Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

4 April 1961, Permesta Turun Gunung di Desa Malenos, Amurang

Permesta dideklarasikan oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual selaku pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada 2 Maret 1957 di Makassar.

Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rizali Posumah
Istimewa
Permesta saat berdamai dengan Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI: Sekarang TNI). 

Lokasi lapangan tersebut sekarang masuk di tiga pekarangan, yakni halaman Gereja GMIM Malenos, Rumah Keluarga G Kimbal dan Rumah Keluarga Victor A Tutu.

Tepat pada hari H, tanggal 4 April 1961, upacara pun dilaksanakan.

Naskah perdamaian ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dari pihak Pemerintah Pusat, naskah ditandatangani oleh Kolonel Sunandar Prijosudarmo selaku Panglima Kodam (Pangdam) XIII/Merdeka.

Dari pihak Permesta ditandatangani oleh Kolonel D.J Somba selaku pimpinan Komando Daerah Pertempuran (KDP) II, sekaligus selaku Panglima Komando Daerah Militer (KDM) Sulawesi Utara dan Tenggara (SUT) Permesta.

Tokoh Penting Permesta

DJ Somba adalah salah satu tokoh penting dalam pergolakan Permesta. Dia adalah tokoh yang membacakan pernyataan sikap Permesta putus hubungan dengan Pemerintah Pusat, pada tanggal 17 Februari 1958 di Lapangan Sario Manado.

Perdamaian Permesta melalui D.J Somba, juga membuat ribuan pasukan Permesta yang dipimpinnya menghentikan perlawanan.

Selain itu, di bawah kepemimpinannya juga ada salah satu dari dua Brigade terkuat yang dimiliki Permesta, yakni Brigade WK.III. Brigade yang dipimpin Kolonel Wim Tenges ini terkenal disiplin, loyal dan gigih di medan tempur.

Dalam buku berjudul Permesta Dalam Romantika, Kemelut, & Mister, Phill M Sulu menjelaskan, Kolonel Wim, secara militer adalah sosok yang cerdas dan ahli strategi.

Kedisiplinan dan kerapihan pasukannya saat bergerak, serta moral prajuritnya menjadi pembeda utama dengan Brigade 999 pimpinan Jan Timbuleng (pasukan Permesta lainnya yang dianggap tangguh).

Meski dikenal ganas di medan tempur, Brigade 999 dinilai tidak menggambarkan satuan militer yang profesional sebagaimana Brigade WK.III.

Selain itu, sosok Wim juga punya prestasi yang baik di bidang militer.

Ia adalah mantan komandan kompie dari Batalyon Worang. Berjuang dan turut aktif sebagai petempur lapangan dari masa perang revolusi di Surabaya, aksi militer I dan ke II, pendaratan di Jeneponto, pendaratan di Manado, dan pendaratan di Tulehu (Ambon) dalam pertempuran melawan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Setelah pasukan-pasukan Permesta yang berbasis di sekitar Amurang melalui DJ Somba berdamai dengan Pemerintah Pusat RI, selanjutnya yang berada di daerah lain seperti Tomohon dan Tondano juga mengadakan perdamaian.

Tercatat lebih dari 20.000 pasukan Permesta dengan sekitar 8000 pucuk senjata dibawah pimpinan AE. Kawilarang, DJ Somba, Wim Tenges, Abe Mantiri, Lendy Tumbelaka dan kawan-kawan di 4 WK yang ada, kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Selama sekitar empat tahun berperang melawan Militer RI, gerakan ini telah menimbulkan derita pada rakyat. Diperkirakan 15 ribu korban jiwa di Minahasa, 394 desa di seluruh Sulawesi Tengah dan Utara musnah

Dan ada kurang lebih 2.499 nyawa prajurit TNI melayang, dan di pihak PRRI/Permesta diperkirakan sebanyak 22.174 prajurit dan simpatisan tewas. (*)  (tribunmanado.co.id/Rizali Posumah)

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved