayaan pasien.
"Jika dia percaya bisa sembuh, jika tak sembuh berarti kurang percaya," kata dia.
Untuk itu, penting untuk menanamkan kepercayaan pasien terhadap prosesi tersebut.
Prosesi tersebut memang menarik ditonton.
Tapi ada pantangannya.
"Dilarang berucap yang tak pantas, itu seperti ngajak bolian beradu fisik, orang yamg menantang bisa lumpuh atau sakit," kata dia.
Pantangan lainnya adalah tidak menginjak dodai atau sebatang kayu tempat injakan bolian saat menari.
Jika bolian marah, mereka akan disadarkan oleh pembantu bolian dengan menabuh gendang secara cepat sambil merapal mantra dengan bahasa Mongondow kuno.
Menurut dia, para Bolian memiliki kesaktian para Bogani yang merasukinya.
Chairun menuturkan, dirinya terpanggil untuk menyelamatkan budaya tersebut dari kepunahan.
"Saya bangun sanggar untuk menyelamatkannya, sayang jika budaya seperti ini hilang begitu saja," kata dia.
Tak mudah karena selain sulit mencari generasi muda juga tak sembarang orang bisa jadi bolian.
"Ia harus punya bakat khusus," kata dia.
Dikatakan Chairun, sanggar tersebut mentas setiap kali ada permintaan untuk pengobatan.
Awan Mokoagow bercerita ia mewarisi keahlian Motayok dari leluhurnya.
"Saat kecil saya sakit, diobati oleh nenek saya, sakit itulah jalan saya untuk mewarisi ilmu itu, syaratnya memang harus keluarga," kata dia.
Menurutnya, pasien yang datang berasal dari Bolmong dan sekitarnya.
Mereka biasanya sudah divonis dokter sembuh tapi nyatanya tidak sembuh.
Pemerintah Kabupaten Bolmong dan Kotamobagu mendukung pelestarian Motayok dengan membangun rumah adat motayok di Desa Bilalang. (art)