Terduga Teroris Lampung Teriak Pengkhianat: Berniat Ledakkan Markas Polisi di Lampung dan Jakarta
Terduga teroris berinisial RS alias PS sempat berteriak pengkhianat saat ditangkap Densus 88 di Penengahan, Bandar Lampung.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Terduga teroris berinisial RS alias PS sempat berteriak pengkhianat saat ditangkap Densus 88 di Penengahan, Bandar Lampung. Siswomulyono ketua RT 3 LK II Gang Suhada Penengahan Raya, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, mengatakan umpatan ini muncul saat terduga teroris RS hendak ditangkap Densus 88.
"Kalau enggak salah sehabis Isya, dia (terduga teroris RS) dibawa oleh polisi (Densus 88). Dia enggak ngamuk, tapi nanya gertak kasar, bilang begini, siapa yang ngelaporin saya, pengkhianat!," ujar Siswo.
Lanjutnya, setelah RS dibawa, polisi tidak langsung pergi. "Ada bomnya, jadi ada juga tim Gegena, untung gak meledak disini. Jadi apa kalau meledak kampung ini," ucapnya sembari mengecek tandon air kampung.
Siswo pun mengaku yang membawa RS menggunakan baju serba hitam dan senjata laras panjang serupa tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror. "Yang bawa RS itu pakai baju ketat, pakai penutup wajah helm serba hitam," katanya.
Kata Siswo bom baru ditemukan setelah tim Gegana turun tangan dan datang ke lokasi. "Jadi bomnya itu ketemu enggak lama setelah Gegana datang. Ditaruh di atas genteng tetangga. Kebetulan posisi rumah di depan halaman rumahnya, kan rumah tetangganya dibawahnya rumahnya," ujarnya.
Siswo mengatakan, bom baru dibawa sekitar pukul 04.00 WIB tadi. "Saya enggak tahu bentuknya seperti apa, hanya ada tas warna hitam biasa satu," ujarnya.
Sebelum penangkapan lanjut Siswo ada dua orang yang diduga petugas polisi berpakaian preman datang ke rumahnya. "Jadi dua orang itu datang menanyakan rumah pak Bruno, kemudian ngobrol. Di sela ngobrol itu nanya namanya Aris dan Herman, kerjanya bangunan sama sopir," tambahnya.
Ia mengaku tidak mengetahui dan tak merasa memilik warga yang namanya telah ditanyakan oleh dua petugas. "Buser itu terus nunjukin foto, ya saya keget itu bukan namanya Aris tapi dia itu (RS) anaknya T," ucap Siswo. Kata Siswo karena hendak ada keperluan, ia pun memberikan denah menuju ke rumah RS.
"Kemudian Buser kesana, enggak tahunya beberapa menit dari Buser ke rumahnya (RS) sekitar 50 polisi datang dari mana-mana, waduh batin saya ada apa lagi ini," ucapnya.
Dilaporkan Orangtua
RS terduga teroris dilaporkan orangtuanya sendiri karena diduga telah terpengaruh paham radikal dan terlihat merakit sebuah benda yang diduga bom. Menurut Sukri, tetangga RS ditangkap setelah ada laporan dari kedua orang tuanya.
"Kedua orang tuanya yang melaporkan," ujar dia.
RS mengaku telah merakit benda yang diduga bom dengan campuran potasium klorat, switching on-off dan menyimpan barang tersebut di loteng rumah tetangganya yang berinisial L. Diduga bom tersebut rencananya digunakan untuk Amaliyah Bom di markas kepolisian Lampung dan Jakarta oleh kelompok Medsos Abu Hamzah.
Orang tua RS juga berharap supaya anaknya diamankan sebelum melakukan tindakan ke arah teror yang dapat menyebabkan dirinya meninggal dunia. Dari hasil laporan tersebut, Tim Densus 88 bergerak dan menangkap RS.
Terkait penangkapan tersebut Direskrimum Polda Lampung Kombes Bobby Marpaung membenarkan. "Ada, penindakan oleh Densus,"ujarnya. Namun Bobby, tak bisa memberi keterangan lebih lanjut. "Belum bisa kasih Keterangan rinci,"ujar Bobby.
Syok
Keluarga tak mengetahui terduga teroris RS alias PS menyimpan bom di genteng rumah tetangganya di Bandar Lampung. Edi M (58), tetangga terduga teroris RS, menuturkan orang tua RS tidak tahu menahu putranya menyimpan bahan peledak.
"Orang tuanya enggak tahu benar soal bom makanya ibunya syok semalam," ujar Edi.
Kata Edi, bahan peledak disimpan di atap rumah tetangganya Lubis yang tak tahu menahu. "Jadi rumahnya depan rumah RS, posisi rumahnya (Lubis) di bawah. Jadi bisalah naruh bom, padahal keduanya enggak pernah saling sapa," tuturnya.
Sementara itu, DM ibu RS saat dikonfirmasi sempat menolak diwawancara lantaran masih syok atas peristiwa penemuan bom di rumahnya. "Bukan apa-apa saya takut salah, lebih baik ke polisi saja, semua sudah saya serahkan ke polisi dari awal laporan sampai penangkapan sampai menghilang juga. Saya gak tahu pokoknya saya kaget," ungkapnya sembari geleng-geleng kepala.
Namun DM menegaskan pihak keluarga tidak tahu sejak kapan putranya merakit peledak. "Saya enggak tahu kapan anak saya ini ngerakit bom," ungkapnya. Meski demikian, DM mengaku sempat menaruh curiga kepada anaknya.
"Saya sempat curiga, tapi saya enggak pernah menemukan barang itu (bom)," ujarnya. Rupanya, kata DM, baru ketahuan putranya telah menyimpan bom di atap rumah tetangganya setelah ada penangkapan.
"Dia ke atas atap pakai tangga, ya itu tangganya," tutupnya sembari menunjuk tangga yang ada di pinggir lorong jalan.
Mimpi Cium Kaki Ibu
Sebelum ditangkap Densus 88, terduga teroris berinisial RS alias PS asal Lampung, ternyata sempat pergi ke Palu, Sulawesi Tengah. Hal ini diungkapkan oleh Siswomulyono ketua RT 3 LK II Gang Suhada Penengahan Raya Kecamatan Kedaton , Bandar Lampung, tetangga terduga teroris RS yang ditangkap Densus 88.
Siswo mengatakan, mendapatkan cerita tentang kepergian terduga teroris ke Palu dari orang tua RS, sebelum RS ditangkap Densus 88. "Jadi RS itu baru pulang 20 hari yang lalu dari Palu,"ujarnya.
Lanjut Siswo selama duapuluh hari setelah dari Palu, RS tidak pernah keluar rumah. "Awalnya sih sering keluar ke masjid, tapi setelah dari Palu di rumah saja," sebutnya.
Tak hanya itu, kata Siswo sebelum ke Palu RS sempat satu bulan merantau di Serang Banten. "Itu adiknya yang masih SD diajak langlang buana ke mana-mana, katanya ke Serang Banten," ucapnya.
"Di Banten itu kira-kira sebulan, baru ke Palu," tambahnya.
RS pulang setelah ia mimpi bersimpuh di kaki ibunya. "Alasan pulang mimpi nyium kaki mak (ibu) nya, pulang ke sini enggak ada ongkos akhirnya jual HP," jelasnya.
Kepergian RS ke Palu, Siswo mengaku tidak tahu karena keluarga juga tidak pernah bercerita. "Mungkin ada jaringan, mungkin, tapi dia enggak pernah cerita sama keluarga,"ujarnya.
Siswo juga mengatakan bahwa terduga teroris RS dari sejak kecil kurang bersosialisasi dan pendiam. "Dia itu pendiam, enggak pernah menegur siapapun di jalan baik kawan muda dan dan orang tua. Main selonong boy,"ujarnya.
RS tidak punya teman di Kampung Penengahan. "Dia enggak ada teman namanya enggak pernah menyapa," ucapnya.
Tak hanya itu, Siswo mengatakan RS tidak suka melihat organ tunggal. "Jadi dia pernah nimpuk rumah orang, ya yang main organ, itu sebelum pergi ke Banten, ya hanya sekali," tuturnya.
"Masih bujang dia umur 23 tahun," tambah Siswo saat ditanyakan mengenai umur RS.
Siswo pun mengatakan, RS sebelum pergi ke Banten dan Palu sempat berdagang tas. "Dulu dagang tas di perempatan Sukamenanti, terus waktu musim cincin dia juga buat,"ujarnya. (Tribun Network/nif/wly)