Haryanto dan Nono S.A. Sumampouw: Variabel Religi Pilkada Manado 2020
Data proses dan hasil Pemilu 2019, secara khusus di Kota Manado, yang dikumpulkan dan dianalisis oleh SRaD (Shaad Research and Development)
Namun, bila Katolik diperhitungkan sebagai kekuatan politik yang mandiri, data yang ada menjadi lebih fragmentatif.
Bila diturunkan menjadi nama-nama bakal calon, dari kalangan Kristen yang sudah mencuat adalah Jimmy Rimba Rogi, Roy Roring, Telly Tjanggulung, Rio Permana Mandagi, dan Mor Bastiaan.
Demikian pula dengan komunitas Muslim yang melalui nama-nama seperti Abid Takalamingan, Taufik Pasiaq, Ulias Taha, Bobby Daud, Mahmud Turuis, Djafar Madiu dan Rum Usulu.
Dua pengelompokan itu sangat mungkin menjadi penggabungan, karena walau sesuai DPT pemeluk Kristen dominan secara demografis, tetapi angkanya relatif seimbang dengan Muslim.
Inipun belum dihitung dengan calon yang terdengar akan maju dari kelompok agama di luar dua kategori tersebut, seperti Ketua DPRD Provinsi Sulut, Andrei Angouw.
Tetapi, peta politik berbasis data agama tidak sesederhana itu.
Beberapa aspek, misalnya disparitas, persebaran dan fragmentasi kekuatan politik, bahkan alasan-alasan kualitatif yang mendasari munculnya angka-angka dan persentase-persentase yang telah dihasilkan berdasarkan Pemilu 2019, juga harus dimasukkan sebagai variabel.
Kita bisa memulai dari komposisi keterwakilan anggota DPRD Kota Manado terpilih berdasarkan religi, yang dapat menjadi cerminan kekuatan politik Pilkada 2020.
Kenyataannya, Pemilu 2019 menghasilkan komposisi 78% (31 orang) anggota DPRD Manado dari kalangan non-muslim dan hanya 22% (9 orang) dari kalangan Muslim.
Persentase ini menjadi agak timpang jika dibandingkan dengan dengan persentase suara di DPT.
Pertanyaannya kemudian adalah: bagaimana ini bisa terjadi?
Jawaban terhadap pertanyaan krusial itu adalah faktor parpol yang umumnya berideologi nasionalis.
Parpol nasionalis (berbeda dengan yang berideologi religi), secara alamiah akan dipilih konstituen non-muslim dan secara bersamaan juga oleh Muslim.
Sementara, partai berbasis massa Islam, hampir kurang dilirik oleh pemilih non-muslim.
Sehingga, dalam sudut pandang ini, sebenarnya cenderung menguntungkan politikus non-muslim yang tersebar di parpol nasionalis.