Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah

Sudakah Anda Bersyukur? Belajar Dari Kisah Muhammad Saputra Bocah Penjual Cilok

Jangan lupa bersyukur atas segala kebaikan yang Tuhan berikan didalam kehidupan kita sebagai umat manusia.

Editor:
tribunnews
Foto Putra Penjual Cilok 

TRIBUNMANADO.CO.ID-Jangan lupa bersyukur atas segala kebaikan yang Tuhan berikan didalam kehidupan kita sebagai umat manusia. Mengapa demikian? Kisah Muhammad Saputra pencual cilok keliling akan membuka mata kita agar tidak lupa mengucap syukur baik dalam kadaan sehat maupun sakit atau susah maupun senang.

Ya, berbekal sepeda dan jajanan berupa cilok Muhammad Saputra berkeliling menjual dagangan tersebut.

Meski tidak seperti anak-anak usia sebayannya duduk di bangku sekolah, anak yatim yang telah kehilangan kedua orang tua meninggal karena sakit paru-paru dan melahirkan tetap tersenyum menjalani roda kehidupan yang keras.

Jarang baginya untuk mendapatkan waktu ber,aim seperti yang dilakukan oleh teman-temannya, bocah berusia 12 tahun ini harus terus berjualan cilok agar kedua adiknya yang masih kecil bisa makan dan terus hidup.

Muhammad Putra dan kedua adiknya yakni Renaldi Setiawan (7) dan Arsyad Nurardiansyah yang masih berusia 10 bulan ini merupakan yatim piatu.

Bocah yang kini duduk dibangku kelas III Sekolah Dasar (SD) itu berjualan cilok agar tetap bisa bersekolah dan memberi makan kedua adiknya.

 

Ia tinggal di Jalan H Sarmili RT 02/02, Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Dirumah sederhana yang berada di kawasan pengepul rongsokan, Saputra tinggal bersama satu kakak perempuan Siti Julaiha (17) dan dua adiknya.

siswa kelas III SD 01 Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan itu sebelumnya sempat mengamen hingga akhirnya berjualan cilok.

Saputra baru berjualan cilok sekitar dua bulan terakhir berkeliling menggunakan sepedanya.

Sudah dua bulan Putra merelakan waktu bermainnya untuk berjualan cilok tusuk menggunakan sepeda selepas pulang sekolah.

Muhammad Saputra (12), bocah cilik penjual cilok tulang punggung keluarga
Tribun Jakarta
Muhammad Saputra (12), bocah cilik penjual cilok tulang punggung keluarga

Bahkan, ia harus berjualan hingga larut malam demi mencari uang untuk kehidupan sehari-hari.

"Jualan cilok goreng buat beli susu adek," ujar Putra.

Sementara Putra berkeliling berjualan cilok mencari rupiah, sang kakak, Siti Julaiha (17) mengurus si bungsu di rumah.

Julaiha sudah menikah, dan suaminya bekerja sebagai sopir angkot.

 

Habis sekolah dagang cilok, pulangnya bisa jam 12 atau jam 9 malam.

Sampai Bintaro Xchange atau Bintaro Plaza," jelas Putra dikutip TribunnewsBogor.com dari Warta Kota.

Putra menambahkan, cilok-cilok itu ia jual seharga Rp 2.000 per tusuk.

"Kadang bawa 100-200, kalau jual di sekolah lumayan laku," tambahnya.

Sepeda tua yang catnya sudah tak terlihat warnanya lagi itu dimodifikasi sedemikian rupa, agar di bagaian boncengannya bisa terpasang keranjang untuk membawa cilok.

"Sampai jam 12 malam, kadang kalau jam sembilan sudah habis ya pulang," ujar Putra saat ditemui di kediamannya dikutip dari Tribun Jakarta.

Muhammad Saputra (12), bocah cilik penjual cilok tulang punggung keluarga
Warta Kota/Zaki Ari Setiawan
Muhammad Saputra (12), bocah cilik penjual cilok tulang punggung keluarga

 Sehari ia membawa 250 tusuk cilok.

Putra menjual ciloknya seharga Rp 2 ribu per tusuk.

Namun laiknya orang dagang, tidak jarang ciloknya tidak laku.

"Biasanya kalau enggak habis, dikasih ke tetangga," ujarnya.

Sang Kakak, Julaiha mengatakan, modal awal berjualan cilok itu sekira Rp 200 ribu.

 

Putra yang sekolah pada siang hari, akan diantarkan ciloknya oleh Julaiha pada pukul 14.30 WIB saat jam istirahat.

"Modalnya sekitar Rp 200 ribu," ujar Julaiha yang sedang menggendong Arsyad di rumahnya.

Pulang sekolah, pukul 17.00 WIB, bocah mandiri itu akan berkeliling sekitar Bintaro menjajakan cilok tusuknya menggunakan sepeda.

Satu di antara gurunya di SDN 01 Jurang Mangu Timur, Diah Indah Puspitasari menjelaskan Putra merupakan sosok yang supel dan gampang bergaul dengan teman lainnya.

"Dasarnya anaknya baik, mudah bergaul, anaknya juga nurut," ujarnya saat ditemui di kantornya, Rabu (13/2/2019).

Meski begitu, Diah yang pernah mengajar Putra mengaku bocah 12 tahun itu memiliki kesulitan dalam membaca.

Jika berkaca pada umurnya, Putra seharusnya sudah berada di kelas 6 atau 1 SMP.

"Dia sempat tidak sekolah lama, terus lanjut sekolah lagi jadi masih kelas 3 SD sekarang," ujarnya.

"Dia bacaannya itu agak susah, tapi di sini dibantu kalau ada waktu kosong dibantu dilancarin," lanjut Diah.

Dari informasi yang dikumpulkan, Putra sempat mengikuti orangtuanya ke Indramayu selama beberapa tahun sehingga meninggalkan sekolahnya.

Di sisi lain, menurut Diah, Putra memiliki kemampuan hitung menghitung yang baik berbeda dengan pelajaran lainnya yang mengharuskan untum membaca.

"Matematikanya bagus, mungkin karena dia sudah dagang dari kecil ya," jelasnya. (Damanhuri)

Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul "Pulang Larut Malam, Kisah Yatim Piatu yang Jualan Cilok Usai Pulang Sekolah Untuk Hidupi 2 Adiknya"

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved