Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Operasi Jayawijaya di Papua Yang Tak Pernah Terjadi, Dan Cerita Dibalik Nama Tommy

Kala itu Soeharto berpangkat Mayor Jenderal (Mayjen). Ia dilantik sebagai Pangliman Mandala pada bulan Februari 1962.

Editor: Rizali Posumah
anton-djakarta.blogspot.com via intisari online
Ibu Tien, Tommy kecil dan Presiden Kedua RI Soeharto 

Namun ia berkeras dan sekali lagi menegaskan bahwa pasukan khusus tersebut bisa bertempur dalam kondisi ektrem dan mengikat pasukan musuh untuk waktu lama di tempat-tempat yang terpisah.

Soeharto sebenarnya pernah diperintahkan utuk mengebom sebuah kapal Belanda demi sebuah misi politik oleh Mohammad Yamin dan Presiden Soekarno.

Namun Soeharto menolak karena hal itu bisa meningkatkan kewaspadaan Belanda dan membuat siasat perangnya kocar-kacir.

Kemugkinan besar kapal perang yang menjadi target untuk ditenggelamkan adalah kapal induk HNLMS Karel Doorman.

Pesawat khusus untuk menghantam Karel Doorman, yakni enam Tu-16/KS memang telah disiapkan.

Tapi selama melaksanakan terbang patroli, pesawat-pesawat tempur pengintai AURI belum pernah menemukan Karel Doorman saat berlayar hingga konflik Irian Barat usai.

Akibatnya armada Tu-16/KS pun gagal menenggelamkan Karel Doorman.

Sebagai pukulan penutup, Soeharto menyiapkan operasi amfibi gabungan yang diberi nama Operasi Djajawidjaja (red: Jayawijaya)

Sasaran utama operasi ini adalah Biak yang merupakan jantung pertahanan Belanda.

Jika Operasi Djajawidjaja berhasil digelar, ini akan merupakan operasi pendaratan amfibi besar-besaran dan sekaligus perang besar yag berlarut-larut.

Korban besar pun diperkirakan akan jatuh mengingat Pantai Biak dipertahankan oleh marinir Belanda yag sudah memiliki pengalaman tempur.

Baca: Yuk Intip Petualangan Terbaru Anna dan Elsa di Trailer Film Frozen 2

Pukulan terakhir ini harus benar-benar berhasil dan telak karena, ujar Soeharto, “Kita tidak punya pasukan cadagan lagi!”

Soeharto mengharapkan tanggal 12 Agustus 1962. Biak sudah harus bisa dikuasai.

Untuk itu ia menghitung mundur mulai H-8 demi menggerakkan seluruh pasukannya menuju tempat rendezvouz di Teluk Peleng, Kepulauan Banggai.

Soeharto sendiri ikut berlayar bersama kapal patroli milik Kepolisian RI.

Sumber: Grid.ID
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved