Putusan Sengketa Pilpres
Penjelasan Hakim MK Soal Dalil Pemilih di Bawah Umur, Data Ganda, NIK Kecamatan Siluman
Hakim menerangkan terhadap dalil termohon dan pihak terkait tidak menyampaikan jawaban dan/atau keterangan.
Penulis: Reporter Online | Editor: Rhendi Umar
Penjelasan Hakim MK, soal Dalil Penggelembungan Suara yang Diajukan Prabowo-Sandi
Sidang sengketa pemilihan presiden ( Pilpres) sudah selesai diputuskan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi ( MK), Kamis (27/6/2019).
Dalam isi putusan hakim tersebut hakim membacakan soal dalil indikasi penggelembungan suara yang diajukan pihak pemohon Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Dalil penggelembungan suara ditemukan pemohon berdasarkan analisa atas jumlah suara tidak sah yang sangat besar jika dibandingkan jumlah suara tidak sah antara Pemilu DPD dengan Pemilu Presiden.
Salah satu indikasi penggelembungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah adanya keanehan pada variasi persentase suara tidak sah yang sangat jauh rentang perbedaannya, yaitu antara angka 4,8% hingga yang tertinggi 36,1%.
Menurut Pemohon salah satu mekanisme untuk mengonfirmasi fakta dimaksud adalah dengan cara
membandingkan DPT sesuai penetapan yang sah dari Termohon, seluruh jumlah TPS, suara sah dan tidak sah, serta rekapitulasi seluruh daftar hadir.
Berita Selebritis Tribun Manado:
Baca: Song Joong Ki dan Song Hye Kyo Bercerai, Tagar SongSongCouple Jadi Trending Topic Dunia
Baca: Sekali Tusuk Ratusan Juta, Rahasia Awet Muda Barbie Kumalasari yang Bela Suami Iri Pernikahan Fairuz
Baca: Tak Hanya Galih Ginanjar, Deretan Artis Ini Juga Pernah Bongkar Aib Mantan, Karier Nomor 4 Lenyap
Tak hanya itu menurut Pemohon hal tersebut hanya dapat dibuktikan apabila Mahkamah memerintahkan Termohon membandingkan data tersebut untuk seluruh TPS di seluruh provinsi di Pulau Jawa, provinsi di Pulau Sumatera, provinsi di Pulau Kalimantan, Provinsi Bali, Provinsi NTB, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, tidak hanya terbatas dengan merekap seluruh daftar hadir (Formulir C7).
Tak hanya itu pemohon berpendapat telah terjadi kecurangan Pemilu 1929 yang mengakibatkan penggelembungan dan pencurian suara dengan jumlahnya berkisar antara 16.769.369 suara sampai dengan 30.462.162 suara.
Namun hal tersebut dibantah oleh pihak termohon Jokowi-Ma'ruf.
Mereka menyampaikan jawaban yang pada pokoknya menolak dalil-dalil Pemohon mengenai indikasi adanya penggelembungan suara karena tidak jelas dan tidak berdasar serta tanpa didukung fakta dan bukti.
Pemohon juga tidak mampu menguraikan sama sekali bagaimana Termohon melakukan penggelembungan suara tersebut.
Setelah Mahkamah mencermati secara saksama dalil Pemohon a quo,
Mahkamah berpendapat bahwa dalil adanya penggelembungan suara hanya didapatkan oleh Pemohon berdasarkan analisis terhadap jumlah suara tidak sah dan membandingkan jumlah suara tidak sah pada Pemilu DPD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Baca: Ahok sampaikan Pesan Khusus untuk KH Maruf Amin dan Jokowi setelah Putusan MK
Baca: Home Credit Indonesia Dorong Generasi Muda Kelola Keuangan Lewat Program Literasi Keuangan
Baca: Khamid Nikahi Wanita Asal Inggris Dengan Mahar Al Fatihah, Inilah Kisah Pernikahan Serupa
Menurut Mahkamah analisis yang dilakukan oleh Pemohon tidak didukung dengan bukti yang cukup dan hanya asumsi belaka. Oleh karenanya menurut Mahkamah dalil permohonan a quo tidak beralasan menurut
hukum. (Rhendi Umar/Tribunamanado.co.id)
SUBSCRIBE YOU TUBE TRIBUN MANADO: