Masjid di Manado
Sejarah Islam di Manado Tak Lepas dari Kisah Dua Masjid Ini
Sejarah masuknya agama Islam di Tanah Toar Lumimuut, tak bisa dipisahkan dari berdirinya dua masjid di Kota Manado.
Penulis: Reporter Online | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sejarah masuknya agama Islam di Tanah Toar Lumimuut, tak bisa dipisahkan dari berdirinya dua masjid di Kota Manado.
Yakni Masjid Al Muttaqin yang terletak Kampung Pondol, Kelurahan Wenang Selatan, Kecamatan Wenang dan Masjid Agung Awwal Fathul Mubien, berada di bagian utara Kota Manado, tepatnya di Jl Hasanuddin, Kelurahan Kampung Islam, kecamatan Tuminting.
Masjid Al Muttaqin
Berdasarkan data sejarah, Masjid Al Muttaqin didirikan pada sekitar tahun 1775 di Kampung Pondol.
Nama Pondol sendiri adalah sebutan dalam bahasa Suku Bantik yang berarti ujung.
Disebut ujung karena kampung ini berada di pesisir pantai.

Pembangunan Masjid Al Muttaqin berawal dari kedatangan rombongan nelayan di tahun 1750 ke Kota Manado.
Mereka datang ke Manado atas titah dari Sultan Ternate yang ingin menyebarkan agama Islam.
Selain melakukan pekerjaan sehari-hari dengan pergi melaut dan menangkap ikan, para nelayan ini juga melakukan aktivitas dakwah.
Beberapa dari para nelayan ini adalah Mubaliqh (Pendakwah).
Lama-kelamaan penduduk muslim yang berada di Kampung Pondol, tempat para nelayan Ternate ini bermukin semakin banyak.
Maka pada sekitar tahun 1775 dibangunlah sebuah masjid yang diberi nama Masjid Al Muttaqin.
Masjid Agung Awwal Fathul Mubien
Tak seperti Masjid Al Muttaqin Masjid Agung Awwal Fathul Mubien cukup dikenal di Sulawesi Utara.
Umumnya masyarakat mengenal masjid ini lah yang merupakan masjid tertua di Sulawesi Utara.
Untuk akses ke Masjid ini, sebetulnya cukup mudah karena hanya beberapa menit saja dari pusat Kota Manado.
Ada dua jalur pilihan untuk bisa mencapai masjid ini, yakni melalui jembatan Megawati di Jl Hasanudin atau melalui Jembatan Soekarno, penghubung jalan Boulevard - Boulevard Dua.
Secara fisik bangunannya sudah mengalami lima kali renovasi, sudah tidak nampak keaslian rumah ibadah yang pertama dibangunnya bersifat langgar (tahun 1776).

Menurut penuturan Hamzah Radjap soal sejarah singkat sebagaimana yang dia kutip dari Alm Ust Said Taha Bachmid, dirunut para Wekmester/Lurah tentang, Masjid Awwal Fathul Mubien artinya masjid pertama pembuka yang nyata.
Sejarahnya berawal saat tahun 1760 beberapa orang Muslim dari Ternate, Makiang dan Ambon datang dan bermukin di Kota Manado bagian utara.
Saat itu, Kota Manado dalam kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.
Tahun 1770, muslim dari daerah lain seperti Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur berdatangan dan bermukin juga di sini.
Banyaknya orang-orang jawa yang datang, membuat semakin bertambahnya pemukim di wilayah ini.
Dikemudian hari, pemukiman ini diberi nama Desa Suraya, sekarang namanya Kampung Islam.
Selanjutnya, pada 1776 penduduk sekitar membuat tempat ibadah berbentuk Langgar.
Langgat tersebut belantai tanah denga atap daun rumbia serta dinding anyaman bambu.
Di tahun itu juga, komunitas muslim di daerah ini semakin bertambah.
Mereka berdatangan dari Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Sulawesi hingga dari luar Nusantara, yakni Hadramaut Yaman.
Para pendatang ini banyak yang berprofesi sebagai pedangang, guru agama dan para Pendekar Silat.
Di tempat ini mereka mengajar baca Al-Quran, Maulida, Barzanji, Hadra, Samrah dan bela diri pencak silat yang hingga hari ini masih terus dilestarikan.
Seiring dengan bertambahnya jumlah jamaah, pada 1802 status tempat ibadah itu menjadi Masjid.
Selanjutnya Masjid ini mengalami beberapa kali renovasi.
Tahun pertama pada 1830, bertepatan dengan tahun dibuangnya Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya ke Manado.
Lalu bangunan masjid kembali direnovasi lagi pada tahun 1950, 1967, 1975.
Tahun 1983 dibangun menara masjid sebagai pelengkap.
Akhirnya pada tahun 1994 bangunan mengalami penambahan tiga meter samping kiri dan kanan. Fisik bangunan ini bisa bertahan sampai 48 tahun sejak dibangun tahun 1967.
Departemen Agama menetapkan tanggal 1 Juli 1991 sebagai bukti Syiar Islam pertama di Manado dan Minahasa.
Perjalanan sejarah Masjid ini disadari kaya akan kearifan local, sehingga jadi barometer kerukunan umat beragama di Indonesia. (tribunmanado.co.id/Indri Fransiska Panigoro)