Tangis Pilu Keluarga Korban Lion Air di Atas Laut
Perahu-perahu karet, tampak sibuk bermanuver. Puluhan penyelam masih terlihat memakai tabung oksigen dan masuk
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Perahu-perahu karet, tampak sibuk bermanuver. Puluhan penyelam masih terlihat memakai tabung oksigen dan masuk ke dalam laut. Kapal SAR masih terapung di atas perairan Tanjung Karawang. Helikopter masih terus mengudara di 20 mil arah utara Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Pemandangan itu terjadi saat Badan SAR Nasional (BASARNAS) memfasilitasi lebih seratus orang anggota keluarga korban melakukan doa bersama dan tabur bunga di lokasi jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan dua kapal perang KRI di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Selasa (6/11).
Suasana di atas KRI Banda Aceh dan KRI Banjarmasin, tampak begitu haru saat ratusan keluarga korban mendengar penjelasan dari Panglima Komando Armada I, Laksamana Muda Yudo Margono. "Di titik ini merupakan lokasi jatuhnya pesawat dari hasil temuan kami. Tim saat ini masih terus melakukan pencarian dan penyelaman di sekitar lokasi," ucap Yudo.
Keluarga yang pada awalnya sempat terdiam selama berada di dalam tenda, lambat tapi pasti mulai terisak hingga tak sanggup lagi menahan kesedihan mereka. Di bawah terik matahari yang cukup menyengat, suara tangis perlahan menyeruak di atas buritan KRI.
Pendamping dari pihak Lion Air dan TNI mencoba menenangkan. Beberapa di antara mereka tampak memeluk kerabat dan pendamping yang menemani. Beberapa keluarga lainnya, mencoba tetap tegar sembari mengusap air mata yang terus membasahi pipi.
Satu di antaranya adalah Ahmad. Pria asal Bangka Belitung itu mencoba tetap tegar atas kehilangan keponakannya bernama Rio Pratam. Meski, dia juga harus kehilangan tiga orang sanak saudaranya dalam waktu yang berdekatan. "Tidak bisa apa-apa lagi. Insya Allah, kami sekeluarga ikhlas, begitu juga dengan istrinya yang sekarang sudah kembali ke Babel," ungkapnya kepada Tribun.
Pun begitu dengan keluarga dari korban atas nama Ema. Dalam kondisi yang sudah seperti ini, keluarga hanya ingin secepatnya teridentifikasi. "Mudah-mudahan bisa lebih cepat. Insya Allah kami terus berdoa yang terbaik," kata pria berperawakan tinggi tersebut.
Ratusan pasang tangan mulai menengadah, dalam tangis keluarga ikut memanjatkan doa yang dipimpin oleh Rohaniawan dari TNI. Lima plastik besar berisi bunga juga ditaburkan ke laut dari atas KRI. Suara tangis kembali pecah. Anggota keluarga yang mulai tidak kuasa, dipapah untuk kembali ke dalam tenda besar.
Pesawat Lion Air Air PK-LQP dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada Senin, 29 Oktober 2018, pukul 06.33 WIB. Pesawat mengangkut 189 orang, termasuk tujuh awak pesawat.
Tim SAR gabungan telah melakukan pencarian korban dan badan pesawat. Hingga Selasa malam, sebanyak 186 kantong jenazah berisi bagian tubuh hasil temuan tim dibawa ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk identifikasi.
Sejauh ini, total 44 jenazah yang teridentifikasi itu terdiri dari 33 laki-laki dan 11 perempuan.
Pencarian Berlanjut
Kepala Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi memastikan seluruh korban pesawat Lion Air PK-LQP akan ditemukan. Masa evakuasi akan kembali ditambah.
"Bapak ibu jangan khawatir untuk tidak ditemukan, jika masih ada yang belum ditemukan akan kami cari," kata Syaugi dihadapan keluarga korban di KRI-Banjarmasin.
Syaugi mengatakan, pihaknya akan menganalisa hasil dari pencarian hari kesepuluh. Untuk diketahui, tahap awal pencarian berlangsung selama tujuh hari, kemudian tambah tiga hari. Dia menambahkan, peluang untuk ditemukannya jenazah masih dimungkinkan di kawasan perairan Tanjung Pakis Karawang.
"Kemarin saya perpanjang (penambahan 3 hari) karena kita temukan di Tanjung Pakis itu ditemukan 21 lebih kantong. Berarti kemungkinan dan faktanya masih ada, makanya kami perpanjang besok. Kami akan lihat bagaimana situasi besok, kalau masih mungkin ditemukan lagi, kami akan perpanjang," ucap Syaugi.
Syaugi menambahkan, untuk melakukan proses pencarian, pihaknya memastikan tidak akan memakai bantuan asing. Menurutnya, peralatan yang sudah dinilai canggih dan sudah mendukung untuk proses pencarian korban.
"Jadi kita tidak pakai bantuan-bantuan asing karena Tim SAR kita ini cukup canggih dan profesional didukung TNI, Polri dan instansi lain yang biasa kita sebut. Jadi enggak ada masalah," tandasnya.

'Ma Nanti Aku Bahagiain'
Selasa (6/11) siang sekitar pukul 11.30 WIB, KRI Banjarmasin yang mengangkut para keluarga korban pesawat Lion Air PK-LQP tiba di lokasi jatuh pesawat nahas tersebut, perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat. Keluarga korban melakukan pembacaan doa di atas geladak kapal dengan dipandu lima rohaniwan.
Kemudian para keluarga korban diarahkan keluar tenda yang berada di atas geladak KRI Banjarmasin, untuk melakukan prosesi tabur bunga. Saat prosesi tabur bunga berlangsung, kesedihan mereka pecah dengan jerit tangis.
Sembari menabur bunga di lautan dan menatap birunya perairan Tanjung Karawang, derai air mata terus bercucuran dari mata mereka. Selain derai air mata, kesedihan mereka juga dibarengi dengan memanjatkan doa kepada Sang Pencipta.
Beberapa dari mereka yang tak bisa menahan kesedihan akhinya tumbang, jatuh pingsan.
Namun, para petugas medis pun sigap memberikan pertolongan kepada pihak keluarga yang pingsan. Tampak pula para pegawai termasuk pramugari Lion Air larut dalam kesedihan tersebut mengingat rekannya yang menjadi korban.
Di KRI Banda Aceh Naning tak kuasa menahan air mata kala melihat lokasi kecelakaan pesawat Loin Air PK-LQP di Peraian Teluk Karawang, Jawa Barat. Di lokasi tersebut sang anak Deryl Fida Febrianto ikut menjadi salah satu korban pesawat Lion Air rute Jakarta-Pangkalpinang itu.
Deryl merupakan warga Simo Pomahan Baru 67 Sukomanunggal, Surabaya, Jawa Timur. Ia berangkat ke Pangkalpinang untuk bekerja di kapal kargo.
Dimana di tempat barunya bekerja itu, mengharuskan pria berusia 22 tahun tersebut terbang ke Pangkalpinang. Malam hari sebelum bertolak, Naning menceritakan, bila dirinya mempunyai firasat terhadap sang anak.
Dimana Ia bermimpi, sang anak Deryl sedang tertidur lelap sambil mengenakan pakaian putih bersih serta diterangi cahaya bulan. "Tapi anaknya (Deryl) itu diam, kaya diterangi bulan gitu," kenang Naning.
"Waktu mimpi anaknya pakai baju putih, bersih begitu, kok ganteng, tapi enggak tahu kalau ditinggalkan," sambungnya.
Pagi hari sebelum berangkat, Naning menceritakan bila anak sulungnya itu pun sempat berjanji akan membahagian dirinya kelak. "Ma nanti aku bahagiain," ucap Naning lirih, seraya menirukan perkataan anaknya saat itu.
Sambil menatap laut tempat lokasi pesawat Lion Air kecelakaan, Naning masih mengingat betul cita-cita sang anak yang ingin menjadi seorang pelaut. Namun hingga akhir hayat, keiinginan sang anak untuk menjadi seorang pelaut tidak tercapai.
"Dia dari dulu kepengen layar, sudah beberapa kali daftar gagal terus," ujar Naning. Kini walaupun jasad sang anak belum ditemukan, Naning mengaku telah ikhlas atas kepergian Deryl untuk selama-lamanya.
"Kalau saya ikhlas. Benar Ikhlas, semoga Ia (Deryl) diterima disisiNya, Amiin," kata Naning.
Dua jam perjalanan dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menuju lokasi jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP, tidak banyak yang dilakukan oleh para keluarga korban yang berada di atas KRI Banda Aceh. Ratusan anggota keluarga yang ikut dalam acara doa bersama dan tabur bunga, terlihat hanya sesekali berbincang dengan keluarga korban lainnya.
Tidak jarang diantara mereka tampak terus memperhatikan ponsel yang ada di genggamannya. Mulut mereka tampak terus bergerak mengucap doa meski terdengar samar. Beberapa lainnya memilih untuk melihat lautan lepas di depan tenda yang terpasang tepat menutup tempat pendaratan helikopter.
Selama perjalanan pihak TNI memperlihatkan tontonan di layar besar mengenai usaha evakuasi tim gabungan selama masa pencarian berlangsung. Layaknya berada di dalam pesawat, beberapa wanita berparas cantik dari pihak Lion Air yang mengenakan kemeja batik milik maskapai itu, menyuguhkan makanan ringan dan air minum untuk keluarga.
KRI Banda Aceh dan KRI Banjarmasin merupakan dua kapal perang yang digunakan pihak TNI dan Basarnas untuk membawa keluarga ke lokasi jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP yang jatuh di perairan Tanjung Karawang Senin (29/10) lalu. Di lokasi, pihak TNI dan Basarnas juga perusahaan Lion Air mengajak keluarga untuk berdoa di lokasi kejadian.
Tenda Besar
Setidaknya dua Helipad yang berada di KRI Banda Aceh, disulap untuk menjadi tempat berkumpulnya keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP. Satu unit tenda besar berukuran sekitar 30x50 meter berwarna putih, menjadi tempat para keluarga dan kerabat untuk datang ke lokasi jatuhnya pesawat.
Dipimpin oleh Pangko Armada I, Laksamana Muda TNI Yudo Margono sebagai perwakilan dari Panglima TNI, keluarga dan kerabat ikut diajak untuk melakukan tabur bunga di lokasi, Perairan Tanjung Karawang. Para keluarga mengenakan nametag berwarna putih dengan tali berwarna merah menggantung di dada dengan tulisan "Keluarga".
Setidaknya terdapat 300-an anggota keluarga yang berada di dalam KRI Banda Aceh. Juga tampak beberapa pilot dan pramugari yang ikut serta di atas KRI. "Besok (hari ini), kegiatan kita adalah doa dan tabur bunga bersama yang difasilitasi oleh TNI angkatan laut, nanti kita akan berdoa bersama di TKP, sehingga diharapkan keluarga korban dapat mengerti dan melihat langsung di lokasi," ujar Deputi Operasi Kesiapsiagaan Basarnas Mayjen Budi Nugroho W.
Kepala Basarnas Marsekal Madya M Syaugi mengatakan, sejumlah keluarga korban diajak menumpang KRI Banda Aceh dan KRI Banjarmasin untuk melihat lokasi jatuhnya Lion Air PK-LQP di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat. Marsekal Madya M Syaugi mengatakan hal itu dilakukan semata-mata untuk menunjukkan bagaimana kondisi di lapangan saat proses pencarian korban berlangsung selama satu minggu terakhir.
"Saya ajak ngomong semua, itu menunjukkan bahwa saya terbuka dan supaya mereka tahu apa yang kita kerjakan. Tim SAR gabungan ini di bawah kendali saya atau sebagai SAR koordinator," ujar Marsekal Madya M Syaugi.
Marsekal Madya M Syaugi menambahkan, keluarga korban diajak ke lokasi juga untuk menggelar doa bersama. Sekaligus melihat apa yang sudah dikerjakan selama ini.
"Mereka memahami oh kemarin saya briefingkan, ini loh yang saya kerjakan selama tujuh hari. Sekarang justru kita ajak ke tempat tersebut paling tidak untuk bisa berdoa bersama di tempat kejadian tersebut, insya Allah itu lebih diterima," ujar Marsekal Madya M Syaugi.
Diharapkan dengan doa yang dipanjatkan seluruh korban bisa ditemukan oleh tim SAR gabungan. "Kalau kita hatinya ikhlas semua mendoakan di situ, mudah-mudahan kalau ada yang masih belum ketemu bisa ditemukan begitu," Marsekal Madya M Syaugi. (Tribun Network/jun/mam/wly/ryo)