Petinggi KONI Guyur Uang dan Fortuner ke Pejabat Kemenpora
Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy dan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy didakwa menyuap tiga orang pihak
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy dan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy didakwa menyuap tiga orang pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dalam bentuk uang dan mobil Fortuner. Suap diberikan untuk mempercepat persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora ke KONI.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan terdakwa Jhonny E Awuy dan Ending Fuad Hamidy yang dibacakan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (11/3).
Ketiga orang pihak Kemenpora yang menjadi pihak penerima suap adalah Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Mulyana; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Adhi Purnomo dan staf Kemenpora, Eko Triyanto.
"Bahwa terdakwa melakukan atau turut serta melakukan, yakni memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara," ujar jaksa Ronald F Worotikan.
Jaksa KPK menyatakan, terdakwa Jhonny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI telah memberikan hadiah kepada Mulyana berupa mobil Fortuner VRZ TRD, uang sejumlah Rp 300 juta, satu kartu debit ATM BNI dengan saldo sekitar Rp 100 juta, serta telepon genggam merek Samsung Galaxy Note 9.
Sementara itu, jaksa menyatakan terdakwa Ending Fuad Hamidy selaku Sekjen KONI turut memberikan suap Rp 215 juta kepada Adhi dan Eko. Perbuatan itu dilakukan keduanya agar pihak Kemenpora mempercepat proses pencairan dana hibah Kemenpora ke KONI Tahun Anggaran 2018.
Atas perbuatan itu, terdakwa didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain bentuk suap, jaksa KPK melalui surat dakwaan Bendahara Umum dan Sekjen KONI itu juga turut menyebutkan peran Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
Jaksa KPK menyatakan Imam Nahrawi selaku Menpora membuat disposisi kepada Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana. Surat deposisi itu menyangkut dua hal.
Pertama, Tono Suratman, selaku Ketua KONI mengajukan surat usulan Nomor:93/UMM/I/2018, tertanggal 28 Desember 2017, mengenai Proposal Bantuan Dana Hibah kepada. Kemenpora RI dalam rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018 dengan usulan dana Rp 51,5 Miliar.
"Menindaklanjuti surat tersebut, Imam Nahrowi selaku Menpora membuat disposisi kepada Mulyana untuk ditelaah dan dilanjutkan kepada Asisten Deputi Olahraga dan Prestasi, PPK, dan tim verifikasi untuk dilakukan penelitian apakah proposal tersebut layak untuk diberikan kepada KONI Pusat," kata jaksa KPK.
Untuk mempercepat proses pencairan dana hibah, pada 17 April 2019, Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Pengeluaran Pembantu PPON pada Kemenpora Supriyono membelikan satu unit mobil Toyota Fortuner VRZ TRD hitam metalik seharga Rp 489 Juta. Mobil tersebut menggunakan nama kepemilikan dari sopir Supriyono, Widhi Romadoni.
Setelah dilakukan penelitian oleh tim verifikasi, Chandra Bakti, selaku PPK, menyetujui dana hibah diberikan kepada KONI Pusat sejumlah Rp 30 Miliar dari sejumlah 51,5 Miliar yang dimohonkan oleh KONI.
Menurut jaksa KPK, setelah proposal disetujui Kemenpora, Ending Fuad Hamidy disarankan oleh Mulyana dan Adhi Purnomo untuk berkoordinasi dengan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. "Koordinasi terkait jumlah komitmen fee yang harus diberikan oleh KONI kepada Kemenpora agar bantuan dana hibah dari Kemenpora kepada KONI agar dapat segera dicairkan," ujarnya.
Setelah Ending Fuad Hamidy berkoordinasi dengan Miftahul Ulum, disepakati besaran komitmen fee untuk pihak Kemenpora lebih kurang 15 sampai 19 persen dari total nilai bantuan dana hibah yang diterima KONI dari Kemenpora. Bahkan, Miftahul Ulum
Menurut jaksa, sejak awal Miftahul Ulum yang mengarahkan agar pihak KONI seperti Ending untuk mencatat daftar pejabat Kemenpora yang akan menerima uang. "Pada 13 Desember 2018, sesuai arahan Miftahul, terdakwa memerintahkan Suradi selaku Sekretaris Bidang Perencanaan Anggaran KONI untuk mengetik daftar rincian para penerima dana komitmen fee dari pihak Kemenpora," ujar jaksa Ronald F Worotikan.
Menurut jaksa, komitmen fee itu terkait proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Dana yang diminta dalam proposal itu sejumlah Rp 17,9 miliar. Adapun, dalam daftar yang dibuat Suradi tertulis inisial MLY, yang berarti Mulyana, sejumlah Rp 400 juta; AP yang berarti Adhi Purnomo selaku PPK Kemenpora sebesar Rp 250 juta; dan EK yang memaksudkan Eko Triyanta selaku staf Kemenpora sebesar Rp 20 juta.
Adapun, surat disposisi kedua dari Menpora Imam Nahrawi diberikan mengacu kepada surat dari Ketua KONI, Tono Suratman pada tanggal 30 Agustus 2018, bernomor 1762/UMM/VIII/2018 kepada Kemenpora RI mengenai Usulan Kegiatan Pendampingan dan Pengawasan Program SEA Games 2019 Tahun Kegiatan 2018 dengan usulan dana sejumlah Rp 27,5 Miliar.
"Menindaklanjuti surat tersebut, Imam Nahrawi selaku Menpora membuat disposisi kepada Mulyana untuk ditelaah oleh Asisten Deputi Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Prestasi Olahraga bersama dengan PPK dan Tim Verifikasi untuk dilakukan penelitian apakah proposal tersebut layak diberikan kepada KONI Pusat," tambahnya.
KPK pernah merilis kasus ini, total dana hibah dari Kemenpora untuk KONI pada Tahun Anggaran 2018 adalah sekitar Rp 17,9 miliar. KPK menduga sebelum proposal diajukan, telah ada kesepakatan untuk mengalokasikan fee sebesar 19,11 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu sekitar Rp 3,4 miliar.
Di tahap awal diduga KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah. Diduga pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai akal-akalan dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya.
Imam Nahrawi selaku Menpora pernah diperiksa oleh KPK pada 24 Januari 2019. Dia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait alokasi dana hibah Kemenpora ke KONI. (tribun network/gle/coz)