4 Fakta Kematian Muhammad Rahim, Mulai dari Disemayamkan Hingga Dimakamkan di Samping Sajjad
Jumlah Warga Negara Asing (WNA) asal Afghanistan yang tinggal di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado kembali berkurang.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
Mereka unjuk rasa hingga mogok makan untuk mendapatkan status sebagai pengungsi sebelum dideportasi ke negara tujuan.
Dia merasa hidup di rudenim seperti dalam penjara.
Atas aksi protes tersebut, dia dan keluarganya didatangi petugas dan kepolisian untuk digeledah.
Kepala Rudenim Manado Arther Mawikere mengatakan status penghuni rudenim final reject atau ditolak sebagai pengungsi.
“Yang jelas status mereka final reject, dan sejak 01 Februari 2019 berada dalam pengawasan Imigrasi sesuai surat UNHCR 31 Januari 2019. Termasuk Internasional Organizations for Migrations yang telah memutus pemberian fasilitas mereka, oleh karena ulah dan perbuatan mereka yang menolak beberapa kali pihak UNHCR untuk menemui mereka. Sehingga status mereka adalah Immigratoir,” ujar Mawikere kepada tribunmanado.co.id pada Sabtu (9/2/2019)
Pihaknya meminta bantuan polisi untuk mengecek kamar para penghuni karena pagar menuju kamar sudah ditutup.
Saat itulah Sajjad yang menolak digeladah melakukan aksi bakar diri.
Sayang, aksi nekad Sajjad yang gigih memperjuangkan nasibnya dan pencari suaka lain justru menyebabkan nyawanya hilang.
Sang pahlawan pencari suaka yang bergaul akrab dengan warga Manado ini sudah dimakamkan.
Kematian Sajjad meninggalkan duka, banyak protes pun dilayangkan warganet Manado terkait kematian Sajjad.
Sajjad dan keluarga memang sudah hampir 10 tahun tinggal di Manado setelah sebelumnya tinggal di NTB selama 10 tahun.
Alasan kemanusian tentu membuat banyak orang berempati atas peristiwa menimpa Sajjad.
Namun, ada hukum internasional yang harus dipatuhi dalam perjuangan para pencari suaka tersebut.
Apalagi Indonesia bukan negara peratifikasi konvensi Wina tentang pengungsi.
Sehingga tidak ada kewajiban untuk mengurus pengungsi.