Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Megawati Berpesan Menangkan Jokowi: Menangis saat Ceritakan PDIP

Kader dan simpatisan PDIP bergembira. Kamis (10/1/2019), partai politik besutan Megawati Soekarnoputri

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO/ARTHUR ROMPIS
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri disambut sajian tari poco poco kreasi baru saat tiba di lokasi perayaan natal keluarga besar PDI Perjuangan Sulut 2018 di MGP Kairagi, Jumat (21/12/2018) sekira pukul 19.40 Wita. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Kader dan simpatisan PDIP bergembira. Kamis (10/1/2019), partai politik besutan Megawati Soekarnoputri ini genap 46 tahun. Dulu dipinggirkan, kini si banteng moncong putih telah menjadi kekuatan politik terbesar di Tanah Air.

Momentum spesial ini pun dirayakan Presiden Joko Widodo. Memakai jas merah, Jokowi hadir pada peringatan HUT PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Beberapa tamu negara hadir dalam kesempatan itu. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-9 Hamzah Haz, para menteri kabinet kerja dan tokoh politik lainnnya.

Tak terkecuali Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey dan Wakil Ketua DPD PDIP Sulut Steven Kandouw.
Saat memberikan pidato, Jokowi menyampaikan, PDIP harus bersyukur memiliki Megawati, Ketua Umum sekaligus Presiden kelima yang memiliki idiologi yang sangat kuat.

"PDIP bersyukur memiliki Ibu Megawati. Figur yang keyakinan Pancasilanya sangat kuat. Beliau terus menginspirasi kita. Pemikiran, ucapan dan tindakan selalu begitu membekas dalam diri kita semuanya," papar Jokowi.

Jokowi melanjutkan, keberanian serta ketulusan hingga konsistensi Megawati selalu menjadi teladan bagi seluruh kader PDIP. "Para pahlawan dan pendiri bangsa kita, termasuk Bung Karno adalah kusuma bangsa. Mereka teladan terbaik yang merelakan hidup dan mati untuk kemerdekaan. Selamat ulang tahun ke 46 untuk PDIP," imbuhnya.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat terisak dan menitihkan air mata saat berpidato dalam HUT partai yang ia pimpin. Mega menitikan air mata saat menceritakan sejarah partainya. Ia mengawali cerita bersejarah saat PDIP masih bernama PDI, tentang kejadian di Pemilu 1997.

Jelang hari pencoblosan, ucap Mega, ia didatangi oleh pihak pemerintahan. "Kenapa dari PDI menjadi PDI-Perjuangan. Kami waktu itu tahun 1997, waktu itu ada Pemilu, saya tidak lupa, beberapa hari pencoblosan saya didatangi beberapa orang dari pemerintah, yang mengatakan kepada saya hak saya untuk dipilih itu ditiadakan. Tapi saya diizinkan untuk memilih," cerita Megawati.

Megawati menengarai kader PDI akan mengikuti arahan yang diberikannya. Bahkan, saat hendak mencoblos, Megawati masih ditunggu oleh pihak pemerintah tersebut. "Saya sampai ditunggu untuk ke tempat coblos. Tapi mungkin sudah jalannya, persis saat (hari) mencoblos, keluarga saya di Blitar ada yang meninggal, dan saya pergi ke sana," ungkapnya.

"Sampai saat penguburan saya tetap ditunggu, waktu itu bukan KPU tapi LPU, dan meminta menggunakan hak saya untuk mencoblos di Blitar. Tapi waktu itu saya mengatakan tidak mungkin, karena harus mengantarkan jenazah sampai pemakaman," cerita Megawati.

Megawati mengaku sedih, pasalnya, kader-kader PDI tidak mau memilih. Sehingga suaranya turun drastis. Saat menceritakan ini, dia pun sempat terisak dan menitihkan air mata. "Tapi bukan sedih, warga PDI bersorak-sorai. Setelah itu tentu saja, PDI suaranya dikatakan tidak bagus," kata Megawati seraya berhenti berpidato lantaran menitihkan air mata.

Saat Pemilu 1999, dia disebut boleh ikut. Dengan catatan harus mengubah nama partai. Ia pun mendaftarkan PDI mengubah nama menjadi PDI Perjuangan. "Waktu mendaftarkan nama itulah kenapa menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan disahkan 1 Februari 1999, waktu saat kongres kelima. Itulah salah satu perjalanan luar biasa dari PDI ke PDI Perjuangan," kata Megawati.

Menurut dia, sejarah ini terus disampaikannya. Untuk mengingat para kader banteng bermoncong putih itu. "Sejarah tersebut selalu saya sampaikan. Agar partai ini memiliki ingatan kolektif, dan komitmen tuntaskan tugas sejarah," kata Mega.

Ia juga begitu dekat dengan Sulut. Terakhir Mega hadir dalam acara Natal PDIP pada 22 Desember tahun lalu.
"Saya itu sangat dekat dengan Pak Olly, bersama Pak Olly saya membangun partai ini dari kesengsaraan, dari waktu lambangnya masih banteng kurus hingga saat ini PDI berjaya," kata dia.

Menurut Mega, Olly adalah figur yang pendiam seperti dirinya. Tapi Olly sangat rajin bekerja. "Dengan karakter itu ia membawa PDIP Sulut ke tingkat yang seperti ini, " kata dia.

Mega menilai Olly berhasil memimpin Sulut. Mega dalam acara itu juga memuji banyaknya anak muda yang hadir. "Pertanda PDIP dicintai kalangan milenial Sulut," kata dia.
Kandouw mengungkapkan, banyak pesan penting yang disampaikan dalam perayaan, tak hanya komitmen memenangkan dalam kotestasi pemilu, PDIP mendukung jalannya pemerintahan Presiden Jokowi.

Sesuai tema HUT “Persatuan Indonesia Bumikan Pancasila”. "Bagi PDIP Pileg dan Pilpres 2019 adalah kesempatan membentuk peradaban bangsa bukan untuk terpecah belah dan saling menyakiti antaranak bangsa," ujar Wakil Gubernur Sulut ini.

Peserta mendapat materi lengkap tentang agenda strategis partai, visi misi Pak Jokowi-KH Maruf Amin, buku komik sejarah Bung Karno, keberhasilan Pak Jokowi, dan buku Bung Karno dan Islam.

Euforia juga terasa hingga ke Sulawesi Utara. Militansi para kader PDIP tumbuh dari penindasan yang dialami pada zaman orde baru. Banyak kader yang ditindas, dikucilkan bahkan dipenjarakan karena memilih PDI.

Moureen Maria Pongantung, Caleg PDIP DPRD Kabupaten Minahasa, Dapil 4 mengaku turut merasakan pengalaman sulit sang ayah saat berjuang untuk PDI pada zaman itu.

"Saya melihat sendiri, bahkan turut mengalami suka duka sang ayah saat mendukung PDI, banyak tantangan namun dia tak pernah mundur," kata dia.

Di masa kini, saat PDIP sudah berkuasa, Maureen jadi caleg PDIP. Ia ingin meneruskan perjuangan sang ayah.
"Saya ingin mengabdi pada rakyat, mendengarkan keluh kesah rakyat, karena itulah inti dari PDIP, bagaimana menangis dan tertawa bersama rakyat," kata dia.

Maureen pun berharap PDIP di HUT ke-46 dapat menjadi partai yang menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan selalu berpegang tegu pada Pancasila.

"Dan tentunya harapan terbesar semoga cita-cita partai untuk tahun ini akan tercapai yaitu dengan menangnya pak Jokowi-Amin untuk kedua kalinya," kata dia.

Sekretaris DPC PDIP Manado Novie Lumowa mengatakan, HUT ke-46 jadi momen PDIP Manado untuk memenangkan pileg serta pasangan capres cawapres Jokowi Maruf Amin.

"Pesan Ibu Mega kita harus bersatu agar bisa memenangkan Jokowi-Ma’ruf serta mempertahankan kemenangan di pileg," kata dia yang turut hadir dalam peringatan HUT PDIP.

Dia mengaku bangga karena PDIP di bawah pimpinan Megawati sangat menjunjung Pancasila serta mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.

"Dalam keadaan apapun PDIP tak pernah berkompromi dengan politik praktis yang menggadaikan Pancasila, PDIP selalu nomor satu dalam mempertahankan Pancasila," kata dia.

Ketua DPC PDIP Bitung Maurits Mantiri yang juga hadir dalam peringatan menyatakan, Mega menitipkan salam kepada seluruh kader PDIP yang telah berjuang untuk kepentingan partai. "Ibu juga meminta kita memenangkan Jokowi pada Pilpres," kata dia.

Ferry Liando
Ferry Liando (Istimewa)

Siapkan Tokoh Pengganti

Banyak hal yang harus dipelajari parpol lain terhadap PDIP. Parpol ini cenderung paling solid ketimbang parpol lain.

Konflik internal sangat jarang terdengar dan kalaupun ada itu masih bisa diatasi tidak seperti konflik yang terjadi di parpol lain.

PDIP memiliki kader yang militan sehingga tetap kokoh sampai sekarang. Namun demikian PDIP harus juga harus menjadi parpol mandiri.

Selama ini PDIP masih terpusat pada kepemimpinan tunggal, Megawati Soekarnoputri. Ibu Mega sudah tua dan tidak mungkin akan menjadi pemimpin seumur hidup sehingga PDIP perlu mempersiapkan kader.

Masih banyak kader beranggapan bahwa Jika PDIP tanpa Megawati, kemungkinan PDIP akan bernasib sama dengan Golkar nantinya.

Dalam jajaran puncak PDIP sepertinya belum ada satu figur menonjol yang bisa menyeimbangi ketokohan Megawati. Sehingga siapapun yang menggantikan Megawati maka PDIP bisa berpotensi konflik. Seperti Golkar pasca Soeharto, PKB pasca Gus Dur.

PKB pasca Gus Dur terjadi konflik perebutan ketua antara Yenny Wahid dan Muhaimin Iskandar . Golkar pasca Soeharto terpecah menjadi Gerindra, Hanura, PKPI dan Nasdem.

Dalam tubuh PDIP sendiri ada kelompok-kelompok yang saling berseberangan, namun mampu diredam karena menaruh hormat pada Megawati yang dalam sejarahnya ikut berdarah-darah dalam membesarkan partai ini.

Tahun 2005 parpol ini sudah sempat di Goncang oleh sejumlah elit internal. Saat itu ada deklarasi gerakan pemuda yang yang merupakan singkatan dari regenarasi, revitalisasi dan rekonsiliasi PDIP.
Itu diprakarsai sejumlah elite yang menamakan diri tokoh pembaruan Seperti Didi Supriyanto, Sukowaluyo Mintorahardjo, Abdul Madjid, Laksamana Sukardi, Roy BB Janis, Pius Lustrilanang.

Saat ini kubu-kubu di PDIP makin kentara pada saat penetapan beberapa calon kepala daerah belakangan ini. Belum lagi dengan aliran-aliran ideologi yang berbeda.

PDIP terdiri dari gabungan aliran ideologi politik seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan juga dua partai keagamaan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik.

Tokoh-tokohnya kini masih sangat berpengaruh di internal parpol. Satu-satunya cara menyelamatkan PDIP adalah menunggu Pemilu 2019.

Jika Jokowi terpilih kembali menjadi presiden maka figur yang paling tepat mengendalikan PDIP adalah Jokowi. Jika muncul nama-nama lain maka sulit kemungkinan PDIP akan utuh atau bertahan seperti sekarang. (tribun/ther/den/art/ryo/fin)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved