Mantan Dirut Pertamina Kesal Ditanya Gajinya
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan merasa keberatan terhadap upaya Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan penerimaan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan merasa keberatan terhadap upaya Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan penerimaan yang didapat selama menjabat. Rasa keberatan tersebut dia ungkapkan setelah menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (2/5).
Setelah persidangan Karen menyampaikan penghasilan yang didapat oleh seorang dirut Pertamina sangat cukup untuk menyekolahkan anak hingga menempuh pendidikan strata III. Oleh karena itu, dia menegaskan pemberian uang itu merupakan hal yang wajar.
"Masa dengan jumlah uang segitu tak bisa menyekolahkan anak ke luar negeri? Kan aneh sekali. Saya ingin menjelaskan saja kepada, barangkali banyak yang tidak tahu, sebetulnya jumlah gaji dirut itu cukup sangat cukup untuk menyekolahkan sampai S3," tambahnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan hal tersebut kepada junior officer PT Pertamina (Persero) Cindy Haryanti saat dihadirkan sebagai saksi. Di persidangan itu terungkap Cindy Haryanti, yang pernah menjabat sebagai asisten sekretaris direktur utama pada 2009, pernah dimintai tolong untuk mengirimkan uang kepada tiga orang anak Karen yang berkuliah di luar negeri.
"Disamping melaksanakan tugas rutin di Pertamina, pernah diminta terdakwa untuk melakukan pembayaran atau transfer uang?" tanya JPU kepada saksi.
"Untuk transaksi perbankan iya. Untuk pembayaran anak-anak sekolah," jawab Cindy.
Di hadapan JPU saksi mengungkapkan nilai nominal yang diberikan oleh Karen untuk biaya kuliah satu semester di Australia mencapai 16 ribu dollar Australia. "(Satu, red) Semester itu sekitar 16 ribu Australia. Nanti tergantung kebutuhan anak-anak. Uang sakit 1.000-2.000. Tergantung perintah saja," ungkap Cindy.
Lalu JPU menanyakan mengenai besaran penghasilan yang diterima Karen selama kurun waktu satu bulan. Alasannya Karen dapat mengirimkan uang untuk anaknya yang berkuliah di luar negeri.
"Berapa nilai jumlah pendapatan ibu Karen dalam setahun?" tanya JPU.
Cindy mengungkapkan Karen menerima uang sebesar Rp 220 juta setiap bulan. "Terakhir yang saya ingat, pendapatan untuk gaji Rp 220 juta setiap bulan," kata dia.
Selain itu menurut Cindy ada pendapatan di luar gaji yang diterima Karen berupa tantiem. Tantiem merupakan bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada karyawan yang baru dapat diberikan bila perusahaan memperoleh laba bersih.
"Betul. Rutin itu Ibu (Karen, -red) mendapatkan tantiem. Ya, kalau dirata-rata Rp10 miliar ya sebulan. Sebagai komisaris anak perusahaan kami, misalnya PHE (Pertamina Hulu Energi, -red), itu sekitar Rp50 juta sekian. Itu pendapatan," kata dia.
Saat menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina periode 2009-2014, Karen Agustiawan didakwa bersama Direktur Keuangan PT Peetamina Ferederick S Siahaan, Manajer Merger dan Akuisisi (M&A) PT Pertamina periode 2008-2010 IR. Bayu Kristanto dan Legal Consul & Compliance PT Pertamina periode 2009-2015 Genades Panjaitan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Karen telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT. Pertamina, yang antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan Ketentuan atau Pedoman Investasi lainnya.
Ketentuan atau Pedoman Investasi lainnya, yakni dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia Tahun 2009, yaitu telah memutuskan melakukan investasi Participating Interest (PI) di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan atau kajian terlebih dahulu.
Selain itu, menyutujui PI Blok BMG tanpa adanya Due Diligence serta tanpa adanya analisis risiko yang kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA) tanpa adanya pesetujuan dari Bagian Legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
"Sehingga, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Roc Oil Company Limited Australia," kata TM. Pakpahan, selaku JPU, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (31/1).
Atas perbuatan itu Karen diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp568.066.000.000 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, sebagaimana tercantum dalam Laporan Perhitungan Kerugian Negara dari Kantor Akuntan Publik Soewarno, akuntan independen, nomor:032/LAI/PPD/KA.SW/XII/2017.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Tribun Network/gle)