PGI Soroti RUU Pesantren & Pendidikan Agama: Sekolah Minggu & Katekisasi Wajib Terdaftar di Kemenag
Persekutuan PGI menanggapi Rancangan Undang-Undang ( RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama sebagai usul inisiatif DPR RI
Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO.CO.ID - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia ( PGI) menanggapi Rancangan Undang-Undang ( RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama sebagai usul inisiatif DPR RI pada 16 Oktober 2018
Tanggapan PGI tersebut dirilis lewat portal PGI https://pgi.or.id/
PGI menyoroti pasal 69 – 70 RUU Pesantren dan Pendidikan Agama yang hendak mengatur Sekolah Minggu dan Katekisasi.
Kedua pendidikan nonformal tersebut harus terdaftar di Kemenag setempat.
Selain itu, minimal memiliki peserta sebanyak 15 orang.
Berikut lengkap pernyataan PGI:
Siaran Pers Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia terkait dengan RUU Pesantren dan Pendidikan Agama
Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) pada Rapat Paripurna, 16 Oktober 2018, telah menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai usul inisiatif DPR RI dan akan segera menjadi pembahasan dalam proses legislasi nasional.
Setelah mengamati isinya, RUU tersebut tidak hanya mengatur tentang pesantren dan madrasah namun juga mengatur pendidikan keagamaan bagi agama-agama lain di luar Islam.
Baca: 3 Kejadian Seru dalam Laga Manchester United Vs Juventus, Macet sampai Gangguan untuk Ronaldo
Menyikapi hal tersebut Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan beberapa hal:
- PGI menilai bahwa pendidikan keagamaan formal seperti pesantren, madrasah, sekolah teologi dan sejenisnya sebagai bagian dari pendidikan nasional telah memiliki kontribusi besar dalam membentuk karakter bangsa. PGI juga menilai bahwa selama ini pengembangan institusi pendidikan berbasis agama tersebut kurang mendapat dukungan dari negara. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan di dunia pendidikan di mana pendidikan formal lainnya mendapat dukungan penuh dari negara. Olehnya PGI memahami perlunya UU yang menjadi payung hukum bagi negara dalam memberikan perhatian dan dukungan kepada pesantren dan pendidikan keagamaan lain yang formal.
- Namun kami melihat, ketika membahas tentang pendidikan dan pembinaan di kalangan umat Kristen, nampaknya RUU ini tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen di mana ada pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja. Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi, yang juga hendak diatur dalam RUU ini pada pasal 69 – 70, sesungguhnya adalah proses interaksi edukatif yang dilakukan oleh gereja-gereja di Indonesia, yang merupakan pendidikan nonformal dan masuk dalam kategori pelayanan ibadah bagi anak-anak dan remaja.
- Dengan melihat syarat pendirian pendidikan keagamaan dengan memasukkan syarat peserta didik paling sedikit 15 (lima belas) orang serta harus mendapat ijin dari Kanwil Kementerian Agama Kabupaten/Kota maka hal tersebut tidak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja-gereja di Indonesia, sebagaimana kandungan RUU yang hendak menyetarakan Sekolah Minggu dan Katekisasi dengan model pendidikan pesantren. Sejatinya, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta, serta mestinya tidak membutuhkan ijin karena merupakan bentuk peribadahan.
- Penyusunan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan adalah kecenderungan membirokrasikan pendidikan nonformal khususnya bagi pelayanan anak-anak dan remaja yang sudah dilakukan sejak lama oleh gereja-gereja di Indonesia. Kecenderungan ini dikhwatirkan beralih pada model intervensi negara pada agama.
- PGI mendukung Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini menjadi undang-undang sejauh hanya mengatur kepentingan Pendidikan formal dan tidak memasukkan pengaturan model pelayanan pendidikan nonformal gereja-gereja di Indonesia seperti pelayanan kategorial anak dan remaja menjadi bagian dari RUU tersebut.
Humas PGI

Dilansir dari Kompas.com, pimpinan DPR memutuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi salah satu RUU usul inisiatif dari DPR.
Keputusan tersebut ditetapkan dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2018-2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/10/2018).
"Kita tetapkan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi usul inisiatif DPR RI," ujar Wakil Ketua DPR Utut Adianto saat memimpin Rapat Paripurna.
Dalam rapat tersebut 10 fraksi di DPR memberikan pendapat tertulisnya kepada pimpinan DPR.
Seluruh fraksi pun menyatakan setuju untuk menjadikan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai usul inisiatif DPR.
Baca: Mengaku TNI, Dua Saudara Aniaya Anggota Polisi, saat Dicek, Ternyata Profesinya Sebagai Ini
Ditemui secara terpisah, Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, seluruh pimpinan fraksi telah sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Salah satu poin penting dalam UU tersebut adalah alokasi anggaran pendidikan bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya.
"Intinya semua pimpinan fraksi sudah sepakat ini penting untuk dilanjutkan karena kepentingan yang sangat mendasar itu adalah politik alokasi anggaran. Ini harus jelas berpihak pada kesejahteraan rakyat," kata Cucun.
Menurut Cucun, selama ini pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan kurang diperhatikan dalam menjalankan kegiatan, khususnya mengenai alokasi anggaran.
Pasalnya, anggaran bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya tidak terakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Sementara ia menilai keberadaan para guru agama di pesantren dan lembaga pendidikan agama lain tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan nasional.
"Intinya karena eksistensi para guru ngaji, pesantren atau pendidikan keagamaan lain selama ini anggaran pendidikan di UU sisdiknas belum secara detail terakomodasi," kata Cucun.
Baca: Ciri-ciri Minyak Goreng Sudah Panas dan Masih Dingin Secara Kasat Mata, Tanpa Merasakan Panasnya!
"Makanya mudah-mudahan dengan lahirnya UU tersebut bisa memayungi dan mawadahi semua kepentingan yang ada," ucapnya.
Terkait mekanisme anggaran, lanjut Cucun, akan dibahas dua bentuk penganggaran yang dapat digunakan.
Pertama, anggaran untuk pesantren dan lembaga pendidikan agama lainnya dimasukkan dalam anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total APBN sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Kedua, melalui alokasi anggaran lain yang disalurkan melalui pemerintah daerah. Mengingat, keberadaan pesantren dan lembaga pendidikan agama berada dalam kewenangan Kementerian Agama.
"Nanti mekanismenya bisa masuk dalam anggaran pendidikan yang amanat UUD hasil amandemen yang 20 persen itu atau melalui alokasi anggaran lain. Pemerintah daerah juga punya kekuatan kalau didukung dari APBN," ujar Cucun.
TONTON JUGA: