Dari 2.357 PNS Koruptor Baru 891 yang Dipecat: Begini Langkah Pemerintah
KPK menilai pemecatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terbukti korupsi masih lambat.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pemecatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terbukti korupsi masih lambat. Hal ini diketahui karena baru sedikit yang diberhentikan tidak dengan hormat, padahal telah divonis bersalah melalui putusan berkekuatan hukum tetap.
"Hal ini disebabkan mulai dari keengganan, keraguan atau penyebab lain para PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah Senin(28/1).
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) per 14 Januari 2019 hanya 393 orang dari 2.357 PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat. Meski demikian, di luar 2.357 PNS tersebut, sebelumnya sudah ada 498 PNS diberhentikan karena terbukti korupsi, sehingga total PNS yang diberhentikan adalah 891 orang.
Pemberhentian seluruh 2.357 PNS itu seharusnya ditargetkan selesai pada akhir Desember 2018."KPK sangat menyayangkan rendahnya komitmen PPK, baik di pusat ataupun daerah untuk mematuhi perundang-undangan yang berlaku tersebut," kata Febri.
KPK sedang terus berkoordinasi untuk memastikan ketidakpatuhan atau hambatan dalam pemberhentian ini. Apalagi sejak 13 September 2018 telah ditandatangani Keputusan Bersama Mendagri, Menpan RB dan Kepala BKN mengenai pemberhentian PNS bermasalah hukum.
Untuk instansi pusat, dari 98 PNS yang divonis bersalah karena korupsi, baru 49 orang yang diberhentikan. Beberapa kementerian ini tercatat belum memberhentikan sejumlah PNS yang melakukan korupsi, yaitu Kementerian PUPR sebanyak 9 orang, Kemenristek Dikti sebanyak 9 orang, Kementerian Kelauatan dan Perikanan sebanyak 3 orang, Kementerian Pertahanan sebanyak 3 orang dan Kementerian Pertanian sebanyak 3 orang.
"Sedangkan Kementerian yang terbanyak memberhentikan PNS terbukti korupsi adalah Kementerian Perhubungan sebanyak 17 orang dan Kementerian Agama sebanyak 7 orang," terang Febri.
KPK pun mengimbau agar pimpinan instansi serius menegakan aturan terkait dengan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap PNS yang korupsi tersebut. "Karena sikap kompromi terhadap pelaku korupsi, selain dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, juga berisiko menambah kerugian keuangan negara karena penghasilan PNS tersebut masih harus dibayarkan negara," pungkas Febri.
Sementara itu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya terus mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) segera memberhentikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terjerat kasus korupsi. Diketahui, dari data KPK, terdapat 2.357 PNS yang telah divonis korupsi melalui putusan berkekuatan hukum tetap, baru 891 yang diberhentikan secara tidak hormat.
Pemberhentian tersebut seharusnya ditargetkan selesai pada akhir Desember 2018 lalu. "Kemarin sudah dirapatkan di KPK, pokoknya secara prinsip kesepakatan dengan semua daerah sudah diputuskan akhir Desember," kata Tjahjo.
"Tapi seterusnya kita akan kejar dan secepatnya. Nah sekarang baru 70an persen, mengejar yang 30 persenan," sambung dia.
Ia beralasan, ada masalah administrasi yang belum terselesaikan sehingga target pada Desember tak tercapai. "Alasannya kan administasi tapi kan daerah bukan kami, ke BKN," tutur dia.
Menanggapi hal tersebut Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut akan melaksanakan rapat dengan Kemenpan-RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi). “Tunggu besok Selasa saja ya setelah kami rapat dengan Kemenpan-RB,” ujar Kasubag Hubungan Lembaga dan Antar Lembaga Biro Humas BKN, Diah Eka Palupi.
Menurutnya rapat tersebut hanya akan diikuti oleh deputi dari kedua lembaga. “Yang kami tahu hanya deputi saja yang akan rapat,”ujarnya.

Mantan Napi Korupsi Diumumkan ke Publik
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan merilis daftar nama calon legislatif mantan napi koruptor yang ikut Pemilu 2019 kepada publik. Pengumuman tersebut rencananya akan dilakukan pada akhir Januari atau awal Februari 2019 mendatang. "Dalam waktu dekat. Kemungkinan kalau tidak dalam Januari ini ya awal Februari. Tapi prinsipnya akan kita umumkan. Dipastikan akan kita umumkan," tegas Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan, Senin (28/1).
Wahyu menjelaskan sedari awal KPU memang sudah punya komitmen mengumumkan eks napi korupsi yang terlibat dalam pemilu 2019. Agenda tersebut juga menjadi salah satu kebijakan yang diambil KPU lewat koordinasi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)."Kita sudah punya komitmen,saya pernah mewakili diutus (rapat) pleno untuk datang ke KPK, berkoordinasi dengan rencana pengumuman caleg mantan napi korupsi. Sudah jadi kebijakan dan sudah ada agenda, akan kita umumkan," ungkap Wahyu.
Soal waktu pengumumannya paling lambat awal Februari 2019, KPU menjelaskan kini mereka tengah mengumpulkan informasi akurat terkait dasar hukum para eks koruptor yang terjerat kasus korupsi. Misalnya, soal kasus dan bagaimana putusan hakim yang dijatuhkan kepada mereka.
Wahyu menyebut rencana pengumuman caleg mantan napi korupsi, secara substansial tidak memiliki persoalan apapun. "Oleh karena itu kan kami sedang dan telah berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum antara lain KPK untuk memastikan akurasi data. Jadi ini secara substansial tidak ada persoalan, tidak ada persoalan dalam pengertian akan kita umumkan gitu," jelasnya.
"Beberapa waktu yang lalu Ketua KPU bersama saya, juga ketemu dengan Ketua KPK kita menyampaikan hal itu. Jadi clear," imbuh Wahyu.
KPU RI tidak menutup kemungkinan untuk menaruh informasi caleg mantan napi korupsi dimuat dalam website dan platform KPU lainnya, termasuk media massa agar informasi tersebut bisa tersebar dan menjadi pengetahuan bagi calon pemilih. "Kemungkinan ada di platform lain dan tidak menutup kemungkinan di media massa," pungkasnya.
Pengamat politik dari Universitas Presiden Muhammad A S Hikam mengapresiasi niat Komisi Pemilihan Umum (KPU)."Pengumuman caleg mantan terpidana koruptor yang dirancang dan dilaksanakan KPU adalah sebuah langkah positif dan penting di dalam penegakan hukum dan penguatan sistem demokrasi. Walaupun masih belum jelas bagaimana teknisnya, dan bagaimana publik akan meresponnya, tetapi sebaiknya kita sebagai bangsa mengapresiasi KPU dala, hal ini," puji Hikam.
Jika diletakkan dalam konteks perpolitikan yang sedang mengalami defisit demokrasi saat ini, lanjutnya langkah KPU adalah semacam oksigen yang sangat diperlukan utk membangkitkan kembali optimisme rakyat Indonesia terhadap demokrasi.
Sebab jika para mantan koruptor (apalagi yang kakap) berhasil masuk parmelem atau posisi eksekutif yang penting di periode yang akan datang, lanjutnya niscaya kepercayaan publik (public trust) terhadap demokrasi akan menurun.
Dan kepercayaan publik terhadap Parlemen yang trennya juga tak kunjung bagus, akan makin menurun. "Kita tunggu bagimana KPU akan merealisasikan janjinya ini, sambil memberikang dukungan kepadanya," AS Hikam menegaskan.
"Tentu saja kita menyambut baik langkah KPU yang menghubungkan caleg eks koruptor di situs resmi dan media massa. Ini langkah paling minimal mencegah kembalinya mantan koruptor ke ranah politik. Pasca mahkamah agung membatalkan ketentuan larangan mantan napi koruptor jadi perlu kita ingat bahwa pemimpin bukan sekedar menegakkan," pengamat Ray Rangkuti menambahkan.
"Perlu kita ingat bahwa pemimpin bukan sekedar menegakkan hak orang untuk dipilih, tetapi juga pemilu harus memastikan bahwa hak warga negara untuk mendapatkan pemimpin yang baik dan bermoral. Tidak pernah menghianati kepercayaan yang telah diberikan kepada mereka, juga harus terpenuhi," tambahnya.
Dalam rangka itulah, kata Ray lagi ketentuan KPU yang melarang mantan napi koruptor di caleg kan oleh partai politik mendapatkan argumen moral dan rasionalnya. Yang sayangnya selain telah dibatalkan oleh mahkamah agung tetapi juga dikritik oleh Bawaslu.
"Dalam rangka itu saya sendiri khawatir ketentuan yang ditetapkan oleh Bawaslu ini bisa juga kembali mendapat kritikan dari Bawaslu. Cara berpikir Bawaslu kurang progresif, menjadi faktor ide ide perbaikan kualitas substansial pemilu jadi terhalang. Kita menyambut baik ide dan keinginan tapi ini sembari harap-harap cemas Bawaslu tidak bersikap sebaliknya," paparnya. (tribun network/dan/yat/ham/rin/zal/wly)