Ribuan e-KTP WNA 'Berpotensi' Masuk DPT, Apa Yang Harus Dilakukan KPU Selanjutnya?
Lebih dari itu, Sukamdi menilai polemik yang kini terjadi seharusnya menjadi momentum perbaikan tata kelola e-KTP.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - KPU didesak segera menyisir warga negara asing dalam DPT karena hari pencoblosan yang jatuh 17 April semakin dekat.
Agar pencegahan kekeliruan berlangsung kilat dan efektif, KPU dinilai harus bekerja sama dengan perwakilan Dukcapil di level paling rendah, yakni kelurahan atau desa.
Hal tersebut diutarakan Direktur Pusat Studi Kependudukan di Universitas Gadjah Mada, Sukamdi. "Pemeriksaan silang perlu, tapi di level paling bawah, kalau dilakukan di pusat, saya tidak yakin bisa jalan karena waktu sudah mepet," ujarnya seperti dilansir BBC.
Lebih dari itu, Sukamdi menilai polemik yang kini terjadi seharusnya menjadi momentum perbaikan tata kelola e-KTP.
Menurut Sukamdi, kartu identitas elektronik itu merupakan identitas kewarganegaraan yang semestinya tidak diberikan kepada warga negara asing.
"KTP itu kan bukti identitas kewarganegaraan, selain paspor. Kalau mau berikan kartu identitas ke WNA, seharusnya bukan seperti e-KTP. Bentuknya harus lain," ujar Sukamdi.
Sebelumnya, ribuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik warga negara asing (WNA) disebut berpotensi masuk daftar pemilih tetap, apabila KPU tidak cermat memasukkan informasi ke pusat data pemilih, kata pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Sejak 2014, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) telah menerbitkan 1.600 e-KTP (kartu tanda penduduk) untuk WNA, kata seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri.
"Agar tidak terjadi salah input, kami harap Komisi Pemilihan Umum (KPU) optimal menggunakan database kependudukan Dukcapil, tidak input manual satu-satu," kata Direktur Jenderal Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (27/02) kemarin.
"Terdapat 1.600 KTP WNA di seluruh Indonesia. Empat provinsi yang paling banyak mengeluarkan adalah Bali, Jabar, Jateng, Jatim," ungkapnya.
Jumpa pers ini digelar Kemdagri menanggapi pemberitaan bahwa seorang WNA asal Cina yang memiliki e-KTP dengan domisili di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Informasi ini kemudian menimbulkan pro-kontra di masyarakat, apalagi beredar pula isu tentang WNA asal Cina itu tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.
Namun menurut Zudan, setiap WNA yang memegang izin tinggal tetap di Indonesia wajib memiliki e-KTP. Dia merujuk pasal 63 dan 64 pada UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan, yang disahkan DPR di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Walaupun memiliki e-KTP, menurut Zudan, WNA tersebut tidak memiliki hak pilih dalam pemilu, seperti tertuang dalam UU 7/2017 tentang Pemilu.
Walaupun memiliki e-KTP, menuru Zudan, WNA tersebut tidak memiliki hak pilih dalam pemilu, seperti tertuang dalam UU 7/2017 tentang Pemilu.
Pernyataan Zudan ini keluar setelah KPU Cianjur, awal pekan ini, mengakui keliru memasukkan NIK seorang WNI bernama Bahar ke pusat data daftar pemilih tetap (DPT).
Dalam data milik Bahar, KPU Cianjur justru memasukkan NIK e-KTP milik Gouhui Chen, warga negara Cina.
Untuk mendeteksi kekeliruan serupa, Ditjen Dukcapil menawarkan bantuan kepada KPU untuk menyisir NIK milik WNA dalam data DPT.
Menurut Zudan, itu adalah cara terbaik dan paling efektif. "Kami menawarkan KPU, berikan kami DPT, lalu akan kami sisir apakah ada WNA yang masuk atau tidak. Dengan penuh kerahasiaan, kami akan serahkan kembali data itu."
Pernyataan Zudan ini keluar setelah KPU Cianjur, awal pekan ini, mengakui keliru memasukkan NIK seorang WNI bernama Bahar (foto atas) ke pusat data daftar pemilih tetap (DPT).
"Proses ini cepat, paling lama empat hari sudah selesai," kata Zudan.
Sebelumnya, Komisioner KPU, Viryan, menyatakan lembaganya akan berkoordinasi dengan Dukcapil untuk mencegah kekeliruan yang sama saat memasukkan NIK ke DPT.
Viryan berkata, KPU menjamin tidak akan ada WNA yang masuk DPT sehingga bisa mencoblos dalam pemilu April nanti.
"KPU segera berkoordinasi dengan Dukcapil Kemendagri, KPU akan minta data by name by address warga negara asing yang memiliki KTP elektronik."
"Warga negara asing tidak punya hak pilih, KPU akan memastikan itu," tutur Viryan.
Zudan berkata, e-KTP milik WNI berlaku seumur hidup. Sementara itu, masa tenggat e-KTP yang dipegang WNA habis saat izin tinggal tetap dicabut atau kedaluwarsa.
Perbedaan yang lain, kata Zudan, kolom agama, pekerjaan, dan kewarganegaraan dalam e-KTP milik WNA ditulis dalam bahasa Inggris.
Di luar itu, e-KTP milik WNI dan WNA dicetak dalam ukuran, bentuk huruf, dan latar warna yang sama.
NIK dua jenis e-KTP ini pun didasarkan pada konfigurasi serupa: dua digit pertama merujuk provinsi dan empat digit berikutnya untuk kode kabupaten dan kecamatan.
Enam digit setelahnya merupakan tanggal lahir dan empat digit terakhir merujuk urutan pembuatan e-KTP.
"Selama penerbitan 1.600 KTP untuk WNA tidak ada satupun persoalan, mungkin persoalan ini muncul karena mendekati pemilu," kata Zudan. (*)