Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Yasti Dukung Olly Tolak Sawit

Bupati Bolaang Mongondow Yasti Soepredjo Mokoagouw mendukung sikap Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey menolak pengembangan.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUN MANADO/MAICKEL KARUNDENG
Bupati Bolmong Yasti Soepredjo Mokoagow 

TRIBUNMANADO.CO.ID, LOLAK – Bupati Bolaang Mongondow Yasti Soepredjo Mokoagouw mendukung sikap Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey menolak pengembangan kelapa sawit di Bumi Nyiur Melambai. Sulut lebih memilih mengembangkan tanaman kelapa ‘dalam’, penghasil kopra dan virgin coconut oil (VCO/minyak kelapa murni).

Hanya saja, Bupati Yasti tak bisa berbuat banyak. Izin sejumlah perusahaan sawit telah keluar oleh pemerintahan terdahulu.

Bolmong memang menjadi incaran investor sawit. Seluas 69 ribu hektare (Ha) lahan Hak Guna Usaha (HGU) di daerah ini telah dimasuki investor sawit. "Kita tak bisa gugurkan izin yang telah dikeluarkan sebelumnya," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Senin (22/7/2019).

Penghapusan izin, kata politisi Partai Nasdem ini, berisiko dan butuh waktu panjang. "Contohnya kasus PT Melisa di Poigar, izin sawit perusahaan itu digugurkan oleh penjabat bupati, Pemkab Bolmong digugat dan harus bayar ganti rugi Rp 6 miliar," kata dia.

Asisten II Pemkab Bolmong, Yudha Rantung menambahkan, izin itu sah menurut surat edaran kementerian, tidak merambah hutan dan lahan produktif. Dikatakannya, Pemkab terus mengawasi agar kiprah perusahaan sawit on the track. Untuk itu, rapat rutin digelar untuk mengevaluasi keberadaan perusahaan sawit di Bolmong.

"Baru-baru ini kami adakan evaluasi, kami tanya ke perusahaan apa saja tanaman yang bisa ditanam di bawah pohon sawit sesuai dengan skema tumpang sari yang ditawarkan perusahaan ke petani," beber dia.

Kepada perusahaan sawit, Yudha menekankan agar kehadirannya membawa dampak ekonomis bagi warga. Yudha mengklaim penolakan warga sudah mereda. Fakta itu diperolehnya dari pertemuan dengan para camat di wilayah HGU sawit. "Resistensi sudah menurun, karena sosialisasi berjalan baik," kata dia. Kata Yudha, kini wewenang mengeluarkan izin sawit di provinsi. "Jika ada izin sawit baru, harus lewat Gubernur, wewenang menerbitkan izin kini di tangan provinsi,” katanya.

Kepala Dinas Perkebunan Pemkab Bolmong Taufik Mokoginta mengatakan, sembilan perusahaan sawit tersebar di Kecamatan Sangtombolang, Lolak, Passi, Lolayan, Bolaang Timur serta Poigar. Ekspansi sawit di Bolmong berawal tahun 2009 di masa pemerintahan Bupati Marlina Moha. Begitu izin keluar, perusahaan sawit berbondong-bondong masuk ke Tanah Totabuan.

Kini tercatat sembilan perusahaan sawit di Bolmong (lihat grafis). Semuanya berhimpun dalam kelompok usaha IZZISEN Group dengan total perkebunan 79.150,30 Ha. Dari luas area itu, 20 persen mencakup kebun plasma dan 80 persen kebun inti.

Pengembangan sawit mendapat penolakan masyarakat. Seperti di konsesi milik PT Anugerah Sulawesi Indah (ASI) di Lolak. Warga menolak karena perusahaan dituding mengambil alih lahan pertanian masyarakat. Contohnya, petani di Desa Lolak Dua, Kecamatan Lolak yang tak mau mempublikasikan namanya. Jagung adalah segalanya bagi dia.

Dari jagung, ia menghidupi keluarga, menyekolahkan kedua anaknya ke jenjang tertinggi. Ketika tanaman sawit ditanam, ia merasa hidupnya sudah berakhir. "Puluhan tahun saya hidup dari jagung, sekali panen bisa raup rata rata Rp 30 juta, bahkan pernah Rp 60 juta, tapi kejayaan ini segera berakhir," kata dia.

Ia bercerita, penanaman sawit marak di Lolak mulai tahun ini. Sawit ditanam di lahan jagung dan kelapa. Perusahaan menjanjikan skema tumpang sari yakni tanaman warga bisa ditanam di sekitar pohon sawit. Namun ia meragukan hal itu. "Tak mungkin jagung bisa tumbuh di bawah sawit, pasti mati, omong kosong," kata dia.

Luas HGU tanaman kelapa sawit di Bolmong adalah 69 ribu Ha tersebar di sejumlah kecamatan. Pemilik HGU adalah sembilan perusahaan. Penanaman sawit sudah berlangsung di Lolak, Poigar serta Babo. Luas HGU di Lolak sebesar 600 hektare dan sudah ditanami 100 hektare.

Gubernur Olly Tegaskan Tolak Kelapa Sawit Masuk Sulut
Gubernur Olly Tegaskan Tolak Kelapa Sawit Masuk Sulut (TRIBUN MANADO/RYO NOOR)

Masuknya sawit di Lolak menyebabkan ratusan petani kelapa dan jagung terancam kehilangan penghasilan. Seorang petani lainnya yang ditemui tribunmanado.co.id di kawasan perkebunan Desa Lolak 2, tak kuasa meneteskan air mata saat bercerita tentang nasib tanaman jagungnya. "Ini mungkin akan jadi panen terakhir kami," kata dia.

Seorang petani lainnya membawa tribunmanado.co.id menyusuri lokasi kebun sawit di Desa Lolak Dua pekan lalu. Lokasinya di pedalaman. Harus menyeberang sungai kecil yang berarus deras, mendaki sejumlah tanjakan.

Di lokasi pertama, terlihat puluhan tanaman sawit setinggi 1 meter. Setiap 5 sawit mengelilingi sebuah pohon kelapa yang tingginya sisa semeter karena sudah dipotong. "Ini belum seberapa," kata dia.

Ia menunjuk lahan lainnya. Di sana lebih tragis. Ratusan tanaman jagung layu dan jatuh di tanah. Kontras dengan tanaman sawit yang baru merekah. Di salah satu lokasi, nampak sebuah mobil. Si petani minta berhati-hati. "Itu penjaganya," kata dia.

Sekitar mobil itu nampak sekelompok pria. Ada yang berpakaian seragam aparat dan bersenjata. Berbagai tudingan miring terhadap perusahaan kelapa sawit di Bolmong dijawab oleh PT Agricore. Perusahaan ini mewakili sembilan perusahaan sawit.

Indra Maulana, Manager Official Agricore Global menjelaskan, keberadaan perusahaan sawit di Bolmong akan membawa nilai ekonomis bagi masyarakat. Ribuan lapangan kerja akan terbuka. "Satu Ha kita butuh 3 pekerja (237 ribu pekerja untuk 79 ribu Ha), ini ada puluhan ribu hektare, belum lagi tenaga kerja lainnya," kata dia.

Sebut Maulana, perusahaannya satu-satunya yang membolehkan adanya tumpang sari atau penanaman di pinggir pohon sawit oleh petani. Pihaknya menawarkan sebuah jenis umbi. "Umbi ini harganya mahal, lebih untung dari tanam jagung, petani bisa jual atau kami beli," kata dia.

Mengenai tudingan bahwa sawit bisa merusak lingkungan, sebut dia, beberapa di antaranya tidak terbukti. Ia menegaskan, perusahaan patuh pada regulasi. "Semuanya sesuai dengan aturan, kami tidak rombak hutan dan juga tidak rambah lahan produktif," kata dia.

Ungkap dia, penanaman sawit sudah berlangsung di Poigar serta Lolak. Uji coba produksi akan berlangsung Oktober nanti. "Kita akan jual hasilnya ke Bitung atau Gorontalo," kata dia.

Ke depan, pihaknya berencana membangun sebuah pabrik. Pabrik tersebut direncanakan memiliki mesin pengolah dengan kapasitas 10 ton per jam. "Untuk punya pabrik demikian, kita harus memiliki paling kurang 3.000 Ha sawit, sekarang 400 (Ha), ini kemungkinan terwujud 3 tahun depan," kata dia.
Dikatakan Maulana, dari luas HGU sebesar 79 ribu Ha, yang produktif hanya sekira 30 ribu (Ha) saja. Sedang yang sudah ditanami baru seribuan Ha.

Menurut dia, pihaknya sempat terhalang menanam sawit dikarenakan Sulut masuk zona merah sawit. Menyiasati itu, pihaknya menanam demplot untuk menunjukkan bahwa sawit tidaklah merugikan. "Dan hasilnya ternyata baik," beber dia. Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) masuk satu di antara sejumlah wilayah di Sulut yang diincar perusahaan sawit. Padahal sebanyak 48 ribu Ha areal perkebunan kelapa di daerah ini.

Hampir separuh Minsel menggantung hidupnya dengan berprofesi sebagai petani kelapa. Dari hasil kelapa dan produk turunannya mereka bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang bangku kuliah.

Dolvie Mangindaan, pemilik perkebunan kelapa di Amurang, menolak secara tegas kehadiran investor sawit di Minsel. Alasannya sawit hanya akan menghidupi kaum 'borjuis'. "Selama ini pemilik perkebunan kelapa adalah pemodal besar dan kebanyakan orang dari luar Sulut. Kami takutkan jika sawit diizinkan masuk Minsel, petani akan menjadi tamu di tanah sendiri," ujar dia, Senin (22/7/2019).

Meivo Rumengan, pemilik kelapa di Desa Tawaang, Kecamatan Tenga, Kabupaten Minsel menolak juga kehadiran perkebunan sawit. "Kalau perlu kami akan demo kalau memang diizinkan masuk Minsel," kata dia.

Menurutnya, ribuan petani di Minsel juga akan setuju menolak kehadiran investor sawit. Walaupun saat ini harga kopra sedang turun di pasaran, tapi masyarakat atau petani kelapa bisa menikmati hasil jerih lelah mereka sendiri.

"Kami minta pemerintah jangan menyetujui masuknya sawit di daerah ini. Tapi saya yakin pemerintah sangat pro dengan keadaan masyarakat kecil," ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Minsel Roy Sumangkut menuturkan, hingga saat ini, belum ada investasi sawit. Kalaupun ada ditolak karena setahu dia tidak akan sesuai dengan rencana tata ruang. "Tidak ada RT/RW sawit di Minsel. Saya kira juga tak gampang mengurus segala proses izinnya," kata Sumangkut.

Dr Ir Maxi Lengkong MS
Dr Ir Maxi Lengkong MS (Tribun manado / Rian Sekeon)

Mengurangi Kesuburan Tanah

Dr Ir Maxi Lengkong MS, Kepala Jurusan Hama dan Penyakit di Fakultas Pertanian Unsrat mengatakan, masuk kelapa sawit di Sulut menuai banyak tanggapan. Akhir-akhir ini, perkebunan sawit menjadi isu hangat baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Tanaman yang sifatnya monokultur ini dalam banyak kasus, sangat mengganggu ekosistem lingkungan hidup. Dari data yang ada terungkap, ekspansi perusahan-perusahan kelapa sawit dimulai tahun 2009. Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri sebagai bahan baku penghasil minyak masak, minyak industri maupun bahan bakar. Tanaman ini dinilai hanya akan menguntungkan perusahan asing.

Tanaman sawit bukan merupakan tanaman asli dari Indonesia. Apabila sawit diproduksi tinggi akan banyak lahan sehingga hutan, areal perkebunan lama akan ditebangi dan dipangkas hanya menjadi lahan perkebunan sawit.

Akibatnya makhluk hidup yang tinggal di dalamnya pun menjadi terganggu dan kawasan resapan air menjadi berkurang sehingga pada saat intensitas hujan lebih besar dan laju.

Saya berharap pemerintah dapat meninjau kembali dan membatalkan izin apabila ada perusahaan perusahan asing yang akan mengambil lahan untuk tanaman sawit. Kebanyakan kegiatan pembukaan lahan sawit dilakukan dengan metode tebang habis (land clearing) hanya untuk menghemat biaya.

Pemerintah tidak boleh memberikan rekomendasi atau menerbitkan izin bagi perusahan asing kelapa sawit yang akan beroperasi di Sulut. Kita tahu tanah Nyiur Melambai ini dikenal dengan tanah yang subur dan tidak hanya terpaku saja pada tanaman sawit yang hanya merusak dan mengurangi kesuburan tanah.

Gubernur Akan Tunjau Izin

Gubernur Sulut Olly Dondokambey kukuh pendirian ketika dikonfirmasi soal izin operasi kelapa sawit. "Pokoknya Gubernur tidak kasih izin," ujarnya ketika dikonfirmasi tribunmanado.co.id usai keluar dari ruang sidang paripurna DPPD, Senin (22/7/2019).

Izin terlanjur keluar, belakangan diketahui keluar dari Pemkab Bolmong. "Tanya ke perusahaan siapa yang kasih izin. Tanya ke kabupaten, siapa yang kasih izin," ungkap dia lagi. Bicara kelapa sawit, Gubernur Olly sudah gembar-gembor menyikapi penolakan. Dalam satu status di media sosialnya, Olly menyerukan penolakan.

"Saya dengan tegas menolak kehadiran kelapa sawit di Sulawesi Utara. Saya tidak pernah keluarkan izin ataupun rekomendasi terkait kelapa sawit di Sulawesi Utara. Dan selama saya Gubernur saya tidak akan menguarkan izin kelapa sawit di Sulawesi Utara."

Dalam satu kolom komentar, Gubernur mengungkit akan meninjau kembali izin kelapa sawit. Sikap penolakan Gubernur terhadap masuknya kelapa sawit, di tengah upayanya mendorong produk turunan komoditas kelapa biasa agar harganya bisa terkerek naik.

Salah satu gerakan yang sedang diusung Olly yakni menyerukan masyarakat Sulut untuk menggunakan minyak kelapa biasa produksi lokal. Pemprov bahkan sudah membiayai alat produksi minyak kelapa. Belum lagi, ide menjadikan minyak kelapa oleh-oleh turis Cina. Argumentasinya ratusan ribu turis asing datang ke Sulut. Jumlah itu cukup memadai menyerap produk minyak kelapa lokal.

"Agar menarik minyak kelapa ini dikemas dengan botol yang menarik, seperti botol olive oil dari luar negeri," ungkap dia, awal bulan lalu. Bulan lalu, Gubernur bahkan mengutus Wagub Steven Kandouw melobi investasi pengolahan kelapa hingga ke Belanda. Rencana itu jadi harapan di tengah anjloknya harga kopra.

Pengamat hukum dari Unrat, Toar Palilingan mengatakan, Gubernur Olly punya kewenangan mengeluarkan izin apabila wilayah perkebunan berada di dua atau lebih wilayah kabupaten dan kota. Sikap tidak mengeluarkan izin patut diapresiasi sebagai kebijakan Gubernur.

Belakangan mencuat operasi perkebunan kelapa sawit di Sulut yang izinnya keluar dari bupati. Pertanyaan, bisakan perizinan yang dikeluarkan dicabut. Perizinan yang telah diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Bolmong dapat sewaktu-waktu dicabut, apabila penerima izin melanggar berbagai larangan maupun perintah sehubungan dengan syarat dan ketentuan pemberian izin.

“Namun bila pemegang izin telah patuh dan tunduk sepenuhnya terhadap syarat dan ketentuan terkait izin yang telah diberikan, maka pemerintah daerah tidak dapat secara sepihak mencabut izin yang sudah dikeluakan,” kata dia.

Biasanya perizinan diawali dengan dikeluarkannya Izin Lokasi Perkebunan dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kelapa Sawit. Kemudian pemegang izin melaksanakan kegiatan-kegiatan terkait lainnya misalnya, pembangunan infrastruktur penunjang perkebunan sawit, maupun lokasi-lokasi pembibitan serta analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), dan beragam bersyaratan lain sesuai dengan proposal bisnis perusahaan.

“Bagi lokasi yang sudah terlanjur memegang perizinan namun tidak melakukan kegiatan sebagaimana yang dipersyaratkan, baru pemerintah daerah setempat dapat mencabut izin dimaksud,” ujar Toar.

Untuk menjaga prospek tanaman kelapa beserta nilai jual produksinya yang berdampak pada kesejahteraan petani di Sulut, maka kebijakan Gubernur perlu didukung sekalipun UU No 39 Tahun 2014 Pasal 39 tidak membatasi wilayah dari para pelaku usaha perkebunan untuk membuka usaha di wilayah seluruh Indonesia. (ryo/ian/art/dru)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved