Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pilpres 2019

15 Tokoh yang Dinilai Bakal Maju Pilpres 2024, Ada 5 Jadi Kuda Hitam, Bisa Beri Kejutan!

Lantas bagaimana rekam jejak, prestasi dan pencapaian kelima nama tersebut sehingga layak disebut sebagai "kuda hitam" pada Pilpres 2024 mendatang?

Editor: Indry Panigoro
tribun baru
Foto : Basuki Tjahaya Purnama 

TRIBUNMANADO.CO.ID - LSI Denny JA atau lembaga riset Lingkaran Survei Indonesia merilis 15 nama tokoh yang dinilai berpotensi berlaga pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Dari 15 nama tersebut, lima di antaranya berasal dari kelompok pejabat pemerintah.

Lima nama tersebut dianggap menjadi "kuda hitam" atau sosok yang dapat memberikan faktor kejutan.

Adapun, kelima sosok itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Lantas bagaimana rekam jejak, prestasi dan pencapaian kelima nama tersebut sehingga layak disebut sebagai "kuda hitam" pada Pilpres 2024 mendatang?

Berikut ulasannya.

Baca: Tiga Sosok Milenial yang Masuk Radar Calon Menteri Kabinet Jokowi, Rofiq: Berusia 20-30 Tahun

Baca: JOKOWI Kunjungi Sulut, KEK Bitung Diserbu Investor, Berikut Daftar 45 Perusahaan Siap Investasi

Baca: 3 Media Sosial Seperti Instagram, WhatsApp dan Facebook Minta Maaf Terkait Down Bersamaan

1. Sri Mulyani Indrawati

Sri Mulyani Masuk Perempuan Paling Berpengaruh Dunia Versi Forbes
VOA-Indonesia
Direktur pengelola Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati dalam wawancara dengan VOA.
Sri Mulyani Masuk Perempuan Paling Berpengaruh Dunia Versi Forbes VOA-Indonesia Direktur pengelola Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati dalam wawancara dengan VOA. ()

Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (29/1/2019)(Dok Biro KLI Kemenkeu ) (Dok Biro KLI Kemenkeu)
Sri Mulyani ditunjuk sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden Joko Widodo melalui perombakan kabinet pada Juli 2016.

Ia menggantikan Bambang PS Brodjonegoro.

Sri Mulyani sebelumnya menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia. Jabatan itu ia emban sejak 1 Juni 2010.

Perempuan kelahiran Bandar Lampung 26 Agustus 1962 ini juga pernah memegang tiga jabatan penting pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketiga jabatan tersebut adalah Menteri Keuangan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Baca: Kronologi Oknum Polisi Briptu FM Terancam Dipecat karena Hamili 2 Wanita Sekaligus hingga Melahirkan

Sejumlah cara juga pernah dilakukan untuk "membawa" Sri Mulyani ke ranah politik.

Sekitar tahun 2011, sejumlah aktivis dan akademisi mendirikan Partai Serikat Rakyat Independen (SRI). Partai tersebut dibentuk untuk mendukung Sri Mulyani sebagai calon presiden pada Pemilu 2014.

Susunan kepengurusan Partai Sri saat itu, yakni Ketua Umum Damianus Taufan, Sekretaris Nasional Yoshi Erlina, Bendahara Susy Rizky Wiyantini.

Sejumlah tokoh masuk sebagai anggota Majelis Pertimbangan, antara lain Arbi Sanit, Rocky Gerung, Rahman Tolleng, Fikri Jufri, dan Dana Iswara. Namun, Partai SRI gagal lolos verifikasi administrasi parpol peserta Pemilu 2014 di KPU.

2. Budi Gunawan

Wakapolri, Komjen. Pol. Budi Gunawan dalam acara silaturahmi Polri bersama keluarga korban teror Thamrin di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (22/1/2016). TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Wakapolri, Komjen. Pol. Budi Gunawan dalam acara silaturahmi Polri bersama keluarga korban teror Thamrin di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (22/1/2016). TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN ()

Budi Gunawan dilantik menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada 9 September 2016 oleh Presiden Joko Widodo. Ia mendapat kenaikan pangkat dari Komisaris Jenderal menjadi Jenderal.

Ia dikenal dekat dengan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri lantaran pernah menjadi ajudannya.

Nama Budi Gunawan dikenal publik saat ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus "rekening gendut" pejabat Polri pada 2015. Namun, status tersangka itu kemudian dibatalkan dalam sidang praperadilan.

Budi juga pernah masuk dalam tujuh calon Kapolri bersama Tito Karnavian menggantikan Badrodin Haiti yang pensiun akhir Juli 2016.

Saat itu, Budi menjabat sebagai Wakapolri dan Tito merupakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Setelah menunaikan tugasnya sebagai ajudan Megawati periode 2001-2004, Lulusan Akpol 1983 ini juga pernah menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier SSDM Polri.

Karier Budi terus melejit hingga menjadi Kapolda Jambi dan Bali. Setelah itu, ia kembali ke Jakarta menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, sebelum menjabat sebagai Wakapolri.

Pria kelahiran 11 Desember 1959 ini pensiun pada 2017 lalu.

Nama Budi Gunawan juga pernah dikaitkan dengan politik. Menjelang Pilpres 2019, Budi Gunawan masuk jajaran calon wapres pendamping Jokowi.

3. Tito Karnavian

Kapolri Tito Karnavian
Kapolri Tito Karnavian (tribun medan)

Tito merupakan lulusan Akpol angkatan 1987 pertama yang menyandang tiga bintang di bahunya. Sebelum terpilih sebagai pimpinan tertinggi Polri, Tito menjadi kandidat termuda di antara enam perwira yang masuk dalam bursa calon Kapolri pada 2016 lalu.

Pada 2009, ia pernah menjabat sebagai Kepala Densus 88 Antiteror. Setelah itu ia ditempatkan di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan.

Tito sempat menjabat sebagai Kapolda Papua periode 2012-2014 dan Kapolda Metro Jaya periode 2015-2016.

Kemudian ia diangkat sebagai Kepala BNPT pada 16 Maret 2016 menggantikan Komjen Pol Saud Usman Nasution.

Tito resmi menjabat Kapolri setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (13/7/2016) di Istana Negara. Pangkat Tito langsung dinaikkan satu tingkat menjadi jenderal polisi.

Follow Instagram Tribun Manado:

Berita populer:

Baca: KABAR TERBARU Anggota TNI Kopda Lucky Meninggal Dianiaya, Berawal Tersangka Merekam Korban

Baca: Wanita Cantik Ditangkap Polisi Karena Mencuri di Toko Emas, Saat Diperiksa Penyidik Dia Pun Menangis

Baca: Dua Politisi Cantik PSI Masuk Daftar Kabinet: PDIP Serahkan ke Jokowi Memilih Menteri

4. Gatot Nurmantyo

Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo 
Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo  (Kompas.com)

Gatot Nurmantyo dipilih oleh Presiden Joko Widodo sebagai calon tunggal Panglima TNI.

Nama Gatot diusulkan Jokowi ke DPR pada 9 Juni 2015.

Setelah lolos dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Gatot dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Moeldoko yang pensiun pada 1 Agustus 2015.

Pria kelahiran Tegal 13 Maret 1960 ini pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Ia juga pernah menjabat sebagai Pangdam V/Brawijaya periode 2010-2011.

Setelah itu Gatot menjadi Komandan Kodiklat TNI AD dan Pangkostrad pada 2013-2014. Ia tercatat menjadi prajurit TNI selama 36 tahun sejak 1982.

Gatot resmi pensiun pada 31 Maret 2018. Sebelum pensiun, posisinya digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara.

Setelah tak lagi menjadi perwira TNI aktif, nama Gatot santer disebut dalam berbagai lembaga survei calon presiden atau wakil presiden.

Hasil survei nasional Poltracking Indonesia sempat menyebut Gatot dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019.

Selain itu, nama Gatot Nurmantyo juga masuk daftar cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Akan tetapi, saati itu Gatot secara tak langsung menyiratkan dirinya akan berkiprah di dunia politik.

Pada masa kampanye Pilpres 2019, Gatot pernah hadir dalam acara pidato kebangsaan Prabowo di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019).

Ia diberikan kesempatan berbicara seusai Prabowo menyampaikan pidato kebangsaannya.

Gatot pun mengungkapkan alasan kenapa dirinya hadir dalam acara tersebut. Ia mengatakan, melalui telepon Prabowo meminta dirinya hadir untuk berbicara mengenai beberapa permasalahan terkait kemiliteran.

5. Basuki Tjahaja Purnama

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (Kompas.com)

Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok mengawali karier politiknya sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung.

Pada 2005, ia maju dalam Pilkada Kabupaten Belitung dan berhasil meraih suara 37,19 persen.

Pada 22 Desember 2006, Ahok menyerahkan jabatan bupati ke wakilnya.

Sebab, saat itu ia memutuskan maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Namun, ia gagal terpilih.

Ahok sempat menjadi anggota DPR pada 2009.

Ia mencalonkan diri dari Partai Golkar. Namun, Partai Golkar bukan merupakan partai politik pertamanya.

Ahok pernah menjadi kader Perhimpunan Indonesia Baru.

Pada 2012, Ahok memutuskan keluar dari Partai Golkar dan masuk ke Partai Gerindra. Ia menjadi calon wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo.

Selang dua tahun kemudian, Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah Jokowi terpilih menjadi presiden pada Pilpres 2014.

Setelah itu, Ahok memutuskan maju di Pilgub DKI 2017. Ia berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat.

Namun Ahok-Djarot kalah di putaran kedua pemungutan suara dari lawannya, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Pada saat yang sama, Ahok tersandung kasus penistaan agama. Ia ditetapkan tersangka pada 16 November 2016.

Pada 9 Mei 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara.

Ahok bebas pada 24 Januari 2019. Setelah bebas, Ahok diharapkan pendukungnya kembali berkiprah di perpolitikan nasional.

Meski disebut sebagai "kuda hitam" namun status Ahok sebagai mantan terpidana kasus penistaan agama menjadi hambatan jika dicalonkan atau mencalonkan pada Pilpres 2014.

Ahok didakwa melanggar dua pasal, yakni Pasal 156 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun dan Pasal 156a KUHP dengan ancaman pidana penjara 5 tahun.

Sementara itu, Pasal 169 huruf p Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menyatakan calon presiden dan wakil presiden tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.

Dengan demikian, Ahok dinilai sulit memenuhi syarat jika akan mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai calon presiden maupun wakil presiden. (*) Sumber: KOmpas.com

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Jenderal TNI Purn Gatot Nurmantyo dan Kapolri Tito Karnavian, Peluang 15 Tokoh Maju ke Pilpres 2024

Tonton:

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved