Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

OJK: Dana Pensiun Masih Kebal Fluktuasi Pasar Modal

Di tengah kondisi pasar modal yang masih tertekan, industri dana pensiun (dapen) masih bisa membukukan kinerja yang lebih baik

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
kompas.com
OJK 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Di tengah kondisi pasar modal yang masih tertekan, industri dana pensiun (dapen) masih bisa membukukan kinerja yang lebih baik ketimbang tahun lalu. Perolehan return on investment (RoI) sektor industri ini masih melanjutkan tren peningkatan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) encatat sampai bulan Agustus 2018 kemarin, RoI dari para pengelola dapen terparkir di angka 5,35%. Angka ini meningkat dibandingkan periode yang sama di tahun 2017 kemarin yang sebesar 5,1%.

Segmen dana pensiun pemberi kerja yang menjalankan program pensiun manfaat pasti (DPPK-PPMP) mengantongi RoI sebesar 5,94% hingga delapan bulan pertama tahun ini.

Meningkat ketimbang Agustus tahun 2017 yang sebesar 5,52%. Kinerja investasi dari dana pensiun lembaga keuangan alias DPLK juga ikutan meningkat. Yakni dari 4,21% menjadi 4,46%.

Baca: Bank SulutGo dan Taspen MoU Kerja Sama Pembayaran Pensiun di Rekening Bank SulutGo

Tapi kondisi berbeda terjadi pada dana pensiun pemberi kerja iuran pasti alias DPPK-PPIP. Dapen segmen ini mencatatkan penurunan imbal investasi dari 5,14% menjadi 4,79%.

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menilai, iklim investasi di tahun ini memang sangat menantang. Terutama untuk instrumen berbasis ekuitas.

Meski begitu, kinerja investasi dapen masih tertolong oleh perbaikan imbal dari sejumlah instrumen lain. "Seperti dari tren kenaikan bunga deposito," kata dia, baru-baru ini.

Gedung OJK Jakarta
Gedung OJK Jakarta (kompas.com)

Sementara itu, pasar saham yang masih loyo disebutnya membuat pengelola dapen semakin berhati-hati bermain di keranjang tersebut.

Untungnya, selama ini porsi investasi di instrumen tersebut pun tak terlalu besar. Sehingga kondisi pasar saat ini tak terlalu menggoyang industri.

Menurut dia, beberapa pemain memanfaatkan tren harga saham yang menurun untuk melakukan trading jangka pendek guna mendapat keuntungan dengan kembali menjual saat harga naik.

Direktur Utama Dana Pensiun Bank Tabungan Negara (BTN) Saut Pardede mengakui pihaknya turut melakukan langkah serupa. Meski jumlahnya tidak signifikan.

Wakil Ketua Perkumpulan DPLK Nur Hasan Kurniawan menegaskan, pihaknya semakin yakin dengan prospek kinerja investasi sampai akhir tahun ini.

Terutama dari tren bunga deposito yang saat ini menguasai sekitar 60% porsi investasi DPLK. "Proyeksi imbal sekitar 7% sepanjang tahun masih bisa tercapai," imbuh Nur Hasan.

Baca: Bos IMF-Bank Dunia Puji Jokowi : Pidato soal Ekonomi ‘Game of Thrones’

RALS Ingin Menambah Dua Gerai di Akhir Tahun Ini

Ekspansi gerai masih menjadi agenda bisnis PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. Pada semester kedua tahun ini, mereka berencana menambah dua gerai baru.

Dua gerai baru tersebut bakal melengkapi total gerai Ramayana Lestari hingga akhir 2018 menjadi 121 gerai. "Rencana ada dua gerai (baru) yaitu di luar Jabodetabek pada akhir tahun 2018," ujar Setyadi Surya, Sekretaris Perusahaan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk saat dihubungi KONTAN, Senin (15/10).

Pada paruh pertama tahun ini, Ramayana Lestari sudah menghadirkan tiga gerai baru. Dua gerai hadir pada April 2018, yakni di Plaza Cibubur (Jawa Barat) dan Bekasi Trade Center (Bekasi, Jawa Barat). Satu gerai lagi dibuka pada Mei 2018 di Grand Cakung, Jakarta Timur.

Selain gerai Ramayana reguler, Ramayana Lestari memiliki gerai Ramayana Prime. Gerai Ramayana Prime misalnya hadir di City Plaza Jatinegara dan Plaza Cibubur.

Sementara mengintip materi paparan publik yang rilis di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Agustus 2018, total jumlah gerai Ramayana Lestari per 30 Juni 2018 menjadi 119 gerai.

Perinciannya, 79 gerai di Jawa dan 40 gerai di luar Jawa. Adapun total luas seluruh gerai mereka mencapai 998.394 meter persegi (m²) (lihat tabel).

Meski ekspansi gerai masih berjalan, Ramayana Lestari juga menerapkan strategi evaluasi. Secara berkesinambungan, perusahaan berkode saham RALS di BEI tersebut bakal menelaah kinerja setiap gerai.

Pada saat yang bersamaan, Ramayana Lestari berupaya menjaga efisiensi biaya dan mencari alternatif barang yang lebih murah. Itu adalah ikhtiar mereka untuk mengatasi kondisi daya beli masyarakat yang masih terasa lemah.

Sampai tutup tahun 2018, Ramayana Lestari menargetkan penjualan Rp 8,2 triliun. "Same-store sales growth (SSG) sampai September tumbuh 2,4% dan (sales) growth 4,5%," kata Setyadi.

Dalam catatan pemberitaan KONTAN, Ramayana Lestari mengalokasikan dana belanja modal alias capital expenditure (capex) Rp 300 miliar di tahun ini.

Sekitar Rp 150 miliar-Rp 175 miliar untuk menambah gerai baru. Lantas, Rp 100 miliar untuk mempercantik gerai lama.

Asuransi
Asuransi (kompas.com)

Laju Bisnis Reasuransi Masih Tertekan

Kinerja hasil underwriting industri reasuransi merosot tajam. Kenaikan beban klaim dan beban biaya, menjadi penyebab penurunan hasil underwriting industri reasuransi.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan Agustus 2018, industri reasuransi mencatat hasil underwriting sebesar Rp 474,71 miliar. Angka tersebut turun 38% dibanding periode yang sama di tahun lalu yakni Rp 765,70 miliar.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody AS Dalimuthe menilai, penurunan hasil underwriting industri reasuransi karena terbebani oleh kenaikan pendapatan premi, beban klaim dan beban biaya.

Artinya "Jika klaim semakin besar, berdampak pada hasil underwriting industri reasuransi yang kecil," kata Dody kepada KONTAN, Senin (15/10).

Di periode yang sama, industri reasuransi berhasil mengumpulkan perolehan premi sebesar Rp 12,11 triliun, naik 30,4% secara year on year (yoy). Sayangnya, kenaikan tersebut diikuti peningkatan klaim bruto 28,57% menjadi Rp 4,50 triliun.

Perusahaan reasuransi juga mesti menanggung beban pemasaran, serta beban pegawai dan pengurus yang tinggi. Beban pemasaran sendiri naik 23,38% menjadi Rp 25,54 miliar, kemudian beban pegawai dan pengurus naik 33,01% menjadi Rp 267,78 miliar.

Akibat gempa

Kondisi tertekan terjadi di PT Reasuransi Maipark Indonesia yang mengalami penurunan hasil underwriting hingga dua digit. Sampai Agustus 2018, perusahaan ini mencatat hasil underwriting Rp 34,8 miliar, turun 15,9% dari tahun lalu, Rp 41,4 miliar.

Direktur Maipark Heddy Pritasa mengatakan, kenaikan itu karena beban klaim meningkat akibat gempa di Lombok, dari Rp 14,5 miliar menjadi Rp 36 miliar.

Sementara Direktur PT Reasuransi Indonesia Utama Kocu Andre Hutagalung mengaku perusahaan tetap mencatatkan hasil underwriting positif. "Hasil underwriting masih baik dan positif, walaupun tidak sebaik tahun lalu," ungkapnya.

Menurutnya, kinerja hasil underwring mengalami tantangan karena biaya akuisisi menekan komisi reasuransi. Komisi ini mbiaya survei risiko yang dapat ditagihkan perusahaan pialang ke perusahaan asuransi. Beberapa tahun terakhir peningkatan beban ini semakin menekan margin.

Menghadapi penurunan hasil underwriting ini, Andre akan tetap fokus menjaga batas pendapatan premi, agar kondisi lebih baik di tahun mendatang. (Tendi Mahadi/Andy Dwijayanto/Ferrika Sari)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved