Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Salat

Bolehkah Mengumandangkan Azan Tanpa Berwudhu? Berikut Penjelasannya Beserta Hadits

Azan merupakan seruan atau panggilan untuk orang Muslim agar segera bergegas untuk melaksanakan kewajiban ibadah salat.

Editor: Rizali Posumah
hiraan.com
Ilustrasi azan 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Azan merupakan seruan atau panggilan untuk orang Muslim agar segera bergegas untuk melaksanakan kewajiban ibadah salat. Orang yang bertugas melantunkan azan disebut Muazin. 

Saat adzan telah dikumandangkan Muadzin, maka setiap Muslim sudah harus bersegera melaksanakan salat. Sebelum melaksanakan salat setiap Muslim diwajibkan berwudhu, yakni aktivita membasuh beberapa bagian tubuh dari tangan, wajah, kepala hingga kaki. 

Nah, bila melaksanakan salat harus dengan berwudhu, lantas bagaimana dengan azan, bolehkah mengumandangkan azan tanpa berwudhu?

Dilansir dari laman NUOnline, Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi menjelaskan, dalam sebuah hadits memang disebutkan bahwa tidak diperbolehkan mengumandangkan azan tanpa berwudhu.

وعن الزهري عن أبى هريرة عن النبي صلي الله عليه وسلم قال " لا يؤذن الا متوضئ " رواه الترمذي

Artinya, “Dari Zuhri, radliyallahu ‘anh, dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anh., dari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “tidak azan seorang muadzin kecuali ia dalam keadaan telah berwudhu.” (HR. Tirmidzi)

Namun hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah karena hadits ini bermasalah. Menurut Imam an-Nawawi, Zuhri tidak pernah bertemu Abu Hurairah, sehingga hadits zuhri tersebut munqati’ atau terputus sanadnya.

والاصح أنه عن الزهري عن ابي هريرة موقوف عليه وهو منقطع فان الزهري لم يدرك أبا هريرة

Artinya, “kaul yang paling sahih adalah bahwa Zuhri dari Abu Hurairah itu terputus. Karena sebenarnya Zuhri tidak pernah bertemu dengan Abu Hurairah.” (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105)

Oleh karena itu, hadits ini tidak bisa dijadikan dalil ketidakabsahan melaksanakan azan tanpa berwudhu.

Ada hadits lain yang lebih tepat untuk dijadikan landasan atas hal ini, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, an-Nasai dan beberapa mukharrij yang lain dari sahabat Muhajir bin Qanfadz sebagai berikut:

عن المهاجر بن قنفذ رضي الله قال " أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وهو ييول فسلمت عليه فلم يرد علي حتى توضأ ثم اعتذر إلي فقال إني كرهت أن أذكر الله إلا على طهر أو قال على طهارة " حديث صحيح

Artinya: “Dari Muhajir bin Qanfadz RA berkata: “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ia sedang menunaikan hajat kecil di toilet, kemudian aku mengucapkan salam kepadanya, namun ia tidak menjawabnya hingga ia selesai berwudhu.

Rasul kemudian memohon maaf dan mengemukakan alasan mengapa tidak menjawab salam al-Muhajir. Kemudian Rasul berkata, “Aku tidak suka menyebut asma Allah subhanahu wata’ala kecuali dalam keadaan suci (ala tuhrin),” atau ia berkata “ala thaharatin”. Hadits tersebut sahih.” (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105)

Karena dalam azan kita menyebut asma Allah subhanahu wata’ala, maka mengumandangkan azan dalam keadaan berhadats (tanpa berwudhu) diqiyaskan dengan kejadian Rasul yang tidak ingin mengucapkan salam sebelum beliau dalam keadaan suci, karena saat itu beliau baru saja selesai dari kamar mandi.

Hal inilah yang menjadi landasan para ulama syafiiyah bahwa mengumandangkan azan tanpa wudhu tetap sah, namun makruh. Sah dalam hal ini adalah tak perlu mengumandangkan azan lagi.

Para ulama Syafiiyah yang mengikuti pendapat ini adalah al-Hasan al-Bashri, Qatadah, Hammad bin Abi Sulaiman, Abu Hanifah, al-Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur, Dawud, dan Ibn al-Mundzir.

Sedangkan para Imam yang menolak pendapat ini dan lebih memilih pendapat yang menyebutkan bahwa azannya orang yang tidak berdhu tidak sah adalah Atha’, Mujahid, al-Auzai, dan Ishaq. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa azannya sah tapi ketika iqamah ia harus sudah dalam keadaan berwudhu (suci dari hadats) (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105.)

Wallahu A’lam.

Baca: Wabup Talaud Petrus Tuange, Terima Informasi dari Sespri dan Ajudan Terkait Penangkapan Sri Wahyumi

Baca: Pemkot Tertibkan Bangunan Liar Sepanjang Jalur Hijau

Baca: Gebyar Paskah Paroki Woloan, Ini Daftar Juara Mencari Telur Paskah

Baca: Bupati Talaud Sri Wahyumi Ditangkap KPK, Intip Yuk 15 Foto Bupati Cantik Itu, Ada yang Bak Sniper!

Baca: Keputusan Presiden Keluar, Rezim Soeharto Tumbang, Alasan Gagalnya Jonggol Jadi Ibu Kota

SUMBBER: NUOnline

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved