Kepemilikan Asing di SBN hanya Bertambah Rp 8 Triliun
Persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Ini terlihat dari penurunan credit.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Ini terlihat dari penurunan credit default swap Indonesia.
Jumat (25/1), CDS tenor lima tahun berada di level 117,94. Dengan demikian, sejak awal tahun CDS tenor lima tahun sudah turun 14,19%. Ini juga kali pertama CDS Indonesia tersebut berada di bawah level 120.
Di saat yang sama, penurunan juga terjadi pada CDS tenor 10 tahun. Penurunan mencapai 11,95% (ytd) ke level 188,42. Ini juga merupakan level terendah CDS tenor 10 tahun sejak Juli 2018 lalu.
Namun, sejatinya kondisi fundamental ekonomi dalam negeri belum terlalu oke. Analis Obligasi Bank Negara Indonesia (BNI) Ariawan mengatakan, penurunan CDS ini lebih didominasi oleh faktor eksternal.
CDS turun antara lain karena investor merespons sikap dovish The Fed, yang tidak lagi agresif menaikkan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) tahun ini. Selain itu, masalah perang dagang antara AS dan China mulai menemukan penyelesaian. Kedua negara tersebut terus melakukan perundingan secara intens di masa gencatan senjata.
Karena itu, tren penurunan CDS tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara emerging market lainnya. Ambil contoh Filipina, Thailand, India, hingga Turki. “Membaiknya sentimen seperti ini membuat investor global mulai melirik lagi aset-aset dari negara emerging market,” imbuh Ariawan, Jumat (27/1).
Asing di SBN
Sekadar mengingatkan, di awal 2018 silam CDS Indonesia tenor 5 tahun juga mengalami tren penurunan. Hanya saja, tingkat penurunannya lebih rendah, yakni sebesar 6,69% (ytd) ke level 79,541 hingga 25 Januari 2018.
Analis Fixed Income MNC Sekuritas Indonesia I Made Adi Saputra menambahkan, walau persentase penurunan CDS Indonesia lebih besar di tahun ini, namun hal ini belum mampu mendorong masuknya dana investor asing ke pasar surat berharga negara (SBN) secara signifikan.
Buktinya, sejak awal Januari hingga Rabu (23/1), net buy investor asing di pasar SBN baru Rp 8,43 triliun. Padahal, di periode yang sama pada 2018 silam, aksi beli investor asing di pasar SBN menembus Rp 43,17 triliun.
Made menuturkan, sikap hati-hati dari investor asing merupakan cerminan bahwa perbaikan persepsi risiko investasi Indonesia lebih disetir oleh sentimen eksternal. Investor asing menganggap belum ada perbaikan fundamental ekonomi yang benar-benar signifikan di Indonesia.
Sejauh ini, baru kebijakan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) saja yang bisa memberi dampak masif terhadap pergerakan kurs rupiah di pasar. Terlebih, neraca perdagangan Indonesia justru terus defisit.
Bahkan, sepanjang tahun lalu, defisit neraca perdagangan mencapai US$ 8,57 miliar. Angka ini merupakan yang terburuk sepanjang sejarah. Hal tersebut membuat potensi current account deficit (CAD) Indonesia melebar.
Jika hal tersebut tak dibenahi, CDS Indonesia rentan berbalik arah, terutama jika sentimen eksternal tersebut berakhir. Pelaksanaan pemilu serentak tahun ini juga belum tentu mendatangkan efek yang signifikan terhadap persepsi investasi Indonesia.
Pasalnya, capres dan cawapres yang bertarung belum memberikan paparan program atau solusi perbaikan ekonomi yang konkret. terutama program soal menjaga volatilitas rupiah.
Metland Membidik Penjualan Rp 2,2 Triliun
PT Metropolitan Land Tbk (Metland) mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) hingga Rp 800 miliar pada 2019. Manajemen akan menggunakan dana tersebut untuk mendukung ekspansi bisnis di sepanjang tahun ini.
Direktur Keuangan PT Metropolitan Land Tbk, Olivia Surodjo belum memerinci lebih lanjut untuk apa saja alokasi belanja modal tersebut. “Kami akan menyesuaikan dengan arus kas,” kata dia kepada KONTAN, kemarin.
Berdasarkan catatan KONTAN, pada Desember tahun lalu Metropolitan Land telah meneken perjanjian kerjasama dengan anak usaha Keppel Land Limited (Keppel Land), yakni Keppel Land (Indonesia) Pte Ltd, untuk pengembangan proyek di lahan perumahan milik Metropolitan Land di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Nilai kerjasama itu mencapai Rp 5 triliun.
Dalam perjanjian tersebut, Keppel Land dan Metland akan menanamkan kontribusi dengan nilai yang sama di proyek perumahan.
Kerjasama ini melanjutkan kolaborasi tahap pertama Keppel Land dan Metland dalam pembangunan 500 rumah tapak di The Riviera at Puri, sebuah klaster perumahan di wilayah Tangerang, Banten. Kini kedua perusahaan menjajaki kerjasama pengembangan perumahan berikutnya di Jakarta Timur.
Memang, Keppel Land merupakan mitra strategis bagi Metland. Keppel telah berkiprah di Indonesia lebih dari dua dekade. Setidaknya Keppel Land telah memiliki empat proyek perumahan di Jakarta dan sekitarnya.
Pada semester kedua tahun ini, Metland menargetkan bisa mulai menjual proyek hunian baru. Artinya, hingga semester pertama, emiten bersandi saham MTLA di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini masih akan mengandalkan penjualan hunian dari proyek lama yang belum terjual. “Nanti di semester kedua baru ada pendapatan dari proyek baru,” sebut Olivia.
Berdasarkan laporan keuangan per akhir kuartal ketiga tahun lalu, Metropolitan Land mencatatkan pendapatan Rp 949,31 miliar. Sejatinya, MTLA memiliki beberapa sumber pendapatan sewa dari hotel dan pusat perbelanjaan. Pendapatan dari pusat perbelanjaan di kuartal III 2018 menyumbang 27,78% dan hotel 8,96% dari total pendapatan perusahaan.
Pada tahun ini, manajemen Metropolitan Land menargetkan penjualan pemasaran (marketing sales) tumbuh sekitar 5% year-on-year. Olivia mengungkapkan, di tahun 2018, marketing sales Metropolitan Land Rp 2,1 triliun. “Tahun ini kami menargetkan sebesar Rp 2,2 triliun,” ungkap dia. (Harry Muthahhari/Dimas Andi Shadewo)
Kinerja Keuangan PT Metropolitan Land Tbk
Sep-18
Sep-17
Pendapatan
949,3
733,39
Beban pokok
373,21
298,16
Laba bruto
576,09
435,22
Laba bersih
329,27
173,09
Keterangan: Dalam miliar rupiah
Sumber BEI