Ilmu Pengetahuan
Al-Biruni, Ilmuan Serba Bisa, Antropolog Pertama, Tertarik Matematika Sejak Kecil
Sejauh yang mampu dicatat sejarah, jalan ilmu pertama kali menemukan bentuknya di tangan orang-orang Yunani.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Dari masa ke masa, Ilmu Pengetahuan selalu memiliki pewarisnya.
Sejauh yang mampu dicatat sejarah, jalan ilmu pertama kali menemukan bentuknya di tangan orang-orang Yunani.
Dari sana bermunculan tokoh-tokoh filsuf seperti Socrates, Plato dan Aristoteles.
Ahli perhitungan seperti Archimedes, Pythagoras dan masih banyak lagi tokoh-tokoh cemerlang yang dilahirkan bangsa ini.
Selanjutnya ilmu pengetahuan semakin berkembang. Diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Ilmu Pengetahuan warisan Yunani kemudian banyak dipelajari oleh para sarjana Islam pada abad pertengahan.
Setidaknya, kejayaan ilmu pengetahuan di dunia Islam secara umum bertahan hingga abad ke-13 Masehi.
Nah diantara para ilmuan yang mengukir tinta emas sejarah di dunia islam pada zaman itu, adalah seorang bernama Al-Biruni.
Ia lahir dengan nama lengkap Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni pada 4 September 973 M di Kath, ibu kota Khawarizm (kini wilayah Uzbekistan).
Dilalnsir dari laman NUOnline, George Sarton, seorang ahli kimia dan sejarawan Amerika kelahiran Belgia, mengibaratkan Al-Biruni sebagai Leonardo da Vinci-nya Islam karena penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan.
Sementara K Ajram menilai kalau Leonardo da Vinci adalah Al-Biruni-nya Eropa. Alasannya, Al-Biruni hidup lima abad lebih dahulu dari pada Da Vinci. Sehingga sumbangsih Al-Biruni dalam ilmu pengetahuan lebih orisinil.
Sejak kecil Al-Biruni sudah tertarik dengan matematika dan astronomi. Dalam perjalanan hidupnya, Al-Biruni mempelajari banyak disiplin ilmu pengetahuan seperti sejarah, geografi, fisika, filsafat, dan agama.
Karena pergolakan politik yang ada pada saat itu, Al-Biruni berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Maklum pada saat itu ilmuwan Muslim –termasuk Al-Biruni- membaca, meneliti, dan melakukan eksperimen hingga menemukan teori di bawah pengawasan dan penjagaan seorang khalifah.
Jika sang khalifah atau sultan menginginkannya, maka kehidupan ilmuwan terjamin. Begitu sebaliknya.
Merujuk buku Al-Biruni: Pakar Astronomi dan Ilmuwan Muslim Abad ke -11, mulanya Al-Biruni tinggal di istana Dinasti Banu Irak, yang menguasai sisi timur Khawarizm dengan ibu kota Kath.
Namun ketika Abu Ali Ma’mun bin Muhammad dari Dinasti Ma’muni mengalahkan Dinasti Banu Irak dan mempersatukan wilayah Khawarizm pada 995 M, Al-Biruni meninggalkan kota kelahirannya karena takut nyawaya terancam.
Pada saat ini, Al-Biruni telah berhasil menyusun sebuah kitab berjudul Kartografi, tentang ilmu peta.
Al-Biruni kemudian pindah ke kota Rayy (sekarang dekat dengan Teheran, Iran), salah satu pusat pusat astronomi pada saat itu selain Khawarizm dan Baghdad.
Di kota ini, Al-Biruni terus mengembangkan kemampuannya di bidang astronomi.
Namun sayang, penguasa Rayy saat itu Fakhrul Daulah tidak bersedia menerima Al-Biruni untuk ‘bekerja’ di istananya.
Selama di Rayy, Al-Biruni menyelesaikan kitab Tahdid Nihayat al-Amakin li Tashbih Masafat al-Masakin (Penentuan Kedudukan Tempat untuk Memastikan Jarak antar Kota).
Penolakan di Rayy tidak membuat Al-Biruni ciut. Ia akhirnya pindah ke Gorgon. Syamsul Ma’ali Qabus, penguasa Gorgon, mengundang Al-Biruni untuk berkarya di istananya.
Dengan dukungan moril dan materil yang memadahi di Gorgon, Al-Biruni betul-betul memaksimalkan kemampuannya.
Ia banyak membaca, menulis, bepergian ke kota-kota untuk memetakan garis lintang, dan menganalisa peristiwa-peristiwa antariksa seperti gerhana bulan.
Beberapa kitab yang berhasil ditulis Al-Biruni selama di Gorgon antara lain Kitab Sisa Pengaruh Masa Lampau, Risalah Tajrid al-Sha’at (Risalah Khusus Saat), dan lainnya.
Di wilayah lain, Abu Ali Ma’mun bin Muhammad penguasa Dinasti Ma’muni. Ia kemudian digantikan Abul Hasal Ali.
Berbeda dengan pendahulunya, Abul Hasal Ali memiliki impian untuk memenuhi istananya dengan ilmuwan-ilmuwan hebat.
Maka kemudian ia mengundang Al-Biruni untuk pulang kampung ke Khawarizm dan tinggal istana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Bak gayung bersambut, Al-Biruni menerima tawaran tersebut.
Gejolak politik lagi-lagi membuat Al-Biruni harus pindah ke tempat lain.
Pada saat Dinasti Ghaznawi mengalahkan Dinasti Ma’muni dan menguasai wilayah Khawarizm, maka Al-Biruni diboyong ke Istana Mahmud Ghaznawi.
Beruntung bagi Al-Biruni karena penguasa Ghaznawi sangat menghargainya.
Al-Biruni diberikan dukungan moril dan materil untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bawah penjagaan Istana Ghaznawi.
Al-Biruni tinggal di Ghaznawi selama kurang lebih 30 tahun. Ia wafat di Ghaznah pada 1048.
Di Istana Ghaznawi, Al-Biruni menulis beberapa kitab monumental diantaranya Masamiri Khawarizm (Revolusi Khawarizm), dan Tarikh al-Hind (Tarikh India).
Selain itu ada juga Penentuan Kedudukan Tempat untuk Memastikan Jarak antar Kota, Kitab Pemahaman Puncak Ilmu Bintang.
Lalu al-Qonun al-Mas’udi, kitab Layl wa al-Nahar (Kitab Malam dan Siang), Kitab Bahan Obat, dan lainnya. (*)
Baca: Mantan Penyanyi CIlik Tasya Kamila Lahirkan Anak Pertama, Begini Kisahnya
Baca: Seorang Turis Lompat dari Lantai 6 Mal, tewas, Leher Patah dan Tengkorak Retak
Baca: MIRIS - Viral Foto Jenazah di Riau Diikat dan Diangkut dengan Motor, Penyebabnya karena Hal Ini
Dilansir dari laman NUOnline dengan judul Al-Biruni, Ilmuwan Muslim Penghitung Pertama Keliling Bumi