Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Target Kredit Para Bankir Bisa Meleset: Bankir Optimistis Meraih Target

Kredit perbankan tidak akan terlalu deras hingga akhir tahun nanti. Para bankir akan berhati-hati dalam menyalurkan kredit.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
tribunnews
Logo OJK 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Kredit perbankan tidak akan terlalu deras hingga akhir tahun nanti. Para bankir akan berhati-hati dalam menyalurkan kredit.

Hasil riset Kresna Securities memproyeksi, pertumbuhan kredit hanya akan tumbuh 9,6% di akhir 2018. Lebih rendah dari proyeksi regulator baik Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu antara10%-12%.

Kresna menganalisa pertumbuhan kredit diproyeksi tidak akan terlalu tinggi sebagai bagian dari risiko likuiditas yang ada di sistem perbankan. Termasuk juga disebabkan karena risiko kenaikan suku bunga acuan BI.

Boedi Armanto, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK mengaku masih optimistis pertumbuhan kredit sampai akhir tahun 2018 bisa di atas 10%. "Ini karena selama dua bulan ini yaitu Juli 2018 dan Agustus 2018 pertumbuhan kredit naik cukup tinggi," kata Boedi kepada KONTAN. Sebagai gambaran pertumbuhan kredit Agustus 2018 perbankan sebesar 12,12% yoy.

Bankir optimistis

Panji Irawan Direktur Keuangan Bank Mandiri mengatakan pertumbuhan kredit bisa tercapai sesuai arahan regulator, yaitu antara 10%-12% sampai akhir tahun.

"Kami masih optimistis sampai dengan akhir tahun ini kredit dapat bertumbuh sesuai dengan rencana bank," kata Panji. Optimisme ini sepanjang adanya kebutuhan pasar yang antara lain korporasi terhadap pembiayaan bank.

Sementara Lea Kusumawijaya, Direktur Keuangan Bank Permata, mengatakan, pertumbuhan kredit akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro termasuk pergerakan suku bunga kredit. "Saat ini, pertumbuhan kredit kami telah mencapai 8%," kata Lea.

Bank Permata masih berusaha untuk mencapai tingkat pertumbuhan kredit. yang lebih tinggi hingga akhir tahun 2018.
Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP juga mengatakan tidak ada rencana revisi pertumbuhan kredit. "Proyeksi kami masih di sekitar 10%-15%," kata Parwati. Menurut dia, bank memang kudu hati-hati karena ada juga ancaman kredit bermadalah.

IHSG Masih Punya Kans Menguat

Meski bergerak volatil, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil naik 3% sepanjang kuartal ketiga. Padahal, di awal Juli, indeks sempat terpuruk ke 5.633. IHSG sempat tertekan kekhawatiran krisis keuangan di negara berkembang dan perang dagang.

Tapi, di pengujung September, aktivitas mempercantik portofolio alias window dressing menopang IHSG kembali naik. Meski begitu, pada Oktober ini, pasar saham masih rentan terpapar sentimen dari eksternal.

Kepala riset BNI Sekuritas Norico Gaman mengatakan, IHSG masih akan fluktuatif di kuartal IV. Pelaku pasar tetap mewaspadai tensi perang dagang dan tren penguatan dollar AS. Dari dalam negeri, masih ada kekhawatiran fluktuasi rupiah, defisit neraca dagang, aliran dana asing, hingga sentimen politik.

Meski begitu, ketidakpastian di kuartal terakhir ini semakin berkurang. Dari global, kenaikan suku bunga The Federal Reserve cuma tersisa sekali lagi. Dari dalam negeri, pemerintah terus berupaya menjaga kurs rupiah, menekan defisit dan menambah cadangan devisa.

"Sehingga, risiko investasi di dalam negeri juga berkurang," papar Norico, Jumat (28/9).
Itu sebabnya, Norico melihat IHSG berpeluang menguat pada akhir tahun ini. Prediksinya, indeks melaju ke 6.500 pada pengujung 2018. Tahun depan, IHSG bisa mencapai 6.750-6.900.

Akumulasi beli

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, penurunan indeks sudah terbendung di triwulan ketiga. Bahkan, IHSG berhasil ditutup menguat pada September. "Uptrend 10 tahun tidak berubah, sehingga saya optimistis indeks akan lebih solid sampai akhir tahun nanti," papar dia.

Hingga akhir 2018, William memperkirakan, dana asing akan menopang IHSG. Target support ada di 5.850, sedangkan resistance mencapai 6.500. Lalu, pada awal tahun depan, dia yakin indeks bisa menyentuh 6.680.

Menurut Norico, fluktuasi pasar masih tinggi. investor disarankan menerapkan strategi investasi jangka panjang. Investor bisa mulai akumulasi beli saham-saham berfundamental bagus yang sudah turun tajam.

Sedang William merekomendasikan beli saham blue chip di sisa tahun ini. Dua sektor yang bisa dicermati yaitu perbankan dan konsumer. "Potensi kenaikannya paling besar saat ada window dressing," kata William.

Dari sektor perbankan, dia merekomendasikan BBRI, BBTN, BMRI dan BBCA. Target harga masing-masing hingga tahun depan di Rp 3.600, Rp 3.000, Rp 7.500 dan Rp 25.000 per saham.

Sedang di sektor konsumer William menjagokan UNVR dan GGRM. Tahun depan, target harga saham tersebut di Rp 50.000 dan Rp 80.000 per saham.

Kinerja Beberapa Saham Blue Chip

Saham
Return
Q3-2018 Harga

BBTN
7,35%
Rp 2.630

BBRI
10,92%
Rp 3.150

BMRI
-1,82%
Rp 6.725

BBCA
12,46%
Rp 24.150

UNVR
2,01%
Rp 47.025

GGRM
14,42%
Rp 74.050

Sumber: Bloomberg

Menggali Potensi Cuan dari Saham Berbasis Ekspor

Depresiasi rupiah masih membayangi emiten di dalam negeri. Pekan lalu, rupiah melemah 0,57% menembus Rp 14.900 per dollar Amerika Serikat (AS). Memanfaatkan hal ini, analis menyarankan melirik saham berbasis ekspor.

Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang menyebut, paling tidak sebagian pendapatan emiten tersebut dalam dollar AS. Saat rupiah melemah, emiten berbasis ekspor bisa untung. Apalagi, The Fed masih berpeluang menaikkan bunga acuan empat kali lagi.

Salah satu yang menarik dilirik adalah Sri Rejeki Isman (SRIL). Dari total pendapatan US$ 543,76 juta pada semester pertama, sebesar 54% atau setara US$ 291,8 juta merupakan pendapatan hasil ekspor.

Beban pokok penjualan ekspor senilai US$ 209,9 juta. "Sehingga, ekspor SRIL mampu mengompensasi depresiasi rupiah," tulis analis UOB Kay Hian, Jovin Anwar dalam riset 13 September.

Saham SRIL juga termasuk saham favorit di tengah fluktuasi pasar. Sepanjang September, harga saham emiten tekstil ini naik 1,18%, mengalahkan IHSG yang turun 0,70%.

Sinyal serupa, datang dari Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) yang naik 0,28% sebulan terakhir. Hanya, porsi pendapatan ekspor ICBP tak sebesar SRIL. Pendapatan ekspor hanya Rp 1,72 triliun, atau 8% dari pendapatan konsolidasi, Rp 19,46 triliun.

Saham berbasis batubara serta migas juga menarik. Terlebih, ada katalis, tren kenaikan harga minyak.
Edwin merekomendasikan ICBP dengan target harga Rp 9.650. Dari sektor migas, saham Medco Energi Internasional (MEDC) dengan target harga Rp 1.740 per saham.

M Nafan Aji, analis Binaartha Sekuritas, menyarankan beli SRIL dengan target harga 12 bulan di Rp 442.
Analis Maybank Kim Eng Sekuritas Isnaputra Iskandar dalam riset September 2018 merekomendasikan ADRO, ITMG dan PTBA. Target harga masing-masing Rp 2.600, Rp 35.00 dan Rp 5.400.

Kontribusi ekspor ADRO mencapai 80% dari total pendapatan semester I-2018 sebesar US$ 1,49 miliar. ITMGmencatat ekspor 86% dari total pendapatan US$ 808,89 juta. Pemasukan ekspor PTBA setara 52% dari total pendapatan Rp 10,52 triliun.  (Dityasa Hanin Forddanta/Krisantus de Rosari Binsasi/Galvan Yudistira/Maizal Walfajri)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved