Prostitusi di Manado
Kisah 7 PSK di Manado dan Bitung: Biayai Pacar, Hidupi Suami hingga Balas Dendam
Praktek prostitusi di Kota Manado dan Kota Bitung sudah bukan rahasia lagi. Ini kisah asalan 7 wanita terjerumus di prostitusi
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Aldi Ponge
Di Lorpo ini pulalah, seorang pelanggan PSK, sebut saja Opa Har, tewas di kamar sebelum memadu kasih
Tak pelak, pengalaman ini membuat takut PSK inisial N.
"Saya syok saat masuk ke kamar, Opa sudah jatuh ke lantai. Tak tahu kenapa," kata N kepada polisi
N mendapat imbalan Rp 120 ribu untuk sekali kencan. Namun sejak Opa Har meninggal di kamarnya, N memutuskan untuk berhenti menjalani pekerjaan haram itu.
N akan banting setir menjadi pedagang sayur. "Saya trauma, mau jualan sayur saja," katanya.
4. Jual Diri Setelah Ditinggal Suami
Warung kecil di satu perumahan di pinggiran Kota Bitung itu ramai pengunjung.
Pemiliknya seorang wanita (40-an). Ia masih tergolong cantik. Kulitnya halus dan bertubuh kencang.
Saat ia tersenyum, keluar sebaris gigi putih. Wanita ini, sebut saja Dini. Ia adalah PSK yang sudah bertobat.
"Semuanya kini untuk memuliakan Tuhan," kata dia kepada tribunmanado.co.id, beberapa waktu lalu.
Ia bercerita, awalnya terjun ke dunia hitam karena ditinggalkan sang suami.
Diduga sang suami telah lari dengan wanita lain.
"Saat itu muncul masalah bagaimana membiayai tiga anak saya. Mereka sangat ingin sekolah, sedang saya tak punya penghasilan. Saya kalang kabut, pinjam uang sana sini," kata dia.
Untuk menyambung hidup, ia mencoba berbagai pekerjaan. Tour of duty mengantarnya bekerja di salon.
"Saat itu saya ketemu seorang pria, ia katakan saya sangat cantik, jika mau saya bisa dapat uang banyak," kata dia.
Penasaran, Dini pun mendatangi tempat pria itu. Ternyata ia germo. Ditawarilah diri menjadi PSK. Tawaran itu datang saat dia sedang butuh uang.
"Ia yang pertama mencicipi saya," kata dia.

Singkat cerita, tibalah ia ke Lorong Popaya Bitung, tempat pelacuran kelas bawah yang termasyur itu. Dia merasakan persaingan ketat antarpelacur.
Wajah cantiknya bukan jaminan. Ia harus berjuang keras untuk menang. Setiap hari bak pertandingan final.
"Saya belajar dandan, beli kosmetik, belajar isap rokok, bahkan pernah pakai pelaris," kata dia.
Lama kelamaan ia banyak diminati. Dini pun mulai berani menolak tamu.
"Saya tak sembarang terima, saya malah hanya ingin di-booking, harganya mahal," kata dia.
Seiring dengan kesuksesannya, kehidupan ekonomi keluarganya mulai menggeliat. Ia dapat memenuhi kebutuhan sekolah anaknya.
"Bahkan pernah belikan PS," ujar dia.
Memasang wajah tersenyum setiap hari, kondisinya berlawanan dengan itu.
"Anak anak saya kerap tanya, mama ke mana dan saya bohong. Itu membuat saya resah," kata dia.
Dini enggan membeber kapan persisnya dan bagaimana pastinya ia bertobat. Ia hanya menyebut peristiwa itu anugerah.
"Saya berhenti, tempat pertama yang saya datangi adalah gereja," kata dia.
Tidak lagi melacur memiliki konsekwensi baginya yakni kembali ke kehidupan miskin.
Namun mukjizat kerap terjadi.
"Awalnya saya jualan nasi kuning, tak laku, lalu kerja di toko, kumpul uang, buka warung dan mulai berkembang, banyak berkat. Anak saya yang tua juga sudah kerja hingga ekonomi kami tercukupi," kata dia.
Dini menyebut momen tersulit hidupnya adalah harus mengaku kepada anaknya jika ia pelacur. "
Syukur mereka bisa mengerti," kata dia.
5. Jadi PSK untuk Biayai Pacar
Indi (20) bukan nama sebenarnya, PSK penghuni kawasan Taman Kesatuan Bangsa (TKB) di Kota Manado.
Indi tampak cuek saat diajak berbincang oleh tribunmanado.co.id
Indi mengenakan celana ketat cokelat dan kaus tangan panjang bergaris, ia mengarungi kehidupan malam itu. Bibirnya merona, alis tampak bergaris dengan rapi.
Ia memegang botol kecil minyak yang sesekali dicium.
Pandangan matanya liar. Melihat ke mana-mana, memerhatikan sekeliling TKB. Seperti sedang mencari sesuatu. Beberapa lelaki menyapa, ia membalas dengan senyum simpul.
Dengan polos Indi mengaku sedang mencari tamu, saat tribunmanado.co.id, menanyakan sedang apa dia di TKB.
Ya, dia mengaku menjadi seorang wanita panggilan yang biasanya mangkal di TKB dan sekitaran Pasar 45 Manado.
Kegiatan yang rutin ia lakukan setiap malam.
Semalam bisa dapat Rp 200 ribu. Indi mulai mencari tamu pukul 19.00 hingga tengah malam. Tak tentu sampai pukul berapa.
"Kalau sudah ada, saya langsung berkumpul dengan teman-teman. Kalau tidak, tunggu sampai tengah malam," ucap Indi polos.
Tak setiap malam Indi mendapat tamu, kadang meski telah dandan, tak ada sepeserpun rupiah yang masuk ke kantong. Bayarannya kadang Rp 100 ribu, kadang pula Rp 200 ribu.
Indi terpaksa jadi PSK untuk makan, demikian pengakuannnya. Bukan ia yang memegang uang, tapi pacarnya. Buat ongkos hidup ia dan pacarnya di Manado.
Indi tak ingat jelas kapan keluar dari rumah. Ia berasal dari Tondano, Minahasa. Sebulan sekali pulang untuk menjenguk ibu dan enam saudaranya. Indi tujuh bersaudara.
6. Balas Dendam Suami Selingkuh
Jam menunjukan pukul 01.00 Wita, suasana masih ramai di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Manado.
Baca: Drama Menegangkan saat Evakuasi 3 Buaya di Sulut, Ada Buaya Pemakan Manusia Seberat 600 Kg
Jika siang penuh dengan pedagang, lokasi itu berganti menjadi lokasi mangkalnya Pekerja Seks Komersil (PSK).
Mereka menunggu pelanggan tapi ada juga yang datang menawarkan dirinya.
Ada yang asyik berbincang dengan beberapa pria, ada yang tertawa, ada juga yang duduk diam seorang diri.
Tepat di pojok TKB, terlihat wanita yang tengah duduk seorang diri.
Umurnya sekira 26 tahun, penampilannya tak terlihat seperti PSK pada umumnya dengan celana pendek dan pakaian seksi.
Ia memakai kaos lengan panjang hitam dengan celana yang menutup dibatas pergelangan kaki.
Dia terlihat gelisa, matanya liar ke kiri dan ke kanan sambil memegang ponsel
Saat disapa ia membalas dengan rama, sebut saja namanya Mawar.
Meski tak berpenampilan seperti PSK, ia mengaku juga ikut menjajakan diri.
Saat berbincang ia tak mau menatap, matanya tertuju pada layar ponsel yang terus menyala.
Meski tak ada pesan atau panggilan masuk, lirik matanya terus menatap ponsel.
Ia tampak malu, enta baru pertama atau tak biasa, ia tak memberi alasan tak mau menatap, meski begitu ia terus membalas setiap pertanyaan.
Dengan sedikit imbalan ia mau mebuka suara lebih lantang dengan berbagi kisah hidupnya.
Bersama seorang temannya ia kemudian mengajak ngobrol di salah satu bangunan tak jauh dari TKB.
Mawar kemudian mengajak duduk disalah satu sudut ruangan yang tampak remang-remang.
"Duduk di sini saja, apa yang mau ditanyakan," ujarnya membuka percakapan kedua di tempat lain.
Belum sempat diberikan pertanyaan ia paham apa yang ingin dicari tahu, lantas ia mulai bercetita kisahnya masuk dalam dunia malam.
Bukan karena faktor ekonomi semata namun ada dendam yang mengajak kakinya melangkah ke dunia malam di komplek TKB.
Ia berkisah waktu berusia 18 tahun harus menerima nasib menjadi calon ibu.
Ya, dia mengandung di luar janji suci pernikahan.
Perutnya yang kian membesar membuat ia terpaksa menikah diusia muda.
Suaminya saat itu berumur 22 tahun, meski belum memiliki pekerjaan ia yakin bisa berumah tangga dengan baik.
Awal pernikahan rumah tangga keduanya tampak baik-baik saja.
Meski diusia belia ia harus mengurus anak, memasak dan sedikit mencari tambahan dengan berkerja sebagai pembantu di rumah warga.
"Saat anak saya sudah satu tahun suami saya sudah punya pekerjaan, dia kerja di supermarket," akunya.
Kondisi rumah tangga saat itu mulai membaik, meski baru hidup pindah-pindah kos-kosan.
"Karena sudah kerja, kita sudah punya TV, motor dan prabotan lain. Itu dari kerja keras kami berdua," jelasnya.
Namun memasuki usia pernikahan ke empat tahun, suasana mulai beruba.
"Suami saya mulai jarang pulang, kadang pulang tapi sudah larut malam, sudah jadi pemabuk dan suka marah-marah," akunya.
Dia mengaku saat itu beberapa kali sempat menjadi sasaran pemukulan sang suami.
"Saat uang sudah habis dia marah-marah bahkan sudah mulai memukul saya," akunya.
Mawar saat itu tak menaru curiga jika suaminya sudah main serong alias selingkuh.
Namun panggilan telpon tengah malam menjadi bukti penyebab sifat suaminya berubah.
"Waktu itu ada yang telpon, suami saya tidur, saat saya angkat suara wanita, saat saya bilang hallo langsung dimatikan. Tapi sebelumnya ada sms masuk yang berisi sayang kita so di TKB," akunya.
Ia pun mulai yakin jika suaminya tak beres lagi dan mulai keluyuran ke TKB yang dikenal menjadi lokasi prostitusi.
Meski begitu, ia sempat diam sampai akhirnya batas kesabaran habis saat barang prabotan, motor dan Tv dijual sang suami.
"Dia jual semua dan dia jujur kalau uangnya mau pakai PSK di TKB. Saat itu saya menangis dan putus asa," jelasnya.
Mawar akhirnya memberanikan diri pergi ke TKB untuk melihat suaminya yang tak juga pulang.
"Saya ingat itu masih jam 12 malam, saya lihat suami saya duduk di teras bangunan toko dengan seorang wanita. Saat saya ajak pulang dia justru pukul saya," akunya.
Meski begitu ia mengaku tak langsung pulang, ia sempat diam di sekitaran lokasi TKB sambil menangis.
"Lalu ada ibu-ibu datang tanya kenapa saya menangis dia beri saya air di botol waktu itu. Karena saya juga tak punya keluarga di Manado saya pun bercerita pada ibu itu," jelasnya.
Namun curhatan Mawar kepada wanita tersebut justru menjadi pinta ia masuk ke dunia prostitusi.
"Ibu itu bilang saya tidak usah sakit hati, saya harus balas kelakuan suami saya, dia juga menawarkan saya untuk ikut jual diri," jelasnya.
Meski begitu ia tak sertamerta menerima tawaran tersebut sampai akhirnya ia dan suami berpisa.
"Dari kejadian itu sekitar empat bulan kemudian suami saya lari dengan wanita lain dan tak kembali," akunya.
Sekitar dua bulan ia sempat bertahan, namun masalah ekonomi membuat ia dan anaknya kesusahan.
"Saya pun ingat tawaran ibu itu untuk jadi PSK di TKB. Saya tak cari ibu itu tapi saya langsung mangkal di TKB," akunya.
Kini sudah beberapa tahun ia menjajakan diri dan jadi pemuas nafsu.
Ia mengaku merasa bersalah dan malu jika sifat dan pekerjaannya diketahui sang anak yang sudah mulai besar.
"Yang pasti saya sudah ada pikiran untuk tobat dan cari pekerjaan lain," akunya.
7. Hidupi Suami dan Anak-anaknya, Kerja di Dealer pada Siang Hari
Rara (29) bukan namanya sebenarnya, terlihat biasa saja.
Seperti kebanyakan Ibu dua anak yang bekerja demi menunjang kehidupan keluarganya.
Namun Rara nyaris tak punya waktu bagi dua putrinya yang masih balita.
Pagi hingga sore ia bekerja di sebuah dealer.
Setelah jam kerja selesai, Rara hanya pulang sebentar dan kembali bekerja.
Malamnya, Rara menjadi seorang wanita penghibur di sebuah cafe di Kota Manado. Dunia malam yang sudah ia geluti sejak lima tahun lalu, sebelum pun ia menikah.
Kulit Rara tampak terawat, rambutnya pirang seperti bule.
Alisnya sudah ia sulam, begitu pula dengan bulu matanya yang sudah disambung. Penampilan baginya nomor satu, demikian Rara
Bukan hanya penampilan, Rara pun memegang handphone keluaran terbaru dari Iphone.
Kehidupan Rara dikelilingi barang mewah dan biaya perawatan yang bisa dikata mahal.
Namun di balik penampilannya, ada beban yang harus ia tanggung. Rara adalah tulang punggung keluarganya.
Ia terpaksa jadi wanita penghibur karena suaminya tak bekerja sama sekali. Sembari menghidupi keluarga, Rara juga bisa bergaya dengan penghasilannya.
Setiap hari suaminya hanya bermalas-malasan setiap hari di rumah. Keluar minum dengan teman-temannya.
Memang sebelum mereka menikah pun, suaminya memang tidak bekerja. Namun entah kenapa, Rara mau saja menikah bahkan hingga punya dua anak.
Suaminya tahu jika Rara menjadi pekerja seks komersial.
Bahkan mendukung penuh pekerjaannya itu. Uang rokok, makan suaminya ia yang tanggung.
Dari hasil kerjanya sebagai SPG di sebuah dealer dan sebagai seorang PSK.
Setiap malam Rara bisa mendapat Rp 500 ribu, sekali melayani tamu.
Ia pun tak menunggu harus dapat lebih tamu. Satu tamu saja sudah cukup, ia langsung pulang ke rumah.
TONTON JUGA: