Robby Giroth Tolak RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan
RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang masuk dalam UU Prioritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mendapat penolakan
TRIBUNMANADO.CO.ID, LOLAK - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang masuk dalam UU Prioritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mendapat penolakan.
Anggota DPRD Kabupaten Bolmong Robby Giroth berkata kepada tribunmanado.co.id, dia mengkritisi pasal yang mengatur tentang sekolah minggu dan katekisasi yang terdapat pada Pasal 69 dan Pasal 70.
Nampaknya RUU ini tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen, di mana ada pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja.
Baca: Saya Minta Pasal 69 dan 70 RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Dicabut
Baca: Ini Masukan KWI soal RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan
Dia juga mengkritik adanya batas minimal peserta sekolah minggu dan perizinan untuk sekolah minggu. Sekolah minggu tidak bisa disamakan dengan pesantren.
Sejatinya, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadatan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta.
"Mestinya tidak membutuhkan izin karena merupakan bentuk peribadatan," ujar Giroth yang juga seorang Pelayan Khusus GMIBM Bolmong ini.
Menurut dia, sekolah minggu bukanlah pendidikan formal, melainkan pelayanan dari gereja untuk para jemaat.
Baca: 137.712 Ribu Orang Tanda Tangan Petisi Tolak Sekolah Minggu Diatur dalam RUU Pesantren
"Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi, yang juga hendak diatur dalam RUU ini pada Pasal 69-70, sesungguhnya adalah proses interaksi edukatif yang dilakukan gereja-gereja di Indonesia dan merupakan pendidikan nonformal serta masuk dalam kategori pelayanan ibadah bagi anak-anak dan remaja," ungkap kader Partai Golkar tersebut.
Giroth meminta pemerintah dan DPR untuk tidak mengintervensi terlalu ke dalam terkait anak sekolah minggu dan katekisasi. (kel)