Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

137.712 Ribu Orang Tanda Tangan Petisi Tolak Sekolah Minggu Diatur dalam RUU Pesantren

Petisi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan yang ikut mengatur

Editor: Lodie_Tombeg
Istimewa
Ilustrasi anak Sekolah Minggu pada petisi tolak RUU yang atur Sekolah Minggu. 

 
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Petisi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan yang ikut mengatur Sekolah Minggu makin ramai.

Hingga Sabtu (27/10/2018) pukul 19.00 Wita, sudah 137.712 ribu orang menandatangani petisi online memprotes rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasukkan aturan soal Sekolah Minggu ke dalam RUU.

Petisi online tentang penolakan pengaturan Sekolah Minggu itu dibuat oleh akun @Jusnick Anamofa di change.org. Petisi itu ditujukan kepada pimpinan DPR dan Presiden Joko Widodo.

Dalam keterangannnya, @Jusnick menulis 'Negara Tidak Perlu Mengatur Sekolah Minggu dan Katekisasi'.

Menurutnya, pengaturan oleh negara terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat, termasuk tata cara beragama, mestinya ada dalam kepentingan menjamin hak beragama dan menjalankan agama tiap warga negara.

"Tetapi ada kepengaturan negara lewat regulasi yang menjadi "pedang" bagi kelompok-kelompok tertentu untuk membatasi hak beragama dan menjalankan agama sesama warga negara," demikian keterangan dalam petisi online itu.

Dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, pengaturan sekolah minggu itu tampak pada upaya pengusulan agar pendidikan nonformal agama-agama diatur dalam UU.

Dalam Pasal 69 ayat (1) RUU itu disebutkan bahwa Sekolah Minggu dan Katekisasi termasuk jalur pendidikan non-formal agama Kristen. Pasal 69 ayat (3) menyebutkan bahwa jumlah peserta didik pendidikan non-formal agama Kristen itu paling sedikit 15 orang, dan dalam Pasal 69 ayat (4) menyatakan bahwa penyelenggaraan sekolah minggu harus mendapat izin dari pemerintah Kabupaten/Kota.

Logo PGI
Logo PGI ()

 
RUU Lembaga Pendidikan dan Pesantren ini, menurut laman DPR.go.id, diusulkan oleh Komisi VIII DPR, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Kata Jusnick, petisi itu menolak pengaturan pendidikan nonformal agama Kristen dalam suatu Undang-Undang, karena berpotensi menjadi pedang bagi kelompok tertentu menghalangi, membubarkan, mempersekusi dengan kekerasan, proses sekolah minggu yang tidak sesuai persyaratan RUU tersebut.

Sekolah Minggu merupakan kegiatan bersekolah yang diadakan pada hari Minggu. Umumnya kegiatan Sekolah Minggu diadakan di dalam gereja.

Guru yang mengajar biasanya terdiri dari orang-orang Kristen awam, yang biasanya telah memeroleh pelatihan atau penataran sebelum bisa menjadi guru Sekolah Minggu.

Berikut pernyataan lengkap Jusnick Anamofa dalam petisi yang dibuatnya:

Kepengaturan oleh negara terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat, termasuk tata cara beragama, itu mestinya ada dalam kepentingan menjamin hak beragama dan menjalankan agama tiap warga negara. Tetapi ada kepengaturan negara lewat regulasi yang menjadi "pedang" bagi kelompok-kelompok tertentu untuk membatasi hak beragama dan menjalankan agama sesama warga negara.

Peraturan Bersama 2 Menteri terkait syarat-syarat pendirian rumah ibadah yang dijadikan "pedang" untuk membatasi, menolak, merusak rumah ibadah, bahkan mempersekusi para pemeluk agama yang diakui resmi negara, adalah fakta yang dihidupi tiap saat di negara ini. Apalagi hal itu menyangkut angka-angka kuantitatif seperti jumlah orang yang setuju dan sebagainya. 

Dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, kepengaturan itu nampak pada upaya pengusulan agar pendidikan non-formal agama-agama diatur dalam UU. Dalam RUU tersebut, Pasal 69 (1) menegaskan bahwa SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI termasuk jalur pendidikan non-formal agama Kristen. Pasal 69 (3) menegaskan bahwa jumlah peserta didik pendidikan non-formal agama Kristen itu PALING SEDIKIT 15 (limabelas) orang. Pasal 69 (4) menegaskan bahwa HARUS ADA IJIN dari pemerintah Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI.

Petisi ini menolak kepengaturan pendidikan non-formal agama Kristen dalam suatu Undang-Undang karena berpotensi menjadi "pedang" bagi kelompok-kelompok tertentu menghalangi, membubarkan, mempersekusi dengan kekerasan, proses SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI yang tidak sesuai persyaratan RUU tersebut.

Mari berdiri bersama untuk menolak Pendidikan non-formal Kristen diundangkan.

Salam hormat

Jusuf Nikolas Anamofa

Petisi yang telah ramai diperbincangkan di media sosial maupun media mainstrem ini terus mendapatkan dukungan dari netizen. Pantauan tribunmanado.co.id dalam sehari saja, petisi ini telah ditandatangani puluhan ribu netizen.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat menghadiri bincang santai di kedai kopi kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (18/3/2018), bersama pengacara Hotman Paris Hutapea.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat menghadiri bincang santai di kedai kopi kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (18/3/2018), bersama pengacara Hotman Paris Hutapea. (tribunnews)

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan akan menampung aspirasi mengenai RUU termasuk protes dari PGI.
"Jadi DPR adalah tempat untuk menampung seluruh aspirasi warga negaranya jadi kalau ada usulan rancangan undang-undang yang sekarang ini pesantren pasti DPR akan tidak memutuskan secara sepihak," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (26/10/2018).

Jerry Sambuaga (Tribunnews.com/Fitri Wulandari)
DPR menurut Bamsoet mendengarkan banyak masukan terkait penyusunan RUU tersebut. Terkait adanya protes, DPR akan mengundang PGI untuk meminta masukannya.

"Pasti akan diundang juga sektor yan ada termasuk dari gereja PGI, pasti akan diminta pendapatnya dan pasti pemerintah punya sikap, DPR punya 10 fraksi juga punya sikap dan nanti akan terlihat dalam perdebatan di Panja," katanya.

Bamsoet meminta untuk tidak buru buru menyimpulkan bahwa undang-undang pesantren dan pendidikan kegamaan keliru karena telah mengatur ibadah warganya. Menurut Bamsoet, RUU tersebut masih dalam pembahasan untuk dibuat sebaik mungkin.

 
"Menurut saya terlalu terburu-buru kita mengambil kesimpulan saat ini katena panja rancangan undang undang pesantren masih on progres kita tunggu saja perkembangan," pungkasnya.

Anggota DPR RI Jerry Sambuaga meminta Badan Legislasi (Baleg) mencabut dua pasal dalam RUU.
Menurut Sambuaga, dua pasal tersebut tidak memahami konsep pendidikan di gereja.

"Ada pendidikan formal yang dikelola oleh gereja dan ada pendidikan non formal melalui kegiatan 
pelayanan di gereja," tulis dia pada rilis yang dikirim ke tribunmanado.co.id. Dikatakannya kegiatan sekolah minggu dan katekisasi masuk dalam kegiatan pelayanan ibadah bagi anak anak dan remaja.

 
Jerry mengaku sudah menghadap Ketua Komisi VII untuk menyampaikan penolakan. "Ini sebenarnya UU yang bagus, hanya harus dihapus dua pasal tersebut," kata dia.(Tribun/cnn)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved