Tiga Orang Tewas dalam 24 Jam di London: Ini Ucapan Trump yang Picu Ketegangan
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan pernyataan kerasnya ke Wali Kota London Inggris, Sadiq Khan.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, LONDON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan pernyataan kerasnya ke Wali Kota London Inggris, Sadiq Khan. Konteks panasnya suasana politik Presiden vs Wali Kota ini adalah perhatian atas sejumlah peristiwa penusukan dan penembakan di London yang merenggut korban jiwa.
Dilansir BBC, Minggu (16/6/2019), sejumlah peristiwa kekerasan itu terjadi dalam kurun waktu 24 jam di kawasan London. Total ada tiga orang tewas akibat penikaman-penikaman di berbagai tempat terpisah itu.
Baca: Jokowi Ingin Aktivis 98 Jadi Menteri: Begini Kata Adian Napitupulu
Pertama, penikaman di Wandsworth, kawasan London bagian selatan terjadi pada Jumat (14/6) pukul 16:42 BST. Korban jiwa jatuh akibat aksi kekerasan itu, yakni pria usia 18 tahun.
Dilansir terpisah dari situs resmi Kepolisian Metropolitan London, polisi menangkap dua orang terkait peristiwa itu. Pertama adalah anak remaja usia 17 tahun dan pria bernama Mohammed Nadir Dafallah. Penangkapan dilakukan pada Minggu (16/6) waktu setempat.
Kedua, penembakan di Plumstead, London bagian tenggara, Jumat (14/6). Polisi datang ke lokasi pukul 16:54 waktu setempat. Akibat penembakan itu, seorang pria usia 19 tahun tewas. Tiga pria dan seorang perempuan dicokok polisi setempat karena diduga terlibat pembunuhan tersebut.
Baca: Michelle Regina Christanty Hitipeuw-Pemimpin Harus Peduli Lingkungan Hidup
Ketiga, dilansir The Guardian, terjadi penusukan dalam sebuah pertarungan di dekat stasiun bawah tanah Clapham North, London, Sabtu (15/6) pukul 3.22 dini hari. Empat orang ditangkap, terdiri dari dua orang ditangkap karena gangguan dengan kekerasan, satu karena membawa senjata tajam, dan satu lagi karena memiliki pistol setrum.
Keempat, ada juga yang ditusuk di Brixton pukul 4.00 dini hari. Ada perkelahian yang melingkupi peristiwa penusukan ini. Korbannya terluka. Kelima, siang harinya, terjadi penikaman di Jalan Alton pada Menara Hamlets, London belahan timur, pukul 14:00 waktu setempat. Korbannya tewas di tempat, dia adalah pria usia sekitar 30 tahun.
Polisi telah menangkap 14 orang orang dari lima serangan terpisah itu. Total ada tiga orang yang tewas menjadi korban aksi kekerasan dalam kurun waktu 24 jam. Bereaksi atas hal ini, dari seberang Samudera Atlantik, Presiden Donald Trump mencuit, "London butuh seorang wali kota baru sesegera mungkin. Khan adalah sebuah bencana - hanya akan menjadi lebih buruk!". "Dia adalah aib nasional yang menghancurkan Kota London!" cuit Trump lagi.
Wali Kota London Sadiq Khan lantas memberi pernyataan lewat akun Twitternya. Dia menegaskan, tak ada tempat bagi kekerasan di kotanya.
"Tak ada tempat bagi kejahatan kekerasan di kota kita, dan tak ada prioritas yang lebih tinggi untuk saya dibanding keamanan warga London," cuit Khan. Dia menyatakan polisi setempat sedang bekerja menangani situasi.
Baca: Hasil MotoGP Catalunya 2019 - Marc Marquez Berhasil Selamat dari Crash Karambol dan Memimpin Balapan
Seorang remaja 18 tahun tewas ditusuk di Wandsworth, kawasan London bagian selatan. Pelakunya kemudian ditangkap, yakni remaja 17 tahun dan seorang lagi bernama Mohammed Nadir Dafallah.
Dilansir BBC, Minggu (16/6/2019), peristiwa itu terjadi pada Sabtu (15/6). Awalnya, pria itu ditemukan polisi dalam kondisi kritis di Deeside Road, Wandsworth, sebelum pukul 17.00 BST.
Ambulans London kemudian datang ke lokasi menjemput korban. Namun nyawa korban tak bisa diselamatkan, dia tewas beberapa saat kemudian.
Enam pria ditangkap karena diduga terlibat dalam pembunuhan ini. Mereka dibawa ke Markas Polisi Metropolitan setempat.
Dilansir terpisah dari situs resmi Kepolisian Metropolitan London, polisi menangkap dua orang terkait peristiwa itu. Pertama adalah anak remaja usia 17 tahun dan pria bernama Mohammed Nadir Dafallah. Penangkapan dilakukan pada Minggu (16/6/2019) waktu setempat.
Pelaku akan dihadirkan di Pengadilan Rendah Wimbledon pada Minggu (17/6). Empat orang lainnya, berusia antara 16 hingga 19 tahun, telah dilepaskan oleh kepolisian.
Wali Kota London Sadiq Khan lantas memberi pernyataan lewat akun Twitternya. Dia menegaskan, tak ada tempat bagi kekerasan di kotanya. "Tak ada tempat bagi kejahatan kekerasan di kota kita, dan tak ada prioritas yang lebih tinggi untuk saya dibanding keamanan warga London," cuit Khan. Dia menyatakan polisi setempat sedang bekerja menangani situasi.

Sosok Kontroversial Kandidat Perdana Menteri Inggris Mirip Trump
Partai Konservatif tengah menggelar pemilihan untuk menentukan pemimpin yang pada akhirnya bakal menjabat sebagai perdana menteri baru Inggris. Dalam pemungutan suara putaran pertama yang digelar pada Kamis (13/6/2019) lalu, Boris Johnson unggul dengan perolehan 114 suara dari kolega partainya yang duduk di parlemen Inggris.
Menjadi kandidat favorit, Boris Johnson pun kini semakin dekat untuk menduduki jabatan perdana menteri Inggris. Namun siapakah sebenarnya Boris Johnson? Mengapa sosok ini disebut kontroversial sehingga banyak yang tidak mengira dirinya bakal difavoritnya sebagai perdana menteri?
Majunya Boris Johnson sebagai salah satu kandidat pemimpin Partai Konservatif yang akan menempati jabatan perdana menteri Inggris memang menuai pro dan kontra.
Pihak yang mendukung menilai politisi berusia 54 tahun ini adalah sosok yang paling tepat untuk memimpin Inggris keluar dari keanggotaan Uni Eropa.
Boris dinilai sebagai antitesis Theresa May, yang dianggap banyak pihak terlalu lemah dan tidak tegas dalam bernegosiasi dengan Uni Eropa untuk mencapai kesepakatan Brexit yang terbaik bagi kedua belah pihak. Sementara pemilih akar rumput Partai Konservatif menyukai pembawaan Boris yang kharismatik, humoris, sekaligus santai.
Hal itu membawanya dia selalu unggul telak di survei. Bahkan survei terbaru dari Conservative Home menunjukkan sebesar 54 persen responden menginginkan Boris menjadi perdana menteri. Akan tetapi tidak sedikit juga yang mengaku khawatir apabila nantinya Boris benar akan memegang kunci 10 Downing Street.
Salah satu yang mengungkapkan kekhawatiran itu adalah Kenneth Clarke, anggota parlemen paling senior dari Partai Konservatif yang menyebut kolega dari partainya yang cemas. "Sebagian sangat kha.watir dengan kemungkinan dia (Boris) menjadi perdana menteri. Ini bukan reality show. Kita tidak memilih pemenang kontes, yang kita bahas adalah pemerintahan dan kebijakan," ujarnya.
Di samping itu, Clarke menyebut jika Boris tidak tahu apa yang dia ingin lakukan jika nantinya menjabat sebagai perdana menteri Para kritikus menyindir Boris sebagai sosok yang hanya tahu bagaimana memainkan hati publik demi meningkatkan popularitasnya.
Dengan gaya rambutnya yang kerap acak-acakan dan cara berpakaian yang tidak rapi, kerap membuat dia dibandingkan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Selain itu, sosok yang menghabiskan masa mudanya sebagai jurnalis ini juga kerap dikecam sebagai oportunis politik yang hanya menginginkan kekuasaan.
Banyak yang terkejut ketika Boris menyatakan berkampanye mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa pada referendum 2016. Mereka menilai Boris memilih posisi politik itu demi memuluskan ambisinya menjadi perdana menteri.
Setelah kemenangan kubu yang memilih keluar dari Uni Eropa dalam referendum, Boris sempat diramalkan akan menjadi perdana menteri menggantikan David Cameron. Namun ternyata dia memutuskan tidak mencalonkan diri, setelah mantan sekutu politiknya Michael Gove memutuskan maju dalam pemilihan. Boris sempat ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri oleh Theresa May.
Namun jabatan itu hanya diembannya selama 2 tahun. Dia mengundurkan diri pada bulan Juli 2018 karena perbedaan pendapat dengan May mengenai kesepakatan Brexit May yang menurutnya terlalu lemah.
Kali ini setelah menunggu tiga tahun, Boris tampak telah lebih matang mempersiapkan kampanyenya. Gove yang saat ini menjabat sebagai Menteri Lingkungan, Pangan, dan Urusan Rural kembali menjadi salah satu lawan terkuatnya, selain juga ada nama Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt.
Salah satu janji kampanyenya yang paling lantang dia suarakan adalah dia akan membawa keluar Inggris dari Uni Eropa pada 31 Oktober, baik dengan kesepakatan ataupun tanpa kesepakatan Brexit.
Para kritikus menyindir Boris sebagai sosok yang hanya tahu bagaimana memainkan hati publik demi meningkatkan popularitasnya.
Dengan gaya rambutnya yang kerap acak-acakan dan cara berpakaian yang tidak rapi, kerap membuat dia dibandingkan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Selain itu, sosok yang menghabiskan masa mudanya sebagai jurnalis ini juga kerap dikecam sebagai oportunis politik yang hanya menginginkan kekuasaan.
Banyak yang terkejut ketika Boris menyatakan berkampanye mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa pada referendum 2016. Mereka menilai Boris memilih posisi politik itu demi memuluskan ambisinya menjadi perdana menteri.
Setelah kemenangan kubu yang memilih keluar dari Uni Eropa dalam referendum, Boris sempat diramalkan akan menjadi perdana menteri menggantikan David Cameron. Namun ternyata dia memutuskan tidak mencalonkan diri, setelah mantan sekutu politiknya Michael Gove memutuskan maju dalam pemilihan. Boris sempat ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri oleh Theresa May.
Namun jabatan itu hanya diembannya selama 2 tahun. Dia mengundurkan diri pada bulan Juli 2018 karena perbedaan pendapat dengan May mengenai kesepakatan Brexit May yang menurutnya terlalu lemah.
Kali ini setelah menunggu tiga tahun, Boris tampak telah lebih matang mempersiapkan kampanyenya. Gove yang saat ini menjabat sebagai Menteri Lingkungan, Pangan, dan Urusan Rural kembali menjadi salah satu lawan terkuatnya, selain juga ada nama Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt.
Salah satu janji kampanyenya yang paling lantang dia suarakan adalah dia akan membawa keluar Inggris dari Uni Eropa pada 31 Oktober, baik dengan kesepakatan ataupun tanpa kesepakatan Brexit. (Tribun/dtc/kps)