Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Techno

Penutupan Google+ Bukan Agustus, Tapi April 2019

Layanan media sosial Google+ bakal tutup usia lebih awal. Sebelumnya direncanakan pada Agustus 2019, kini menjadi April 2019.

Editor:
kompas.com
Penutupan Google+ Dipercepat Jadi April 2019 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Layanan media sosial Google+ bakal tutup usia lebih awal. Sebelumnya direncanakan pada Agustus 2019, kini menjadi April 2019.

Baca: Regulasi 5G Baru Dibikin 2020, Indosat Sebut Sangat Terlambat

Alasannya tak lain karena celah keamanan (bug) pada layanan tersebut, ditambah pertumbuhan penetrasinya yang tak sesuai ekspektasi.

Awalnya, bug dikatakan mengekspos 500.000 data pribadi pengguna. Insiden keamanan ini sudah terjadi selama tiga tahun, dari 2015 hingga Maret 2018.

Google lantas menambalnya, tetapi kemudian muncul bug baru pada antarmuka pemograman aplikasi (API) Google+. Bug baru ini berpotensi membahayakan keamanan 52,5 juta data pengguna yang terafiliasi dengan aplikasi berbasis API tersebut.

Google
Google

“Kami menemukan ada implikasi ke para pengembang, tetapi kami juga akan memastikan perlindungan untuk pengguna,” kata Vice President of Product G Suite, David Thacker.

Selain mempercepat penutupan Google+ untuk masyarakat, raksasa mesin pencari juga bakal mematikan API Google+ dalam kurun 90 hari ke depan, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Rabu (12/12/2018), dari VentureBeat. 

Baca: Indosat Dorong Sharing Infrastruktur untuk Percepat 5G

Google menegaskan pihaknya cuma butuh satu pekan untuk memperbaiki bug teranyar ini. Bug dideteksi pada 7 November 2018, lantas pulih per 13 November 2019.

Hingga kini, Google sesumbar belum ada bukti bahwa celah di API Google+ telah dieksploitasi pihak tak bertanggung jawab untuk mencuri data pengguna.

Kisah Zuckerberg yang Mau Hancurkan Google+

Tahun 2011, Google meluncurkan jejaring sosial baru yang dinamakan Google Plus. Kedatangannya segera memicu reaksi dari Mark Zuckerberg, pendiri sekaligus CEO Facebook.

Garcia Martinez, seorang mantan pegawai Facebook, menuturkan bahwa ketika itu Google Plus dipandang sebagai serangan langsung dari Google terhadap Facebook.

“Zuck (panggilan Zuckerberg) menganggapnya ancaman eksistensial yang sebanding dengan tindakan Soviet menempatkan senjata nuklir di Kuba pada 1962,” sebut Martizez dalam sebuah buku yang nukilannya dimuat oleh Vanity Fair, sebagaimana dirangkum KompasTekno, Rabu (8/6/2016).

CEO Facebook Mark Zuckerberg saat memberikan kesaksian di depan senat atas skandal kebocoran data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica.
CEO Facebook Mark Zuckerberg saat memberikan kesaksian di depan senat atas skandal kebocoran data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica. (Brendan Smialowski / AFP)

Sebelumnya, Google memang sudah “terganggu” oleh Facebook karena talenta berbakatnya semakin banyak yang memutuskan pindah ke perusahaan saingan itu.

Padahal, dulu Google sempat meremehkan Facebook di masa-masa awal layanan jejaring sosial tersebut. Nah, Google Plus merupakan langkah perdana Google untuk langsung menohok Facebook secara terang-terangan.

Zuckerberg pun menabuh genderang perang. Dalam sebuah pidato di depan para pegawai lelaki 32 tahun yang drop-out dari universitas Harvard ini mengutip kata-kata senator Romawi, Cato the Elder, semasa perang melawan Carthage, ratusan tahun sebelum Masehi.

Baca: Petunjuk Penting soal Tsunami Palu Ditemukan di Dasar Laut, Apa Itu?

“Anda tahu, salah seorang orator Romawi favorit saya selalu mengakhiri pidato dengan kalimat Carthago delenda est, artinya ‘Carthage harus hancur’. Entah kenapa saya memikirkan itu sekarang,” tulis Martinez mengulangi ucapan Zuckerberg yang seolah ingin meremukkan sang rival baru Facebook.

Lockdown

Zuckerberg beranggapan bahwa Google Plus dan Facebook bakal bersaing keras memperebutkan pengguna. Terlebih, Google Plus turut didukung oleh aneka layanan online Google seperti Gmail dan Search.

Menurut Martinez, Zuckerberg lantas menerapkan status khusus yang disebut “Lockdown” di kantor. Ini adalah status khusus di mana para pegawai didorong untuk bekerja lebih keras dalam mengatasi suatu kendala, entah yang bersifat teknis atau berupa pesaing seperti dalam kasus Google Plus.

Tim programmer lebih giat mencermati baris kode fitur baru supaya tak menimbulkan masalah di kemudian hari, sementara berbagai elemen Google Plus dibedah luar dalam oleh para petinggi di Facebook.

Bahkan kafe di kantor Facebook juga dibuka saban akhir minggu supaya keluarga bisa mengunjungi pegawai yang terpaksa lembur, demi meningkatkan kualitas produk agar dapat meredam Google Plus sebelum sempat berkembang.

Baca: Desain Rumah Kaca Ini Cocok untuk Anda yang Suka Berkebun

Akhirnya, pada April 2014, Vic Gundotra, punggawa Google Plus yang merintis proyek jejaring sosial itu, resmi mengundurkan diri dari Google.

Meski tak diakui terang-terangan oleh Google, mundurnya Gundotra diartikan sebagai sinyalemen bahwa Google sudah lempar handuk. Jejaring sosial Google+ telah kalah bersaing melawan Facebook.

Apalagi, sejumlah tim produk Google Plus, seperti yang menangani aplikasi chatting Hangout dan layanan photo sharing Photos, kemudian dipreteli dan dialihkan ke divisi Android.

Bagaimana dengan Facebook? Setelah upaya Google menyainginya gagal, perusahaan itu tetap menjadi jejaring sosial terbesar di dunia. Google pun masih  tetap merajai search. Keduanya tetap menjadi raksasa teknologi di bidang masing-masing

Entah bagaimana Zuckerberg menyikapi Snapchat yang mulai menyaingi popularitas Facebook. Mungkin dia akan kembali mengulang perkataan Cato the Elder?

TAUTAN AWAL: KOMPAS.COM dengan judul: Penutupan Google+ Dipercepat Jadi April 2019

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved