Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

TKN Bantah Viralkan Kehidupan Ferdinand: Amplop Cap Jempol

Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menuding kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin berada di balik tuduhan

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNNEWS
Ferdinand Hutahaean - Viral di Medsos 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menuding kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin berada di balik tuduhan selingkuh dan peretasan akun Twitter-nya. Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf membantah pihaknya yang menjadi pelaku pemviralan kehidupan pribadi Ferdinand.

"Tidak fair kalau kemudian menyalahkan tim 01, yang perlu dilakukan kalau itu benar, ya minta maaf. Kalau itu tidak benar ya melakukan klarifikasi. Itu yang harus dilakukan, bukan malah menuduh kelompok politik tertentu apalagi kompetitornya. Karena tidak ada upaya atau interupsi atau perintah untuk memviralkan itu, jelas nggak ada," ujar Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding kepada wartawan, Rabu (3/4/2019).

Karding menegaskan, apa yang dialami Ferdinand tak ada kaitannya dengan Jokowi-Ma'ruf Amin. Kubu 01 disebutnya bukan pelaku peretasan akun Twitter Ferdinand yang memposting foto-foto tidak senonoh pemiliknya.

"Saya kira apa yang dialami oleh Mas Ferdinand itu adalah suatu yang alami viralnya, bukan karena diviralkan atau secara khusus dikelola tim 01 Jokowi, tidak seperti itu," kata Karding.

"Di zaman sekarang ini, di era keterbukaan, era media sosial, memang kita harus super hati-hati untuk bersikap, melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma dan hukum di publik karena sangat mungkin itu menjadi viral," sambung politikus PKB itu.

Terkait menyebarnya kehidupan pribadi Ferdinand di jagad dunia maya, Karding memberikan imbauan. Ia meminta semua pihak untuk tidak sembrono atau melakukan hal-hal yang bisa berbuntut panjang di kemudian hari.

"Pesan atau hikmah dari peristiwa ini jangan melakukan hal-hal yang kira-kira bisa berdampak negatif terhadap diri maupun orang-orang yang ada di sekitar kita. Itu yang penting," ucap Karding.

Ia pun menyebut siapa saja bisa menjadi viral selama isunya seksi. Karding juga menegaskan, segala hal yang viral belum tentu terkait dengan urusan politik.

"Dunia medsos itu, sepanjang isunya seksi, kalau isunya gampang diviralkan, pasti akan viral dengan sendirinya. Kita tak bisa mengatur jagad medsos ini dengan kekuatan kita. Di luar politik, baik karena motif iseng, karena isu seksi, maka itu akan viral dengan sendirinya. Tidak harus dari perspektif politik," sebut anggota Komisi III DPR itu.

Seperti diketahui, akun Twitter Ferdinand diretas dan menampilkan sejumlah foto dirinya yang kurang senonoh. Selain itu juga muncul video Ferdinand bersama seorang wanita yang diviralkan adalah selingkuhannya.

"Itu pacar saya, bukan selingkuhan saya. Itu video di lombok Desember 2016. Saya dan pacar saya AL menghabiskan akhir tahun 2016 di Lombok Gili Trawangan. Status saya sendiri, jadi boleh dong pacaran? Saya pisah dengan mantan istri saya 2011. Masa nggak boleh pacaran?" tutur Ferdinand, Rabu (3/4).

Ferdinand lalu menuding peretasan akun Twitter-nya hingga viral videonya tersebut terkait dengan urusan politik. Ia lalu menuding kubu Jokowi-Ma'ruf yang menjadi dalangnya.

"Saya meyakini bahwa ini tidak terlepas dari politik. Ini terkait dengan politik dan ini terkait dengan aktivitas saya, aktivitas kami yang menjadi korban di dalam politik. Mohon maaf saya harus menyatakan dan meminta supaya Pak Jokowi memerintahkan pendukungnya supaya tidak melakukan hal-hal seperti ini... saya melihat bahwa ini tidak terlepas dari politik," beber Ferdinand

Isu Pilpres Nongol Pasca Terkuaknya Amplop Cap Jempol

Amplop 'serangan fajar' di kasus Bowo Sidik Pangarso berbuntut panjang. Kepastian adanya cap jempol di tumpukan ratusan amplop serangan fajar kini diseret ke isu pilpres.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah memastikan ada 'cap jempol' pada tumpukan amplop 'serangan fajar' Bowo Sidik. Namun KPK belum menjelaskan apa maksud 'cap jempol' pada amplop itu.

"Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut," ujar Febri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (2/4/2019).

KPK enggan mengaitkan 'cap jempol' itu dengan salah satu pasangan calon pada Pemilu 2019. Sejauh ini KPK hanya menyampaikan simbol tersebut ada pada barang bukti berupa amplop yang disita.

"Tapi fakta hukumnya seperti yang saya jelaskan tadi, kami perlu tegaskan ini karena kita hanya bisa berpijak pada fakta hukum yang ada. Jadi KPK perlu meng-clear-kan ini kepada publik dari perkembangan proses pengecekan barang bukti yang dilakukan itulah fakta hukum yang ditemukan," kata Febri.

Febri juga menegaskan, amplop 'serangan fajar' Bowo Sidik diduga untuk kepentingan legislatif. "Kalau dugaan keterkaitan dan dugaan penggunaannya amplop-amplop tersebut diduga akan digunakan untuk serangan fajar, untuk kepentingan pemilu legislatif khususnya pencalegan BSP (Bowo Sidik Pangarso) di Dapil 2 Jawa Tengah," kata Febri.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin sudah angkat bicara. TKN menegaskan cap jempol itu sama sekali tak memiliki kaitan dengan mereka.

Juru bicara TKN, Ace Hasan Syadzily menegaskan dirinya tidak mengerti bentuk cap jempol di amplop yang disita dari kasus Bowo Sidik Pangarso. Lagi pula, simbol Jokowi-Ma'ruf dikatakan Ace ialah 01.

"Karena kan kalau cap jempol dalam pengertian menunjukkan satu jari itu tidak, kita kan tidak memiliki simbol khusus terkait dengan cap jempol itu. Simbol yang kita punya sebetulnya adalah 01, bukan cap jempol," ucap Ace.

Sementara itu, timses Prabowo Subianto-Sandiaga meragukan cap jempol di amplop 'serangan fajar' hanya untuk pilpres. Sebab, simbol-simbol dalam pilpres kali ini tertanam di benak publik. Bahkan, simbol itu bisa jadi perkara andai ada aparatur sipil negara (ASN) yang memeragakannya untuk kepentingan foto.

"Publik pun tau bahwa simbol jempol itu bila dikaitkan dengan pilpres kita kali ini arahnya ya ke capres 01. Banyak pendukung 01 kalau foto sekarang ini kan selalu pakai simbol jempol ya. Sama dengan pendukung kami 02, sekarang ini kalau foto di mana-mana kan selalu pakai simbol 2 jari atau simbol 2 jari contreng akal sehat," kata juru bicara BPN, Jansen Sitindaon.

Senada dengan Jansen, Kooridinator Jubir BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak, justru mempertanyakan KPK yang baru sekarang membuka amplop 'serangan fajar'. Dia menyayangkan pimpinan KPK yang seolah menutupi fakta ada simbol pilpres kasus Bowo Sidik.

"Saya sayangkan sikap Bu Basaria Pandjaitan dan Pak Agus Rahardjo yang seolah ingin menutupi fakta ada simbol-simbol pilpres di 400 ribu amplop yang akan dibagi-bagikan oleh Politisi Golkar tersebut," jelas Dahnil saat dihubungi. (Tribun/dtc)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved