Legislator PDIP Ini Berang, Distanak Sulut Tuding Petani Boros Gara-Gara NTP Anjlok
Legislator PDIP, Teddy Kumaat berang petani Sulut dijadikan 'kambing hitam' karena angka Nikai Tukar Petani (NTP) ibarat besar pasak daripada tiang
Penulis: Ryo_Noor | Editor: David_Kusuma
Legislator PDIP Ini Berang, Distanak Sulut Tuding Petani Boros Gara-Gara NTP Anjlok
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Legislator PDIP, Teddy Kumaat berang petani Sulut dijadikan 'kambing hitam' karena angka Nikai Tukar Petani (NTP) ibarat besar pasak daripada tiang.
Teddy berang menyusul pernyataan Distanak menyebut NTP masih di bawah 100 dengan alasan gaya hidup petani Sulut yang royal alias boros.
"Sudah bikin penelitian belum? Petani Sulut boros. Kalau belum jangan menghakimi," ujar Ketua Fraksi PDIP Sulut ini.
NTP Sulut saat ini 95.41 persen.
Ia menjelaskan NTP ini salah satu indikator kesejahteraan petani menghitung pendapatan petani berbanding pengeluaran rumah tangga petani.
Analisanya jika NTP ada di angka 100 maka dianggap break event.
Baca: Distanak Sebut Petani Sulut Royal, NTP Besar Pasak Daripada Tiang
Baca: Sulut dan Sulbar, Dua Provinsi di Sulawesi yang NTP-nya Naik
"Jadi istilahnya bedo," kata Mantan Wakil Wali Kota Manado ini.
Jika NTP di bawah 100, petani itu rugi sehingga berlaku besar pasak dariada tiang seperti saat ini.
Jika NTP di atas 100 baru petani untung, karena pendapatan lebih besar dari pengeluaran.
Teddy menguri dua poin. Pertama, NTP di bawah 100 itu sejak 2014 ke atas.
"Di 2014 ke bawah NTP itu di atas 100. Pertanyaannya apa di 2014 ke bawah itu petani Sulut tidak boros?" kata dia.
Setahu dia, stigma orang Manado boros itu sejak dulu, tapi jadi janggal kalau dikaitkan dengan NTP.
"Jadi saya tidak setuju dikatakan petani boros," kata dia.

Kedua, mengukur kesejahteraan petani ada juga indikator disebut Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP).
NTUP menghitung pendapatan petani dari hasil produksi pertanian, berbanding pengeluaran biaya produksi pertanian.
"Misalnya hasil jual beras kemudian dipotong biaya produksi seperti pupuk, bibit, dan lain-lain," kata dia.
Kata dia, NTUP saat ini 108. Jadi bisa dikatakan petani untung sekitar 8 persen, tapi tak sampai di situ kesimpulannya
Angka keuntungan 8 persen wajar atau tidak?
Teddy mencontohkan, Dinas biasa menyusun rencana proyek
"Tahu tidak berapa keuntungan kontraktor? Kurang lebih 20 persen, itu dinilai wajar, bahkan dalam praktek bisa lebih," ujar dia.
Kontraktor saja untung 20 persen sinilai wajar, lalu bagaimana dengan petani untung 8 persen
"Wajar tidak? Petani kerja hujan panas, buat 100 dapat untung 8 persen," ungkap dia.
Dikaitkan dengan pernyataan petani boros, Teddy mengatakan, apa bisa petani boros dengan keuntungan 8 persen ketika memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
"Bisa saja disebut boros kalau keuntungan petani 20 persen sama seperti kontraktor," ungkap dia.
Teddy menegaskan, sebaiknya Distanak lakukan penelitian dulu baru tarik kesimpulan dan ungkap ke publik
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Diatanak) Sulut, Novly Wowiling mengatakan, NTP idealnya menembus angka 100, tapi ada kendala angka itu belum dicapai, satu di antaranya soal gaya hidup
"Petani masih royal jadi susah naik ke 100," kata Novly usai Rapat Kerja Daerah Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut, Senin (18/2/2019)
Ia menyampaikan, gaya hidul royal membuat hasil dari pertanian belum sebanding dengan pengeluaran rumah tangga.
NTP belum sesuai harapan, pemerintah tak lepas tangan, upaya untuk menaikan NTP Sulut dilakukan satu di antaranya dengan penguatan program Dinas Pertanian dan Peternakan seperti bantuan pertanian, dan program cetak sawah.
Baca: Selalu Dibantu Bajak Sawah, Petani Bolmong Bangga Memiliki TNI
Baca: Wawali Kotamobagu Nayodo Koerniawan Tanam Seledri di Halaman Rudis, Profesi Petani Tak Ditinggalkan
Belum lagi peningkatan sarana dan prasarana pertanian
Sekprov Sulut Edwin Silangen mengatakan untuk meningkatkan NTP, pihaknya akan menggenjot program dan kerja di instansi terkait.
"Tingkatkan produktivitas dan produksi kemudian petani diberi pengetahuan yang makin efisien," ungkap Edwin.
Sarana dan prasaran pertanian akan dinormalisasikan, misalkan tidak ada kekurangan benih dan pupuk. Kemudian harus menjaga stabilitas harga di pasar, baik lokal, antar pulau dan ekspor.
"Semua by daya dikelola pemerintah serta sinergitas agar program-program yang dilaksanakan tepat sasaran," kata dia. (ryo)