Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jokowi Tunggu Permohonan Amnesti Baiq Nuril

Presiden Joko Widodo menunggu surat permohonan amnesti dari Baiq Nuril Makmun. Presiden meminta pihak Baiq Nuril

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
kompas.com
Baiq Nuril Makmun 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden Joko Widodo menunggu surat permohonan amnesti dari Baiq Nuril Makmun. Presiden meminta pihak Baiq Nuril secepatnya mengirimkan surat permohonan tersebut untuk dibahas dengan jajarannya.

"Secepatnya (kirim surat permohonan amnesti)," ujar Jokowi di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Jumat (5/7).

Baca: Olly Rapat Kabinet di Atas Kapal: Kata Pengamat soal Politikus Jadi Menteri

Menurut Presiden Jokowi setelah surat permohonan tersebut sampai di tangannya, maka akan dibicarakan terlebih dahulu dengan Menteri Hukum dan HAM, Menko Polhukam dan Jaksa Agung. "Untuk menentukan apakah amnesti apakah yang lainnya," ujar Jokowi.

Jokowi menegaskan saat ini persoalan Baiq Nuril bukan merupakan wilayah eksekutif, tetapi masih merupakan urusan yudikatif.

"Saya tidak mengomentari apa yang sudah diputuskan mahkamah, tapi perhatian saya sejak awal kasus ini tidak berkurang. Sekali lagi kita harus menghormati keputusan yang sudah ditetapkan mahkamah," tuturnya.

Baca: Harun Ditembak dari Jarak 11 Meter: 10 Anggota Brimob Ini Dihukum

Usaha korban kekerasan seksual di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Baiq Nuril Maknun untuk mencari keadilan semakin panjang. Peninjauan kembali (PK) yang diajukan pada (3/1) lalu ternyata ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara MA Hakim Agung Andi Samsan Nganro melalui keterangan tertulis pada Jumat (5/7).

"Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali pemohon atau terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019. Dengan ditolaknya permohonan PK pemohon atau terpidana tersebut, maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku," kata Andi.

Sementara itu, kuasa hukum Baiq, Joko Jumadi, mengaku telah mendapat informasi PK kliennya ditolak oleh MA. "Kami dapat informasinya pada pagi tadi, tapi kami belum dapat salinan putusannya," kata Joko ketika dikonfirmasi, Jumat (5/7).

Baiq telah divonis bersalah telah melanggar UU ITE oleh MA di tingkat kasasi. Ia divonis hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider kurungan tiga bulan. Kejaksaan Agung memutuskan untuk menunda eksekusinya ke penjara.

Kini dengan adanya penolakan PK membuat Baiq dihantui kembali segera dijebloskan ke dalam bui. Joko mengatakan pihaknya akan tetap mengajukan amnesti bagi kliennya ke Presiden Joko Widodo.

"Kami dari kuasa hukum mendorong presiden agar mengeluarkan amnesti untuk Nuril," katanya.

Baca: Polri Kirim Banyak Jenderal Capim KPK: Ini yang Dikhawatirkan Peneliti LIPI

Tim kuasa hukum, lanjut Joko, tengah mengupayakan agar amnesti bagi Baiq Nuril dikabulkan. "Kami masih mengupayakan langkah-langkahnya (untuk mendapat amnesti)," ujarnya.

Nuril diputus bersalah setelah MA memenangkan kasasi yang diajukan penuntut umum atas putusan bebas Pengadilan Negeri Mataram. MA memutuskan Nuril bersalah telah melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE karena dianggap menyebarkan informasi elektronik yang mengandung muatan asusila. Padahal, ia justru menjadi korban tindak asusila oleh mantan guru di sekolah tempat ia bekerja.

Latar belakang kasus ini adalah Nuril, yang saat kasus terjadi bekerja sebagai guru honorer di sebuah SMA di Mataram, Nusa Tenggara Barat, merekam perbincangan mengandung unsur asusila dengan kepala sekolah yang saat itu atasannya.

Nuril melakukan hal tersebut karena merasa tidak nyaman sekaligus ingin memiliki bukti untuk menampik tuduhan dirinya memiliki hubungan khusus dengan kepala sekolah tersebut. Rekaman tersebut kemudian menyebar lalu Nuril dilaporkan oleh bekas atasannya dengan tuduhan pelanggaran UU ITE, khususnya Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE.

Aviva Nababan dari Amnesty International Indonesia merasa putusan ini patut disesalkan. Aviva menilai sekarang adalah saat yang tepat bagi Presiden Joko Widodo sebagai pemegang otoritas tertinggi negara untuk menghadirkan keadilan bagi warga negaranya melalui amnesti.

"Langkah ini tidak harus menunggu korban untuk mengajukannya. Presiden, disertai pertimbangan DPR RI, dapat secara proaktif memberikannya jika melihat terjadi ketidakadilan terhadap seorang warga negara," papar Aviva dalam keterangannya kepada Tribun Network, Jumat (5/7).

Menurut Damar Juniarto dari SAFENet, presiden harus memberikan amnesti sebagai bentuk upaya memberikan dukungan kepada korban-korban pelecehan seksual lainnya di Indonesia dalam menghadapi kriminalisasi yang tidak seharusnya mereka alami.

"SAFEnet dan Amnesty International Indonesia menilai alasan tersebut menunjukkan perspektif hukum majelis hakim sidang PK tidak lengkap dalam menimbang keadilan bagi Nuril dan justru menyalahkan korban pelecehan seksual yang berusaha mengungkapkan kejahatan yang terjadi terhadapnya," kata Damar Juniarto.

Penolakan PK, menurut Damar Juniarto membuktikan sulitnya korban pelecehan seksual mencari keadilan. Korban bukan saja direndahkan, tetapi secara mudah dianggap sebagai sumber atau pelaku kejahatan. Ke depan, penolakan PK ini dapat membuat korban lainnya dari pelecehan seksual atau kekerasan seksual akan semakin takut bersuara.

Selain mendesak pemberian amnesti kepada Baiq Nuril, SAFENet dan Amnesty International Indonesia juga mendesak pemerintah dan DPR RI untuk menghapus pasal-pasal karet di UU ITE termasuk Pasal 27-29 UU ITE.

Mereka menilai pasal-pasal ini telah banyak digunakan untuk melawan ekspresi yang sah dalam standar hak asasi manusia internasional dan keberadaannya akan menggerus kebebasan berekspresi di Indonesia.

Nuril Sedih Dengar Keputusan MA

Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, mengatakan saat ini Baiq Nuril sangat terpukul mendengar Mahkamah Agung ( MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukannya pada 3 Januari 2019. Joko mengatakan saat ini pihaknya tengah berusaha menenangkan Nuril.

"Bagaimanapun dia sedihlah menerima putusan MA ini, tetapi keyakinan Nuril bahwa dia tidak bersalah, meskipun MA menganggapnya bersalah dengan ditolaknya peninjauan kembali (PK)," kata Joko, kepada Kompas.com, Jumat (5/7).

Meski PK ditolak, kata Joko, Nuril harus tetap tabah. "Ini cukup mengejutkan, kita semua sebenarnya tidak percaya PK yang kami dan Nuril ajukan akan ditolak MA, ya ini harus dihadapi. Tetapi Nuril harus kuat, harus siap, karena dia tetap di posisi yang benar, Nuril tidak salah," kata Joko.

Pengadilan Negeri (PN) Mataram sempat  membebaskan Nuril pada 2017 silam. Namun, jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan kasasi. MA mengabulkan kasasi dengan menghukum Nuril enam bulan penjara dan denda Rp500 juta, subsider tiga bulan penjara. Hakim MA menilai hukuman itu dijatuhkan pada Nuril lantaran telah merekam percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, H Muslim.

Perbuatan Nuril dinilai membuat keluarga besar Muslim menanggung malu. Nuril kemudian mengajukan Permohonan PK terhadap putusan MA, Nomor 574K/PID.SUS/2018 tanggal 26 September 2018, Juncto putusan Pengadilan Negeri Mataram, Nomor 265/Pos.Sus/2017/PN Mtr tanggal 26 Juli 2017. Namun, MA menolaknya, Atas penolakan itu, Nuril akan menghadapi hukuman penjara enam bulan dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. (Tribun Network/sen/ham/the)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved