Pengamat Politik
Pengamat Politik Sulut Dr Fanley Pangemanan: Perbedaan Dalam Politik Hal Lumrah
Pengamat Politik Sulut Dr Fanley Pangemanan: Perbedaan Dalam Politik Hal Lumrah.
Penulis: Andrew_Pattymahu | Editor: Siti Nurjanah
Pengamat Politik Sulut Dr Fanley Pangemanan: Perbedaan Dalam Politik Hal Lumrah.
Laporan Wartawan Tribun Manado Andrew Alexander Pattymahu
TRIBUNMANADO.CO.ID, AMURANG - Mencermati polarisasi anak bangsa yang begitu tajam menjelang Pilpres dan Pileg, penting ada upaya serius baik dari pemerintah maupun rakyat untuk saling bekerja sama untuk menyejukkan suasana.
Sedianya, pilihan politik dalam demokrasi merupakan perbedaan lumrah, namun menjadi tak wajar ketika perbedaan tersebut menjadi kontraporduktif sehingga bisa mencabik-cabik persatuan anak bangsa.
Fenomena yang memanas ini, telah terjadi di bebrapa daerah. Pemilihan nanti berlangsung April depan, namun klimaksnya memang pada tahapan kampanye ini.
Baca: (VIDEO) Jadwal Laga dan Link Live Streaming West Ham Vs Huddersfield di HP via MAXStream beIN Sports
Baca: Denny Sumargo Ungkap Kriteria Wanita Idamannya, Setelah Batal Nikahi dengan Dita Soedarjo
Melalui media sosial, ataupun berhadap-hadapan masing-masing kubu membela mati-matian pasangan yang dibela. Seolah kubu Z, yang pasti benar dan harus dibela mati-matian; sementara kubu lain pasti salah dan harus dihujat dan dibully sedemikian rupa demi kemenangan caleg atau pasangan yang diusung; demikian juga sebaliknya.
Bila dilihat dari skala prioritas bangsa-negara, kepentingan mana yang jauh lebih utama dan diperjuangkan antara Pileg dan Pilpres lima tahunan (yang pada realitanya menimbulkan riak-riak perbedaan tajam yang bisa menggerus persatuan) atau persatuan dan kesatuan anak bangsa? Tentu saja, semua menginginkan keduanya tak perlu dinegasikan. Idealnya hajatan Pilpres walaupun berbeda-beda pilihan tetap dalam kondisi sejuk dan damai.
Hanya saja, siapakah yang bisa menjamin situasi tetap aman terkendali, sehingga tak merusak kesatuan dan kerukunan? Mau tidak mau, masing-masing dari kita sebagai anak bangsa (baik pemerintah maupun rakyat) mempunyai andil dan peran untuk mengkondisikannya. Ketika melihat fenomena-fenomena yang mengarah pada perpecahan, maka segera diatasi dan dicari solusinya agar tidak menyebar luas.
Jangan sampai sejarah pilu yang merenggut persatuan anak bangsa terulang kembali hanya gara-gara pilihan politik yang berbeda.
Melihat kasus yang terjadi di Minsel harusnya menjadi pembelajaran menuju dewasanya berpolitik.
Polemik dan konflik antar-penduduk yang terjadi di desa ini, hampir sama dengan kondisi saat ini di jagat media yang menggambarkan perbedaan yang begitu meruncing.
Perbedaan tajam ini, yang banyak disebabkan membabi buta pada Caleg partai yang dijunjung, tak jarang menimbulkan konflik fisik.
Terlepas dari perbedaan tajam yang kemudian berbuntut keretakan persatuan itu, kalau dilihat dari penuturan masing-masing pendukung partai.
Saya yakin, mengenai perbedaan yang terjadi di Desa Tawaang Timur, Kecamatan Tenga, jika di antara mereka lebih mengedepankan prinsip Torang Samua Basudara, menjaga kesejukan, menjalin komunikasi yang baik, saling bertukar gagasan ideal untuk kepentingan yang lebih luas, tidak fanatis dan membabi-buta terhadap partai yang didukung serta menjadikan persatuan sebagai prioritas, maka perbedaan haluan politik di antara mereka yang kemudian menimbulkan konflik yang kontraproduktif bagi persatuan dan kesatuan, tak akan terjadi.
Baca: Sebelum Terjaring OTT, Romi Terlibat Polemik dengan Aa Gym terkait Pilpres, Saya Sudah Tabbayun
Baca: Beberapa Zodiak Berikut Disebut Penakluk Hati Cowok, Zodiakmu Termasuk?
Mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah tersebut, di era digital ini, bertepatan dengan hajatan pileg dan Pilpres 2019 mendatang, alangkah indahnya jika perbedaan-perbedaan itu tak sampai mencabik persatuan. Perbedaan dikelola untuk menuangkan gagasan dan ide terbaik untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk saling menjatuhkan dan mengolok-ngolok pihak lain.
Di situasi semacam ini, kita benar-benar membutuhkan sosok pemersatu, penyejuk, pendamai, peredam. Figur yang tak jemu membangun dan mengupayakan spirit persatuan di kalangan pemilih.
Kita sudah sama-sama maklum mengenai pribahasa, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Namun, menjadi sangat ironis jika hanya karena Pemilu lima tahunan, lantaran tak dapat mengola perbedaan, keutuhan dan kesatuan anak bangsa tercabik dan terenggut, yang pada gilirannya rawan ditunggangi oleh orang-orang yang berkepentingan.